Februari 2015: Pengakuan paksa melanggar hak pengadilan yang adil bagi orang Papua

Ringkasan

Pada akhir Februari 2015, setidaknya ada 38 tahanan politik di penjara Papua.

Pengadilan untuk Areki Wanimbo dan kasus tahanan Boikot Pemilu Pisugi sedang berjalan setelah ditunda berbulan-bulan. Dalam kedua kasus, peneliti hak asasi manusia setempat melaporkan kurangnya bukti yang cukup terhadap para tahanan. Proses hukum dalam kedua kasus penuh dengan penyimpangan. Dalam kasus Areki Wanimbo, seorang pemimpin suku Lanny Jaya, polisi mendakwanya dengan makar daripada membebaskan dirinya setelah mereka gagal mencari bukti untuk mendakwanya dengan kepemilikan amunisi. Dalam kasus Pisugi, persidangan ditunda selama enam kali karena jaksa tidak mampu menghadirkan saksi. Kelima orang yang disidang ditangkap karena diduga memboikot pilihan Presiden pada bulan Juli tahun lalu. Mereka disiksa pada saat penangkapan dan dalam penahanan, dipaksa untuk mengakui dan dipaksa untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Penggunaan pengakuan paksa dan bukti palsu dalam proses pidana adalah pelanggaran langsung hak mendapatkan pengadilan yang adil. Dalam kasus Sasawa Februari 2014, tujuh para tahanan dijatuhi hukuman penjara 3,5 tahun masing-masing setelah pengadilan yang menggunakan BAP yang direkayasa polisi sebagai bukti kunci dalam penghukuman mereka. Dalam banyak kasus di Papua, pengadilan tidak memiliki bukti material dan sangat mengandalkan laporan BAP yang sering ditandatangani para tahanan yang di bawah paksaan dan tanpa pendampingan hukum.

Pada bulan Februari, tim dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang memimpin penyelidikan tentang Paniai Berdarah kembali ke Enarotali untuk melakukan wawancara dengan para korban dan saksi. Meskipun laporan awal dari Komnas HAM menunjukkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia telah dilakukan, masih harus dilihat apakah mereka yang bertanggung jawab atas penembakan yang menewaskan empat siswa SMA akan dimintai pertanggungjawaban. Tanpa pembentukan mekanisme seperti Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP-HAM), Komnas HAM kekurangan mandat yang diperlukan untuk mencari penuntutan di Pengadilan HAM Ad Hoc. Selain itu, keadaan yang mencurigakan tentang pembakaran sebuah SMA yang dihadiri oleh dua korban Paniai Berdarah menunjukkan bahwa masyarakat setempat di Enarotali terus menghadapi ancaman dan intimidasi. Saksi mata dan korban Paniai Berdarah enggan untuk datang ke depan untuk memberikan kesaksian karena korban dan saksi tidak diberikan perlindungan yang cukup.

Informasi yang diterima dari kelompok-kelompok gereja setempat melaporkan bahwa mereka yang ditahan dalam penangkapan massal di desa Utikini di Timika bulan lalu telah dibebaskan. Maxson Waker, salah satu dari 65 orang yang ditahan pada 6 Januari, dilaporkan ditangkap karena dalam keadaan mabuk dan mengalami penyiksaan dari polisi.

Penangkapan

Aktivis KNPB Sorong ditahan

Pada tanggal 15 Februari, Yeheskial Kossay ditangkap di Nabire karena memiliki dokumen yang berkaitan dengan kemerdekaan Papua. Para anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ditahan selama sembilan jam sebelum dibebaskan tanpa dakwaan. Polisi juga menyita HPnya dan mencatatkan nomor-nomor di dalamnya.

Pembebasan

Para tahanan dalam penangkapan massa di Utikini dibebaskan; satu lagi laporan penyiksaan diamati

Pada tanggal 6 Januari, 65 orang ditangkap di kampung Utikini saat penggeledahan militer dan polisi setelah peristiwa penembakan fatal dua anggota Brigade Mobil (Brimbob) dan satu satpam Freeport. Pada tanggal 23 Januari, 64 dari 65 orang itu dibebaskan tanpa dakwaan. Informasi yang diterima dari Suara Baptis Papua melaporkan bahwa tahanan yang tersisa, Maxson Waker yang berumur 35 tahun, telah dibebaskan. Sumber HAM melaporkan bahwa Waker ditangkap hanya karena dia mabuk, dan terus disiksa oleh polisi Timika. Pada saat penangkapan, polisi dilaporkan mengikat tangannya dan menyeretnya. Kepalanya kemudian diiris dan luka-lukanya disiram dengan air garam. Ketika penangkapan massal 6 Januari itu, Seribu Kogoya, seorang Papua yang berumur 30 tahun, disiksa secara sama ketika ia mencoba berbicara menentang polisi yang sedang memukul seorang kepala suku. Sumber Suara Baptis Papua menyatakan bahwa Maxson Waker tidak terlibat dalam penembakan aparat keamanan pada tanggal 1 Januari itu.

Telah diyakini bahwa 13 orang yang ditangkap dalam penangkapan terpisah pada tanggal 1 Januari sudah dibebaskan.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Sidang untuk Areki Wanimbo dimulai

Pada tanggal 6 Agustus 2014, Areki Wanimbo ditangkap bersama dua wartawan Perancis yang mengunjunginya di rumahnya di Wamena. Awalnya dia menghadapi dakwaan kepemilikan amunisi berdasarkan UU Darurat 12/1951 tetapi ini kemudian diubahkan kepada dakwaan permufaktan jahat untuk melakukan makar di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP. Pengadilannya dimulai pada akhir bulan Januari.

Penyelidik HAM di Wamena melaporkan bahwa kesaksian yang diberikan saat persidangan pada bulan Februari mengungkapan adanya yang tidak konsisten mengenai kasus ini. Salah satu saksi, Nursalam Saka, seorang anggota intelijen polisi Jayawijaya, bersaksi bahwa dokumen oleh Dewan Adat Papua (DAP) yang ditandatangani oleh Wanimbo adalah bagian penting dari informasi yang menyebabkan penangkapannya. Dokumen itu meminta sumbangan untuk pertemuan Melanesian Spearhead Group (MSG) yang akan datang. Penyelidik hak asasi manusia berpendapat bahwa Areki ditangkap karena dicurigai menyembunyikan senjata, namun polisi belum menemukan bukti untuk membuktikan ini. Malah, polisi menggunakan dokumen DAP, meskipun tidak cukup sebagai bukti, sebagai alasan untuk memperpanjang penahanannya.

Pengacara untuk Wanimbo menyatakan bahwa ia telah meminta agar dua wartawan bersaksi atas namanya. Persidangan akan berlanjut pada awal bulan Maret.

Penuntutan meminta hukuman tiga tahun penjara untuk tahanan bendera Melanesia di Sarmi

Pengacara hak asasi manusia untuk Edison Waromi dan Soleman Fonataba melaporkan bahwa persidangan untuk kedua orang itu, yang telah ditunda sejak Juli 2014, kini telah dilanjutkan. Pada tanggal 3 Maret 2014, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman tiga tahun penjara untuk dua orang itu, dikurangi waktu yang sudah dijalankan dalam tahanan. Werimon dan Fonataba menghadapi dakwaan permufakatan untuk melakukan makar dan saat ini mempunyai status tahanan kota.

Pengadilan mereka telah tertunda karena kegagalan JPU untuk mengajukan penuntutan hukuman. Pada tanggal 18 Februari 2015, pengacara menyurat kali kedua kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, dengan menyatakan bahwa penundaan persidangan yang terjadi berulang kali menyimpan kedua terdakwa dalam keadaan hukum yang tidak jelas, dan mendesak untuk persidangan terus bergerak maju. Pengacara mengatakan bahwa permintaan JPU untuk hukuman tiga tahun buat setiap terdakwa adalah berlebihan dan tidak masuk akal karena belum ada bukti yang diperiksa di pengadilan. Selain itu, pengacara menegaskan bahwa kesaksian yang diajukan oleh empat saksi yang dihadirkan tidak sesuai dengan tuduhan yang dihadapi kedua terdakwa, yaitu permufakatan jahat untuk melakukan makar.

Menurut pengacara pembela, tim penuntut mungkin telah mengajukan permintaan hukuman penjara yang berlebihan sebagai pembalasan untuk surat mereka ke Kepala Kejaksaan Tinggi. Kepala Kejaksaan Tinggi telah memulai pemeriksaan ke dalam masalah tersebut, sebagai lanjutan dari surat kedua yang diajukan oleh pengacara pembela.

Tahanan dipaksa untuk mengaku dalam kasus Pisugi

Pada tanggal 19 Februari 2015, setelah ditunda berbulan-bulan, persidangan untuk Ibrahim Marian, Marsel Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut dalam kasus boikot Pilpres di Pisugi dilanjutkan. Sidang bagi Yosep Siep, tahanan kelima dalam kasus ini, sedang ditunda. Dia dirawat di rumah sakit pada bulan Desember 2014 karena sakit yang dialami akibat penyiksaan pada saat penangkapan. Sidangnya akan dilanjutkan setelah dia memulih secara sepenuh. Ibrahim Marian mengatakan kepada Suara Papua bahwa mereka dituduh membuat bom Molotov yang dimaksudkan untuk digunakan untuk mengganggu pemilihan presiden pada bulan Juli tahun lalu. Marian membantah tuduhan itu dan menyatakan bahwa mereka juga ikut memilih saat Pilpres.

Kelima orang itu mengalami penyiksaan dan perlakuan kejam dan merendahkan pada saat penangkapan dan dalam penahanan. Ibrahim Marian menyatakan kepada Suara Papua bahwa mereka diancam di bawah todongan senjata saat ditahan di Polres Jayawijaya dan dipaksa untuk mengaku membuat bom molotov. Polisi juga memalsukan BAP ketika menginterogasi para tahanan tanpa kehadiran pengacara.

Pada tanggal 11 Juli, kelima mereka ditangkap bersama 12 orang lain yang telah dibebaskan, diduga berpartisipasi dalam boikot terhadap pemilihan presiden Indonesia. Mereka menghadapi tuduhan pasal 187 dan 164 KUHP Indonesia untuk permufakatan jahat untuk membahayakan orang atau barang, karena diduga membuat dan menggunakan bahan peledak.

Dua tahanan politik diintimidasi untuk menandatangani Pernyataan Setia

Pada 24 Februari 2015, pengacara HAM bertemu dengan pihak berwenang dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhukam) untuk meminta penjelasan mengenai status hukum dua tahanan politik jangka panjang Kimanus Wenda dan Linus Hiluka. Pada awal bulan Desember 2014, kedua mereka menandatangani Pernyataan Setia kepada NKRI. Ini merupakan satu salah persyaratan untuk pembebasan bersyarat di bawah peraturan pemerintah atas kejahatan terhadap negara. Pengacara melaporkan bahwa kedua orang itu telah menandatangani Pernyataan Setia itu karena ditekan dan merasa terintimidasi sehingga merasa terancam untuk melakukannya. Sejak itu, kedua tahanan politik telah menolak Pernyataan Setia tersebut. Pihak Kemenhukuman memberitahukan pengacara bahwa mereka akan terus berkoordinasi untuk membuat aplikasi pembebasan bersyarat untuk kedua tahanan.

Seperti dilaporkan dalam update November 2014 kami, pada 8 November, kedua tahanan itu dipindah dari LP Nabire ke ruang tahanan Polres Nabire setelah pertengkaran pecah antara Kimanus Wenda dan seorang penjaga penjara. Kedua orang itu diperlakukan degan tindakan tidak bermanusiawi ketika ditahan di ruang tahanan itu dengan ditolak akses ke toilet dan hanya diberi botol plastik untuk digunakan.

Kasus-kasus yang menjadi perhatian

Laporan Paniai Berdarah

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM) berterus dengan penyelidikannya ke dalam ‘Paniai Berdarah’ bulan ini. Tabloid Jubi melaporkan bahwa pada 18-20 Februari, puluhan saksi mata dan korban bertemu dengan tim investigasi Komnas HAM yang dipimpin oleh Maneger Nasution. Nasution mengatakan kepada pers Indonesia bahwa sejauh ini, Komnas HAM telah menemukan empat indikasi pelanggaran hak asasi manusia: hak untuk hidup, hak-hak anak, hak-hak perempuan dan hak untuk bebas dari penyiksaan. Ia juga menambahkan bahwa tim tersebut akan mengumpulkan informasi lebih lanjut dan terdapat kemungkinan bahwa sebuah tim ad-hoc dibentuk kalau adanya indikasi pelanggaran HAM yang lebih parah. Secara khusus, tim tersebut berencana untuk mencari bukti yang menunjukkan bahwa penembakan itu direncanakan terlebih dahulu.

Kapolda Papua Irjen Pol Drs. Yotje Mende memberitahu pers bahwa polisi menghadapi kesulitan dalam menyelidiki kejadian penembakan itu karena para saksi diaporkan sudah memindah dan otopsi korban dilarang oleh keluarga mereka. Pada tanggal 13 dan 14 Februari, Jhon Gobai, kepala Dewan Adat Paniai, bertemu dengan Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK) untuk meminta mereka untuk mengawasi dan memberikan perlindungan kepada saksi dan korban sepanjang proses investigasi. Gobai melaporkan bahwa masyarakat setempat berhidup dalam ketakutan dan trauma sejak penembakan 8 Desember.

Mende juga menyatakan bahwa kelompok bersenjata yang dipimpin oleh Leo Yogi mungkin bertanggung jawab atas penembakan itu, meskipun terdapat beberapa pernyataan dari saksi mata dan sumber HAM di Papua yang didokumentasikan dengan baik, yang jelas menunjukkan bahwa militer dan polisi yang bertanggungjawab atas penembakan tersebut. Laurenzus Kadepa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua, mengatakan kepada Jubi bahwa ia menduga bahwa kebakaran di sebuah SMP di Enarotali itu mungkin dimaksudkan untuk mencegah resolusi untuk kasus ini. Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja Injil (YPPGI) dihadiri oleh dua dari empat siswa yang ditembak mati pada tanggal 8 Desember 2014.

Pada tanggal 28 Januari, Forum Independen Mahasiswa, FIM menggelar demonstrasi damai di Jayapura yang meminta pertanggungjawaban atas kasus ini. Demonstrasi itu dibubarkan oleh Kepolisian Sektor Abepura yang menyatakan bahwa mereka tidak memiliki izin untuk demonstrasi.

Petugas LP Abepura memperkosa seorang tahanan remaja

Informasi yang diterima dari pengacara dengan KontraS Papua melaporkan kejadian pemerkosaan seorang tahanan remaja oleh petugas LP Abepura. Kejadian ini diduga terjadi pada tanggal 17 November 2014 ketika Lodwik Entong, Kepala Sub Seksi Keamanan Lapas Abepur, menyerang tahanan bawah umur itu di dalam sel penjaranya. Pengacara mendampingi korban itu melaporkan bahwa hakim Pengadilan Tinggi Jayapura menyalahkan korban, dilaporkan karena ‘jiwa feminim’nya. Pengacara sedang berkoordinasi dengan Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv Pas) dari Kemenkumham Provinsi Papua untuk memindah korban ke LP Biak karena kekhawatiran pembalasan. Korban juga bisa menjadi lebih dekat dengan keluarganya jika ia dipindahkan ke LP Biak. Persidangan selanjutnya akan berlangsung pada bulan Maret.

Mahasiswa UNCEN diancam oleh petugas intelijen

Sebuah artikel oleh Suara Papua melaporkan bahwa dua mahasiswa Universitas Cenderawasih (UNCEN) diintimidasi dan diancam anggota Badan intelejen Negara (BIN). Pada 7 Februari, Kansiskoris Mahuze dilaporkan diikuti oleh tujuh orang yang memantaunya di luar rumahnya di Waena, Jayapura. Istri Mahuze sempat mendengar pembicaraan mereka, di mana mereka dilaporkan membahas rencana penculikannya dan seorang siswa UNCEN yang lain, Benyamin Lagowan. Lagowan memberitahu Suara Papua bahwa sebelum itu, ia pernah diikuti dan dipantau oleh anggota intelijen. Kedua pria adalah mahasiswa yang aktif dalam segi politik dan terlibat dengan kelompok Solidaritas Mahasiswa Peduli Kesehatan Fakultas Kedokteran (SMKP-FK).

Berita

Pengacara hak asasi manusia bersatu untuk menangani masalah keamanan

Pada tanggal 16 dan 17 Februari, sebuah focus group discussion diadakan yang diatur Yayasan Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) dengan tema ‘Sistem Perlindungan untuk Pengacara dan Pembela Hak Asasi Mansuai di Papua’. Focus group ini dihadiri pengacara yang menhadapi resiko tinggi ancaman, pelecehan, intimidasi dan serangan secara fisik karena pekerjaan mereka dalam kasus yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia. Focus group itu akan bekerjasama untuk mengkoordinasikan beberapa titik aksi dan program strategis untuk mengatasi masalah ini.

Tahanan politik Papua bulan Februari 2015

Tahanan Politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
 

1

 

Areki Wanimbo

6 Agustus 2014 Pasal 106 and 110 Menunggu persidangan Penagkapan wartawan Prancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Wamena
 

2

 

Yosep Siep

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

3

 

Ibrahim Marian

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

4

 

Marsel Marian

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

5

 

Yance Walilo

9 Juli 2014 Pasal187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

6

 

Yosasam Serabut

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

7

 

Alapia Yalak

4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyelidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Papua Police Headquarters
 

8

 

Lendeng Omu

21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyelidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Tidak jelas Ya Yahukimo Regional police station
 

 

9

 

Jemi Yermias Kapanai

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

10

Septinus Wonawoai 1 February 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

11

Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

12

 

Kornelius Woniana

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

13

Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

14

Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

15

Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

16

Soleman Fonataba 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

17

Edison Werimon 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

18

Piethein Manggaprouw 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
 

19

Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

20

Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan  6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

21

Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

22

George Syors Simyapen 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

23

Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

24

 

Isak Klaibin

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 and 164 3 tahun dan 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

25

Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Abepura
 

26

Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal  2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Abepura
 

27

Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal  2, UU Darurat  12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Abepura
 

28

Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56,  UU 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
 

29

Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
 

30

Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

31

Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

32

Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
 

33

Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya No Wamena
 

34

Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

35

Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

 

36

 

 

Jefrai Murib

12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
 

37

Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
 

38

Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share