Yapenas Murib berasal dari desa Napua yang berdekatan dengan kota Wamena, distrik Jayawijaya. Setelah tuduhan pembobolan gudang senjata di KODIM Jayawijaya pada 4 April 2003, Murib menjadi sasaran pencarian militer dan diserahkan pada Komando Pasukan Khusus (Kopassus) oleh masyarakat pada 10 April 2003. Delapan orang lainnya ditangkap dan didakwa dengan tuduhan makar terkait kejadian tersebut.
Empat hari kemudian, pada 4 April 2003, Murib meninggal dalam tahanan militer. Menurut sebuah laporan dari sebuah koalisi LSM lokal, dan laporan dari Sekretrariat untuk Keadilan dan Perdamaian (SKP) beberapa saksi mata melaporkan kejadian-kejadian berikut ini.
Pada 14 April, pukul 15:30, tangan Yapenas Murib, Kanius Murib dan tahanan lain yang tidak diketahui namanya diikat dan mereka dibawa keluar ke kota Wamena oleh pihak militer untuk menjalani rekonstruksi terkait dengan kejadian 4 April. Rambut Yapenas Murib dicukur, dan ia diikat dengan tali yang melilit lehernya ke sebelah kiri, kanan, dan belakangnya, sembari para tentara menariknya ke arah berlawanan saat ia mencoba untuk berjalan. Ia diperintahkan untuk lari, lantas ditarik ke belakang dengan keras saat mencoba lari ke depan. Kapanpun ia jatuh, ia ditendang dan diperintahkan untuk berdiri. Saat Kanius Murib dan tahanan lain ditinggalkan di kampung Yilekma di desa Sinakma, Yapenas Murib dibawa jauh ke kampung Yelekama di desa Napua.
Pada pukul 18:30, pihak militer kembali ke KODIM bersama Murib, dan tiba di sana pada pukul 18:45. Mereka memberi tahanan mereka makanan dan minuman namun para tahanan tidak mampu menelannya. Pada pukul 19:00, ia dibawa ke Unit Gawat Darurat di rumah sakit Wamena, namun menurut staf medis, Murib telah meninggal saat tiba di rumah sakit. Mereka juga mencatat bahwa kakinya bengkak dan terdapat luka memar di tubuhnya. Staf medis di rumah sakit tersebut menyatakan bahwa jenasahnya dijaga ketat oleh para tentara sampai keluarganya datang untuk membawa dan menguburkan keesokan harinya. Menurut keluarganya, saat mereka menerima jenasah Yapenas Murib, terdapat luka memar dan bekas-bekas tali di sekitar leher dan lebam biru di pinggang sebelah kanan, yang menimbulkan dugaan adanya bekas pemukulan dengan benda tumpul.
Menurut para dokter yang sedang bertugas pada waktu itu, otopsi terhadap mayat Murib tidak dilakukan. Pihak KODIM mengamankan sertifikat medis, yang menyebabkan koalisi investigasi tidak bisa memeriksanya. Sebuah artikel yang diterbitkan pada 16 April 2003 di sebuah koran lokal, menyatakan bahwa menurut sertifikat medis, Murib meninggal akibat penyakit pernapasan. Namun, dokter yang dikatakan telah menandatangani sertifikat tersebut menyatakan pada tim investigasi bahwa pernyataan itu bukanlah yang ia tulis karena kesimpulan semacam itu tidaklah mungkin didapat tanpa melakukan otopsi terlebih dahulu.
Sampai sekarang, kami belum pernah mendapati adanya sanksi disiplin terhadap anggota staf militer yang bertugas jaga pada saat Yapenas Murib disiksa dan meninggal, ataupun pampasan yang diberikan kepada keluarganya.
Sumber-sumber
Sekretariat untuk Keadilan dan Perdamaian Jayapura, Imparsial Jakarta, Progressio Timor Leste, Sinode Gereja Kristen Evangelis di Papua dan Fransiskan Internasional, “Praktek penyiksaan di Aceh dan Papua 1998–2007,”Jayapura dan Jakarta, November 2007, http://www2.ohchr.org/english/bodies/cat/docs/ngos/ShadowReportIndonesia40.pdf
Koalisi LSM untuk perlindungan dan penegakkan Hak Asasi Manusia di Papua, Jayapura, “Laporan awal tentang kasus Wamena 4 April 2003,” 6 Mei 2003, http://hampapua.org/skp/skp06/var-04i.pdf