Ringkasan
Pada akhir Maret 2015, setidaknya ada 38 tahanan politik di penjara Papua.
Pada tanggal 6 Maret, seorang siswa SMA dan aktivis Komisi Nasional Papua Barat (KNPB) yang berumur 17 tahun, Deni Bahabol diculik, disiksa dan dibunuh kemudian mayatnya dibuang ke dalam sebuah sungai di kabupaten Yahukimo. Laporan awal mengindikasikan keterlibatan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam pembunuhan tersebut. Pembunuhan Bahabol serupa dengan kasus Martinus Yohame pada bulan Agustus 2014. Yohame, juga seorang aktivis KNPB dan aktif dalam memimpin demonstrasi damai, menderita nasib yang sama.
Pada tanggal 19 hingga 21 Maret, anggota Polda Papua dan Brigade Mobil (Brimob) dibawah perintah Kapolda Irjen Pol Yotje Mende dikerahkan dari Jayapura ke Yahukimo untuk membubarkan secara paksa, menembak dan menangkap orang Papua yang mengambil bagian dalam kampanye damai untuk mengumpulkan dana untuk korban Siklon Pam di Vanuatu. Setidaknya 21 orang ditangkap dan enam orang ditembak. Seorang kepala kampung, Obang Sengenil, yang berumur 48 tahun, meninggal akibat luka tembak.
Dalam insiden lain di Jayapura, empat pemuda Papua berumur 14 hingga 23 tahun diserang oleh anggota Brimob. Salah satu darinya, Lesman Jigibalom, diketahui berada dalam kondisi kritis akibat penyiksaan.
Tindakan polisi yang sewenang-wenang pada bulan ini – dari menembak orang yang mengumpulkan dana di Yahukimo hingga menyiksa dan memukul empat pemuda tanpa alasan di Jayapura – menyoroti sikap kepolisian yang tidak patuh dengan hukum dan sembrono di Papua. Dinamika melakukan tindakan penyiksaan, kekerasan dan penangkapan menumbuhkan budaya ketakutan dan ketidakpercayaan antara orang asli Papua.
Meskipun tuntutan akuntabilitas dari kelompok masyarakat sipil Papua bagi kasus-kasus kekerasan negara ini terus menguat, polisi masih belum melakukan investigasi. Kurangnya kemauan politik untuk mendapatkan transparansi dan akuntabilitas bagi kasus-kasus kekerasan negara memastikan bahwa pelaku menikmati impunitas total. Bukannya menangani pelanggaran yang sudah lama dilakukan oleh aparat militer Indonesia di Papua, pihak otoritas telah memilih untuk meningkatkan militerisasi dengan rencana baru untuk membangun Markas Komando Brimob baru di Wamena. Kelompok solidaritas berbasis di Jakarta, PapuaItuKita, menerbitkan pernyataan sepuluh-poin untuk menolak rencana baru ini, menyatakan bahwa peningkatan kehadiran anggota Brimob hanya akan berfungsi untuk memperkeruh daerah tersebut.
Pada 2 Maret, ratusan anggota aparat keamanan bersenjata membubarkan acara sosialisasi damai dengan paksa dan menahan setidaknya tiga orang di Jayapura. Acara tersebut, dengan tema “Mencari Kembali Identitas Papua di Melanesia,” diorganisir oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yang terdiri dari faksi yang berbeda dari gerakan pro-kemerdekaan Papua. Dalam pernyataan kepada pers Papua bulan ini, Kapolda Irjen Pols Yotje Mende menyatakan bahwa KNPB harus dilarang karena mendukung kemerdekaan Papua. Ketiadaan sikap toleransi dari aparat keamanan terhadap demonstrasi dan pertemuan terkait dengan kemerdekaan Papua – meskipun bersifat damai – adalah pelanggaran hak-hak kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Indonesia.
Penangkapan
Penggalang dana untuk korban Siklon Pam ditembak dan ditangkap di Yahukimo; tiga ditangkap di Timika
Yahukimo
Informasi diterima oleh beberapa sumber hak asasi manusia dan media melaporkan bahwa pada tanggal 19 hingga 21 Maret setidaknya 21 orang ditangkap dan enam orang ditembak oleh anggota Polda Papua dan Brimob di kabupaten Yahukimo karena mengumpulkan dana untuk korban Siklon Pam di Vanuatu. Setidaknya satu orang, Obang Sengenil, seorang kepala kampung yang berumur 48 tahun, meninggal dunia akibat luka tembak. Sementara laporan menunjukkan bahwa kebanyakan yang ditangkap sudah dibebaskan, namun belum jelas beberapa orang yang masih ditahan di Polres Yahukimo.
Minggu sebelumnya, sejak tanggal 11 hingga 19 Maret, KNPB Yahukimo telah mengkoordinasikan penggalangan dana yang melibatkan anggota masyarakat dan aktivis KNPB.
Menurut Majalah Selangkah, pada tanggal 19 Maret acara ibadah direncanakan pada jam 15:00, sebagai bagian dari upacara penutupan Minggu tersebut. Pada pukul 09:25, aparat keamanan yang terdiri dari anggota Polda Papua dan Brimob menembak ke arah kerumunan yang telah berkumpul dalam persiapan acara ibadah itu. Tabloid Jubi melaporkan bahwa Isai Dapla, seorang anggota KNPB yang berumur 37 tahun, menderita luka tembak di dadanya, sementara Salomon Pahabol, seorang guru SD, ditembak di kaki kirinya. Elias Kabak, seorang anggota KNPB yang berumur 40 tahun ditangkap. Aparat keamanan dilaporkan menyita barang milik KNPB termasuk spanduk, megafon dan sebuah kamera, termasuk juga dana yang telah dikumpulkan.
Sebagai pembalasan, senjata api milik seorang anggota polisi Yahukimo dirampas oleh massa. Menurut kepala Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Yahukimo, Aminus Balingga, seperti dilaporkan di Jubi, senjata api tersebut sudah dikembalikan kepada polisi oleh anggota KNPB Yahukimo pada 21 Maret. Terdapat juga laporan bahwa masyarakat non-Papua diserang dan menderita luka-luka saat keributan itu.
Laporan media mengatakan bahwa sekitar pukul 15:10 WIT, aparat keamanan menembak empat orang lagi dan menangkap 16 orang lainnya. Satu dari empat orang yang ditembak, Obang Sengenil, meninggal dunia akibat luka-lukanya. Titus Giban, seorang guru SD berumur 39 tahun, Simon Giban, seorang kepala kampung berumur 42 tahun, dan Inter Segenil, seorang siswa SMA berumur 16 tahun, menderita luka tembak yang serius. Sumber setempat melaporkan bahwa dari 16 orang ditangkap, terdapat diantaranya menjadi anggota KNPB. Terdapat laporan yang belum dapat dikonfirmasikan bahwa 16 orang yang ditahan itu mungkin disiksa pada saat penangkapan dan dalam penahanan di Polres Yahukimo.
Pada tanggal 21 Maret, Polres Yahukimo dan anggota Brimob menangkap empat orang – Yason Balingga, Yeniut Bahabol, Nefen Balingga, dan seorang yang belum jelas namanya. Sumber setempat melaporkan bahwa polisi juga melakukan operasi pencarian di daerah sekitar, dan merusak serta merampok beberapa rumah. Dilaporkan bahwa ribuan orang asli Papua melarikan diri dari kekerasan dan menyembunyikan diri di hutan.
Pada tanggal 30 Maret, Forum Independen Mahasiswa dan Pemuda Kabupaten Yahukimo (FIMPY) mengadakan demonstrasi melibatkan mahasiswa dan masyarakat Yahukimo yang menyerukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua (DPRP) untuk melakukan investigasi atas kejadian tersebut.
Timika
Pada tanggal 13 Maret, tiga orang yang menggalang dana untuk korban Siklon Pam ditangkap di Timika. Else Rumrawer, Yuli Adokor dan Yuliana Inggobou ditahan di Polres Mimika. Belum jelas apakah mereka masih ditahan atau tidak.
Anggota Brimob menyiksa dan memukul empat pemuda
Suara Papua melaporkan bahwa pada tanggal 18 Maret empat pemuda Papua diserang di Jayapura oleh 11 anggota Brimob yang bersenjata dan berpakaian preman. Laporan media mengindikasi bahwa mereka diserang tanpa alsan.
Timotius Tabuni, berumur 17 tahun, dihentikan di depan pasar Cigombong di Kotaraja dan dipaksa untuk menyerahkan kunci motor kepada anggota Brimob. Dia dipukul dengan popor senjata dan ditikam dengan sangkur. Karena dipukul, dia menderita luka yang mendalam di kepalanya, luka tikam di punggungnya, muka dan lutut mema serta kehilangan gigi depannya. Dua teman dari Tabuni, Lesman Jigibalom yang berumur 23 tahun dan Eldy Kogoya yang berumur 17 tahun dihentikan di depan Masjid Kotaraja dan diancam di bawah todongan senjata serta dipaksa untuk berjalan dalam posisi jongkok. Karena mereka menolak, mereka dipaksa untuk berbaring. Eldy Kogoya diseret agak jauh dari kaki atas aspal. Tulang rusuknya retak dan luka memar ke punggung dan lututnya. Lesman Jigibalom ditikam dengan sangkur dan mengalami paru-paru bocor serta luka lebam dan lecet di seluruh badannya. Dia dioperasi pada hari berikutnya dan dianggap berada dalam kondisi kritis. Mies Tabo, yang berumur 14 tahun, menyaksikan tindakan aparat dan berteriak minta tolong, namun ditendang dan dipukul anggota Brimob.
Anggota masyarakat sipil dari KontraS Papua dan Bicara Untuk Kebenaran (BUK) menolak pernyataan dari Wakasat Brimob Polda Papua, AKBP Tono Budiarto, yang menyatakan bahwa anggota Brimob menyelamatkan empat pemuda itu dari serangan massa. Pembela hak asasi manusia Penelas Lokbere dari BUK mengatakan bahwa kesaksiaan dari korban, keluarga mereka dan saksi mata menunjukkan dengan jelas bahwa pelaku itu adalah anggota Brimob. Pengacara KontraS Papua Olga Hamadi mengatakan bahwa pelaku harus dibawa ke pengadilan. Polisi Jayapura belum lagi memulai investigasi ke dalam kejadian tersebut.
Tiga orang ditahan karena mengambil bagian dalam seminar ULMWP
Pada tanggal 2 Maret, Benu Rumbiak, Simeon Alua dan Yes Wenda ditangkap saat penyisiran polisi di sebuah seminar di Jayapura. Ratusan aparat keamanan menganggu dan membubarkan secara paksa sebuah seminar sosialisasi damai yang diadakan oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Polisi juga menyita barang seminar. Para akademisi, toko gereja, wakil DPRP dan Majelis Rakyat Papua (MRP) telah diundang untuk berbicara di seminar tersebut dengan tema “Mencari Kembali Identitas Papua di Melanesia”. Tidak jelas apakah tiga orang itu masih ditahan. Ones Suhuniap, Sekretaris Umum KNPB, mengkritik tindakan polisi sebagai pelanggaran hak kebebasan berekspresi dan berserikat seperti dijamin dalam Konstitusi Indonesia.
Pembebasan
Tidak terdapat laporan pembebasan pada bulan Maret 2015.
Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus
Tahanan Pisugi dihukum satu tahun penjara
Pada tanggal 1 April, kelima tahanan dalam kasus Boikot Pilpres di Pisugi diberikan hukuman masing-masih satu tahun penjara. Kejaksaan sebelumnya menuntut hukuman masing-masing lima tahun penjara untuk Yosep Siep, Ibrahim Marian. Marsel (alias Marthen) Marian, Yance (alias Yali) Walilo dan Yosasam Serabut (alias Jhoni Marian). Kelima orang didakwa dengan permufakatan untuk membahayakan keamanan dibawah Pasal 187 dan Pasal 164 KUHP dengan tuduhan membuat bom molotov dalam upaya memboikot Pilpres Juli 2014.
Selama persidangan di Wamena pada bulan Maret, Ibrahim Marian, Marthen Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut bersaksi bahwa mereka dipaksa untuk mengakui dibawah penyiksaan. Yosep Siep, yang dianggap tidak cukup sehat untuk disidang karena kurangnya perawatan psikologis di Wamena, sudah dipulangkan ke kampungnya di distrik Pisugi.
Persidangan mengungkapkan bahwa pada tanggal 11 Juli 2014, malam penangkapan mereka, mereka berkumpul di rumah Yosep Siep untuk mengambil bagian dalam sesi ibadah dan terus bermalam di tempatnya. Para tahanan bersaksi bahwa sekitar 04:00 aparat keamanan tiba di kampung dan menangkap mereka. Pada saat penangkapan, tangan mereka diikat di belakang punggung, diikat berantai bersama di leher, dan diseret di atas tanah. Yosasam Serabut aka Jhoni Marian bersaksi bahwa ketika diinterogasi, dia dipukul berulang kali dan disetrum oleh polisi. Dia mengatakan bahwa dia mengakui karena dia takut bahwa polisi akan menembak dan memukulnya. Ketika ditanya tentang kemampuannya untuk membaca dan menulis, Jhoni Marian mengatakan bahwa dia buta huruf. Dia juga mengatakan bahwa penyidik polisi tidak membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) setelah interogasinya dan dia dipaksa untuk memberikan cap jembol untuk memverifikasi hasil pemeriksaanya. Selanjutnya, permintaan dari pengacaranya untuk menyediakan penterjemah untuk Jhoni Marian, yang mengalami hambatan bahasa, diabaikan oleh pengadilan.
Marthen Marian bersaksi bahwa seorang Brigpol bernama Endy menyiksanya dalam penahanan. Dia dipaksa untuk membuka baju dan lengannya disayat dengan parang. Dia mengatakan bahwa dia juga ditikam dan dipukul dengan panah hingga patah. Dia menambahkan bahwa anggota polisi lain juga saling bergantian masuk ke dalam ruang interogasi dan memukulnya dengan senjata dan sarung tangan yang dikelilingi besi.
Ibrahim Marian bersaksi bahwa Brigpol Alex Sianturi memeriksanya dalam tahanan. Ibrahim mengatakan bahwa dia dipukul dengan sarung tangan yang mengakibatkan giginya patah. Dia mengatakan bahwa penyidik polisi juga menekan kukunya dengan meletakkan jari dibawah kaki kursi, lalu anggota polisi saling bergantian menduduki kursi itu. Kepalanya juga dipukul dengan palu. Dia juga diberitahu bahwa dia akan dibunuh kalau tidak mengakui.
Yance Walilo bersaksi bahwa Brigpol Yeskel F.M. memeriksanya dalam tahanan. Dia dipukul dengan balok dan popor senjata dalam ruangan terkunci. Kakinya juga diinjak anggota polisi. Saat persidangan pada bulan Maret, Brigpol Endy, Alex Sianturi dan Yeskel F.M. menolak bahwa mereka menyiksa atau menganiaya kelima para tahanan itu.
Keempat para tahanan juga mengatakan bahwa mereka menolak BAP dan tidak mengakui telah membuat bom molotov serta memboikot Pilpres bulan Juli lalu. Pengacara pembela membantah bahwa pengakuan yang ditarik dibawah penyiksaan tidak dapat digunakan sebagai bukti terhadap para tahanan dan praktek tersebut bertentangan dengan hak para tahananan untuk bersaksi tanpa tekanan dalam bentuk apapun, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 KUHAP. Mereka juga menentang bahwa bukti yang digunakan dalam persidangan berlainan dari bukti yang dijelaskan dalam Surat Dakwaan, dan menyimpulkan bahwa bukti yang digunakan terhadap para tahanan telah direkayasa.
Kasus yang menjadi perhatian
Aktivis KNPB Yahukimo dibunuh dan mayatnya dibuang dalam kali
Laporan dari sumber HAM setempat mengungkapkan pada tanggal 6 Maret, siswa SMA dan aktivis KNPB Deni Bahabol dibunuh dan mayatnya dibuang dalam sebuah kali di kabupaten Yahukimo. Informasi yang diterima menunjukkan bahwa dua hari sebelumnya, pada tanggal 4 Maret, Bahabol memimpin demonstrasi KNPB yang damai dalam mendukung tur kampanye Benny Wenda, ketua Free West Papua Campaign di Afrika Selatan.
Diyakini bahwa Bahabol diserang oleh anggota Kopassus saat dia berada dalam perjalanan ke Sekretariat KNPB di Yahukimo. Dia dilaporkan disiksa dan dipukul dengan batu. Badannya dibuang ke dalam kali Brazza dan ditemukan oleh nelayan di kampung Patipi di kabupaten Asmat empat hari kemudian. Dia dimakamkan oleh keluarganya di Yahukimo pada hari yang sama. Hingga akhir bulan Maret 2015, polisi belum melakukan penyelidikan atas kejadian tersebut.
Sekretariat KNPB Merauke dibongkar setelah teror bom; Polda Papua mengatakan KNPB harus dilarang
Pada tanggal 5 Maret, Sekretariat KNPB Merauke dibongkar oleh anggota militer dan Polres Merauke setelah teror bom yang diyakini KNPB telah diatur polisi.
Sekitar pukul 18:00, seorang anggota KNPB menemukan sebuah kotak yang mencurigakan di pagar sekretariat yang terus dilaporkan kepada polisi. Aparat keamanan yang tiba di lokasi masuk ke dalam sekretariat, merusak peralatan dan menyita bendera, spanduk dan dokumen. KNPB menegaskan bahwa polisi telah mengatur teror bom itu sebagai alasan untuk menyisir kantor sekretariat itu.
Pada tanggal 24 Maret, Kapolda Papua Irjen Pols. Yotje Mende mengatakan bahwa KNPB harus dilarang karena dianggap sebagai organisasi pro-kemerdekaan. Juru bicara KNPB Bazoko Logo mengatakan kepada Jubi bahwa pernyataan Mende adalah tanggapan atas kegagalan polisi untuk bertanggungjawab atas penembakan dan penangkapan di Yahukimo awal bulan (lihat Penangkapan).
Berita
Mahasiswa Universitas Cendrawasih mengingat Abepura Berdarah; Kapolres Jayapura memperingatkan demonstrasi pro-kemerdekaan
Pada 16 Maret, mahasiswa Universitas Cenderawasih (UNCEN) mengadakan pertemuan peringatan damai di kampus Koya Jayapura dalam memperingati korban Abepura Berdarah. Sembilan tahun lalu, pada tanggal 16 Maret 2006, kekerasan terjadi antara para demonstran dan aparat keamanan ketika terjadi demonstrasi yang menyerukan penutupan tambang Freeport McMoran di Timika. Kekerasan itu mengakibatkan lima anggota keamanan meninggal dunia. Puluhan para demonstran harus dibawa masuk rumah sakit dan 24 orang disiksa dalam tahanan.
Ketika pertemuan peringatan itu, Kapolresta AKBP Kiki Kurniawan mengatakan kepada para demonstran mahasiswa bahwa demonstrasi yang berkaitan dengan kemerdekaan Papua tidak akan ditoleransi. Dia mengatakan bahwa demonstrasi pro-kemerdekaan akan dibubarkan secara paksa dan peserta demo akan ditangkap dan ditahan.
Penelitian Elsham Papua: Perempuan dan anak-anak terdampak berat karena kekerasan militer dan impunitas
Pada tanggal 15 Maret, diskusi publik tentang impunitas dan kekerasan militer dan dampaknya terhadap perempuan dan anak-anak diadakan oleh kelompok masyarakat sipil Papua di Jayapura. Penelitian oleh Elsham Papua (Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia) melaporkan bahwa perempuan dan anak-anak berdampak berat karena kekerasan militer di Papua. Kekerasan terhadap perempuan dilaporkan bukan saja dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, tetapi juga dalam kasus pemerkosaan, penganiayaan, penahanan sewenang-wenang dan pembunuhan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Data yang dikumpulkan Elsham dari tahun 2012 hingga 2014 mengungkapkan 389 kasus kekerasan militer yang mengakibatkan 234 kematian, 854 orang terluka dan 880 penangkapan.
PapuaItuKita menyerukan penolakan Markas Komando Brimob baru di Wamena
Pada 31 Maret, kelompok solidaritas Papua berbasis di Jakarta, PapuaItuKita, berdemonstrasi di luar Istana Negara menentang Mako Brimob di Wamena. PapuaItuKita mengatakan bahwa peningkatan kehadiran Brimob hanya akan meningkatkan kekerasan, teror dan impunitas di Papua. Masyarakat asli Papua menentang rencana ini dan menyatakan bahwa Pemerintah tidak dapat lagi mengambil sikap militeristik untuk memecahkan masalah di Papua. Alius Asso, seorang pemimpin pemuda dari Wamena, mengatakan kepada Majalah Selangkah bahwa daripada mengingkatkan militerisasi, pemerintah harus fokus kepada ekonomi, kesehatan, pendidikan dan menangani masalah HIV/AIDS di Papua.
Tahanan politik Papua bulan Maret 2015
No | Tahanan poltik | Ditangkap | Dakwaan | Vonis | Kasus | Dituduh melakukan kekerasan? | Masalah dalam proses persidangan? | LP/tempat ditahan |
1 | Areki Wanimbo | 6 Agustus 2014 | Pasal 106 and 110 | Dalam persidangan | Penagkapan wartawan Prancis di Wamena | Tidak jelas | Tidak jelas | Wamena |
2 | Yosep Siep | 9 Juli 2014 | Pasal 187, 164 | 1 tahun | Boikot Pipres 2014 di Wamena | Ya | Tidak jelas | Wamena |
3 | Ibrahim Marian | 9 Juli 2014 | Pasal 187, 164 | 1 tahun | Boikot Pipres 2014 di Wamena | Ya | Tidak jelas | Wamena |
4 | Marsel Marian | 9 Juli 2014 | Pasal 187, 164 | 1 tahun | Boikot Pipres 2014 di Wamena | Ya | Tidak jelas | Wamena |
5 | Yance Walilo | 9 Juli 2014 | Pasal187, 164 | 1 tahun | Boikot Pipres 2014 di Wamena | Ya | Tidak jelas | Wamena |
6 | Yosasam Serabut | 9 Juli 2014 | Pasal 187, 164 | 1 tahun | Boikot Pipres 2014 di Wamena | Ya | Tidak jelas | Wamena |
7 | Alapia Yalak | 4 Juni 2014 | Tidak diketahui | Penyelidikan polisi tertunda | Penangkapan Yahukimo | Ya | Ya | Polda Papua |
8 | Lendeng Omu | 21 Mei 2014 | Tidak diketahui | Penyelidikan polisi tertunda | Penangkapan Yahukimo | Tidak jelas | Ya | Polres Yahukimo |
9 | Jemi Yermias Kapanai | 1 Februari 2014 | Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 | 3.5 tahun | Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa | Ya | Ya | Sorong |
10 | Septinus Wonawoai | 1 February 2014 | Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 | 3.5 tahun | Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa | Ya | Ya | Sorong |
11 | Rudi Otis Barangkea | 1 Februari 2014 | Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 | 3.5 tahun | Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa | Ya | Ya | Sorong |
12 | Kornelius Woniana | 1 Februari 2014 | Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 | 3.5 tahun | Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa | Ya | Ya | Sorong |
13 | Peneas Reri | 1 Februari 2014 | Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 | 3.5 tahun | Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa | Ya | Ya | Sorong |
14 | Salmon Windesi | 1 Februari 2014 | Pasal106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 | 3.5 tahun | Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa | Ya | Ya | Sorong |
15 | Obeth Kayoi | 1 Februari 2014 | Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 | 3.5 tahun | Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa | Ya | Ya | Sorong |
16
11 |
Soleman Fonataba | 17 Desember 2013 | 106, 110)1, 53, 55 | Dalam persidangan | Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 | Tidak / belum jelas | Tidak | Ditangguh, tida bisa keluar kota |
17
11 |
Edison Werimon | 13 Desember 2013 | 106, 110)1, 53, 55 | Dalam persidangan | Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 | Tidak / belum jelas | Tidak | Ditangguh, tida bisa keluar kota |
18
11 |
Piethein Manggaprouw | 19 Oktober 2013 | 106, 110 | 2 Tahun | Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak | Tidak | Ya | Biak |
19 | Oktovianus Warnares | 1 Mei 2013 | 106, 110, UU Darurat 12/1951 | 7 tahun | Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei | Ya | Ya | Biak |
20 | Yoseph Arwakon | 1 Mei 2013 | 106, 110, UU Darurat 12/1951 | 2 tahun dan 6 bulan | Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei | Ya | Ya | Biak |
21 | Markus Sawias | 1 Mei 2013 | 106, 110, UU Darurat 12/1951 | 2 tahun | Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei | Ya | Ya | Biak |
22 | George Syors Simyapen | 1 Mei 2013 | 106, 110, UU Darurat 12/1951 | 4.5 tahun | Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei | Ya | Ya | Biak |
23 | Jantje Wamaer | 1 Mei 2013 | 106, 110, UU Darurat 12/1951 | 2 tahun dan 6 bulan | Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei | Ya | Ya | Biak |
24 | Isak Klaibin | 30 April
2013 |
106, 107, 108, 110, 160 and 164 | 3 tahun dan 6 bulan | Peringatan 1 Mei di Aimas | Tidak | Ya | Sorong |
25 | Isak Demetouw (alias Alex Makabori) | 3 Maret 2013 | 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 | 2 tahun 2 bulan | Makar Sarmi | Tidak | Ya | Abepura |
26 | Niko Sasomar | 3 Maret 2013 | 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 | 2 tahun 2 bulan | Makar Sarmi | Tidak | Ya | Abepura |
27 | Sileman Teno | 3 Maret 2013 | 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 | 2 tahun 2 bulan | Makar Sarmi | Tidak | Ya | Abepura |
28 | Jefri Wandikbo | 7 Juni 2012 | 340, 56, UU 8/1981 | 8 tahun | Aktivis KNPB disiksa di Jayapura | Ya | Ya | Abepura |
29 | Darius Kogoya | 1 Mei 2012 | 106 | 3 tahun | Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 | Tidak | Tidak | Abepura |
30 | Wiki Meaga | 20 November 2010 | 106 | 8 tahun | Pengibaran bendera di Yalengga | Tidak | Ya | Wamena |
31 | Meki Elosak | 20 November 2010 | 106 | 8 tahun | Pengibaran bendera di Yalengga | Tidak | Ya | Wamena |
32 | Filep Karma | 1 Desember 2004 | 106 | 15 tahun | Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 | Tidak | Ya | Abepura |
33 | Yusanur Wenda | 30 April 2004 | 106 | 17 tahun | Penangkapan Wunin | Ya | No | Wamena |
34 | Linus Hiel Hiluka | 27 Mei 2003 | 106 | 19 tahun dan 10 bulan | Pembobolan gudang Senjata Wamena | Ya | Ya | Nabire |
35 | Kimanus Wenda | 12 April 2003 | 106 | 19 tahun dan 10 bulan | Pembobolan gudang Senjata Wamena | Ya | Ya | Nabire |
36 | Jefrai Murib | 12 April 2003 | 106 | Seumur hidup | Pembobolan gudang Senjata Wamena | Ya | Ya | Abepura |
37 | Numbungga Telenggen | 11 April 2003 | 106 | Seumur hidup | Pembobolan gudang Senjata Wamena | Ya | Ya | Biak |
38 | Apotnalogolik Lokobal | 10 April 2003 | 106 | 20 tahun | Pembobolan gudang Senjata Wamena | Ya | Ya | Biak |