April 2015: Rumah sakit Bhayangkara digunakan sebagai tempat penyiksaan oleh polisi

Ringkasan

Pada akhir April 2015, setidaknya terdapat 44 orang tahanan politik di Papua.

Kelompok hak asasi manusia di Papua melaporkan dua kasus penyiksaan baru di Pirime dan Lani Jaya di Dataran Tinggi Tengah. Di Lani Jaya, dua orang disiksa sehubungan dengan kepemilikan sebuah pistol milik seorang kerabat yang meninggal dunia dimana mereka telah berusaha untuk menyerahkan kepada pihak berwenang dalam menanggapi amnesti senjata. Di Pirime, dua remaja ditangkap dan disiksa setelah serangan militer pada gereja desa. Cabang Tabuni, salah satu dari dua korban meninggal dunia setelah berada 6 bulan dalam tahanan polisi dan menderita serius akibat penembakan tanpa mendapatkan perawatan medis.

Salah satu korban Lani Jaya, Kamori Murib dan dua remaja dalam kasus Pirime dibawa ke rumah sakit Bhayangkara di Jayapura untuk mendapatkan perawatan setelah disiksa oleh aparat keamanan. Ketiga korban mendapatkan perawatan medis yang tidak memadai. Murib terus disiksa dan dirawat secara kejam di rumah sakit, termasuk disiram air panas, ditelanjangi secara paksa dan dipaksa makan tulang ikan. Oktovianus Tabuni, seorang anak berusia 15 tahun, diselundupkan keluar dari rumah sakit oleh pekerja hak asasi manusia setempat sehingga dia bisa mendapatkan pengobatan di tempat lain. Setelah dioperasi di Vanimo, Papua Nugini, ditemukan sepasang penjepit bedah di dalam perutnya, menunjukkan tingkat kelalaian yang keji di rumah sakit Bhayangkara. Ini adalah kasus ketiga yang dicatat oleh “Orang di Balik Jeruji” dimana tahanan terus disiksa atau mendapatkan perawatan medis yang sangat buruk di rumah sakit Bhayangkara.

Penggunaan rumah sakit Bhayangkara sebagai tempat penyiksaan di bawah kontrol total polisi meniadakan gagasan rumah sakit sebagai ruang ‘aman’ untuk penyembuhan. Kebebasan yang dinikmati oleh polisi untuk menyiksa tahanan di rumah sakit Bhayangkara adalah gambaran sempurna atas budaya impunitas di Papua. Selanjutnya, dinamika penyiksaan secara publik melanggengkan budaya ketakutan dan dominasi serta turunan ketidakpercayaan di antara penduduk asli Papua terhadap lembaga negara.

Kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer dan polisi dilaporkan telah mengakibatkan lebih 20.000 penduduk di Lani Jaya dan Yahukimo harus berpindah. Di kawasan Pirime di Lani Jaya saja, kelompok hak asasi manusia Papua melaporkan telah terjadi pemindahan  penduduk sebanyak 12.000 orang, lebih dari setengah populasi di kabupaten. Pencabutan secara paksa terhadap masyarakat setempat dilaporkan telah membuat mereka melarikan diri ke hutan untuk mencari perlindungan sementara dari kekerasan dan sebagai akibatnya harus menghadapi kelaparan dan penyakit. Daerah konflik seperti ini selalu berada di tempat terpencil dan sangat dikendalikan oleh aparat keamanan, sehingga sulit untuk mendapatkan informasi pelaporan independen atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu, pemerintah Indonesia memberlakukan sistem yang kompleks bagi lembaga-lembaga kemanusiaan seperti Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi dan Komite Internasional Palang Merah untuk Papua serta membatasi ketersediaan bantuan untuk masyarakat pengungsi. Selanjutnya, kurangnya akses bebas dan terbuka untuk lembaga kemanusiaan internasional mengakibatkan sulitnya mendapatkan informasi yang tepat waktu dan akurat pada skala masalah pengungsi di Papua. Menurut informasi yang diterima dari kelompok masyarakat sipil Papua, pemindahan pendududuk tersebut telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang berkembang di daerah-daerah konflik terpencil.

Penangkapan

264 orang ditangkap karena memperingati 1 Mei

Kelompok masyarakat sipil Papua melaporkan penangkapan 264 orang di Manokwari, Jayapura, Merauke dan Kaimana sehubungan dengan peringatan ulang tahun ke-52 dari perpindahan administrasi Papua ke Indonesia. Terdapat laporan penganiayaan dan intimidasi kepada para demonstran. Dua orang anggota Komite Nasional Papua Barat, KNPB di Kaimana dan satu mahasiswa di Manokwari masih berada dalam tahanan.

Manokwari

Pada tanggal 30 April, 12 anggota KNPB ditangkap karena menyebarkan selebaran tentang aksi peringatan damai yang direncanakan untuk hari berikutnya. Polisi Manokwari menembakkan empat tembakan peringatan pada saat penangkapan. Keempat orang tersebut telah dibebaskan tanpa tuduhan.

Pada tanggal 1 Mei, demonstrasi yang dipimpin oleh KNPB serta kelompok yang berbasis Manokwari dibubarkan secara paksa oleh aparat Brimob dan Polres Manokwari. Pada sekitar pukul 08:00 waktu setempat, aparat Brimob menangkap 79 demonstran, secara paksa menyeret mereka ke truk polisi dan memukuli mereka pada saat penangkapan. Pada pukul 09:30, kelompok kedua demonstran berkumpul di depan kampus Universitas Negeri Papua, UNIPA untuk melakukan pawai ke kantor Dewan Adat Papua, DAP. Di tengah perjalanan pawai, para demonstran dihentikan oleh aparat Brimob. Mereka ditangkap serta ditendang dan dipukuli dengan papan kayu. Mayoritas dari 126 orang yang ditangkap adalah mahasiswa.

Mereka yang ditahan disuruh duduk di lapangan terbuka di bawah terik matahari di selama beberapa jam. Empat orang dipilih dan dibawa ke kantor Polres Manokwari karena dilaporkan membawa senjata tajam, sedangkan sisanya dibebaskan. Tiga dari empat yang ditahan akhirnya dibebaskan tanpa tuduhan. Domingus Babika, seorang mahasiswa UNIPA, diyakini masih ditahan di kantor Polres Manokwari.

Jayapura

Pada tanggal 1 Mei, demonstran yang berkumpul di depan kampus Universitas Cenderawasih, UNCEN di Waena dibubarkan  secara paksa oleh aparat Polresta Kota Jayapura. Sebanyak 30 orang ditahan dan dibawa ke pos polisi di desa Buton di Jayapura. Tiga anggota KNPB, Bazooka Logo, Ogram Wanimbo dan Yoner Uwaga dipisahkan dari kelompok dan dibawa ke Polda Papua. Semua tahanan telah dibebaskan.

Merauke

Menurut laporan KNPB, pada tanggal 1 Mei, 15 orang ditangkap di Merauke sehubungan dengan kegiatan peringatan 1 Mei. Pukul 01:00, Polres Merauke menggerebek kantor KNPB Merauke dan menangkap 13 anggota KNPB serta dua tokoh masyarakat, termasuk Ibu Panggresia Yeem, Kepala Parlemen Rakyat Daerah, DPRD Merauke. Mereka telah dibebaskan tanpa tuduhan.

Kaimana

Pada tanggal 1 Mei, KNPB dan demonstran PRD yang berkumpul di kantor sekretariat KNPB Kaimana untuk memperingati 1 Mei dibubarkan secara paksa oleh aparat Polres Kaimana. Polisi menggerebek sekretariat dan menembakkan tembakan peringatan. Polisi diduga mencoba untuk membakar sekretariat, tapi api dipadamkan oleh anggota KNPB. Polisi menangkap dua pemimpin KNPB, yaitu Ruben Furay dan Sepi Surbay, yang masih diyakini berada di tahanan.

Lima ditahan selama tiga minggu atas tuduhan melakukan makar

Pengacara hak asasi manusia dengan KontraS Papua (Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan Papua) melaporkan penahanan terhadap lima orang selama tiga minggu atas tuduhan makar setelah pertemuan dengan Menteri Pertahanan Indonesia, Jenderal Ryamizard Ryacudu.

Pada tanggal 10 April, pertemuan diadakan di Kementerian Pertahanan di Jakarta antara Jenderal Ryacudu dan empat orang delegasi dari Komisi Independen Papua, KIP. KIP menyatakan bahwa ia bertindak sebagai fasilitator bagi gerakan pro-kemerdekaan Republik Federal Negara Papua Barat, NFRPB. Pertemuan antara menteri dan Dr Don Flassy, ​​Dr Lawrence Mehue, Mas Jhon Ebied Suebu dan Onesimus Banundi difasilitasi oleh Heni Tan Fere, anggota staf Kesatuan Bangsa dan Politik, Kesbangpol di Papua. Biaya perjalanan untuk empat orang untuk menghadiri pertemuan dilaporkan dibayar oleh Departemen Pertahanan. Pertemuan tersebut dilaporkan berlangsung secara singkat tapi ramah, dengan anggota KIP menyerahkan beberapa surat yang menjelaskan mandat dan tujuan dari KIP dan NFRPB.

Pada tanggal 14 April, empat anggota KIP kembali ke Jayapura. Sebuah konferensi pers tentang pertemuan dengan Ryacudu diselenggarakan oleh Fere pada hari yang sama. Namun, sebelum konferensi pers dimulai, empat orang anggota KIP dan Fere ditangkap oleh polisi dan dibawa ke Polres Jayapura. Polisi menyatakan bahwa mereka ditangkap berdasarkan informasi yang diterima yang menyatakan bahwa mereka memiliki relasi dengan Melanesian Spearhead Group (MSG). Kemudian pada hari yang sama, mereka dipindahkan ke Polda Papua dan diinterogasi selama empat jam. Seorang pria lain, Elias Ayakeding juga ditangkap pada hari yang sama karena keterlibatannya dengan KIP.

Flassy, Mehue dan Fere diizinkan untuk pulang dan diperintahkan untuk melapor ke kantor polisi keesokan harinya. Namun Suebu, Banundi dan Ayakeding tetap ditahan.

Keesokan harinya, pada tanggal 15 April, Flassy dan Mehue didakwa melakukan makar berdasarkan Pasal 106 KUHP. Suebu dan Banundi didakwa melakukan makar dan pemberontakan di bawah Pasal 106 dan 108 KUHP. Ayakeding didakwa melakukan makar dan penghasutan di bawah Pasal 106 dan 160. Sementara Heni Tan Fere dibebaskan dari tuduhan, tetapi polisi menyatakan bahwa dia masih dalam proses penyelidikan.

Pada 5 Mei, pengacara KontraS Papua melaporkan bahwa lima orang telah dibebaskan dengan jaminan, tetapi tetap berada di bawah tahanan kota dan wajib melapor ke polisi seminggu sekali. Mereka tetap berisiko atas penangkapan kembali dan penuntutan.

Dua orang ditangkap dan disiksa karena kepemilikan pistol di Lani Jaya

Informasi yang diterima dari Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Papua, JAPH & HAM menyatakan adanya penahanan dan penyiksaan terhadap dua orang Papua, Kamori Murib dan Kelpis Wenda dari Kabupaten Lani Jaya. Mereka ditangkap dan disiksa dalam kaitannya dengan kepemilikan pistol. Meskipun Murib ditangkap pada bulan Desember 2014 dan Wenda pada bulan Februari 2015, namun pekerja hak asasi manusia baru mendapatkan informasi mengenai kasus ini.

Kedua orang tersebut diminta untuk menyerahkan pistol milik seorang kerabat yang meninggal dunia dari Dewan Perwakilan Rakyat Papua, DPRP di Kabupaten Puncak Jaya. Saat kejadian, Lukas Enembe, Gubernur Provinsi Papua telah mendesak mereka yang memiliki senjata api untuk menyerahkannya kepada otoritas pemerintah. Pistol itu ditemukan oleh Wenda di lemari dalam honai (rumah tradisional Papua) milik kerabat mereka yang telah meninggal dunia. Murib kemudian menyerahkan pistol itu ke otoritas DPRP.

Pada tanggal 9 Desember 2014, Murib pergi dari Lani Jaya menuju Wamena dengan menggunakan sepeda motor untuk menyerahkan pistol milik kerabatnya yang telah meninggal dunia kepada otoritas DPRD. Dalam perjalanan ke Wamena, terdapat pemeriksaan polisi di luar kantor Polsek Pirime. Khawatir akan muncul mencurigakan karena membawa pistol, Murib turun dari sepeda motornya, mengangkat tangan dan mengatakan kepada polisi bahwa ia membawa pistol dan ingin menyerahkannya kepada DPRD. Setelah mendengar pengakuannya, polisi memukuli Murib dan menyeretnya ke kantor polisi.

Lima petugas Brimob terus menyiksanya selama beberapa jam. Setelah mencukur rambutnya dengan pisau bayonet, aparat Brimob memangkas kepalanya dan mengusap luka berdarah dengan cabe. Setelah itu, lukanya disiram dengan air mendidih sebanyak lima kali. Pahanya disayat empat kali dengan pisau bayonet. Ujung jari kaki kirinya dan bagian kedua telinganya dipotong. Dia disiram dengan air mendidih yang mengakibatkan luka bakar serius. Ia juga dipukuli di punggung dan tulang rusuk dengan senjata senapan.

Di bawah pengamanan ketat, Murib kemudian dikirim ke Rumah Sakit Umum Wamena untuk menjalani perawatan medis. Sementara menjalani perawatan di Wamena, tangannya diborgol dan tetap berlangsung selama lebih dari dua bulan. Setelah menerima perawatan, ia dibawa ke kantor Polres Jayawijaya dan ditahan di sel tahanan.

Keesokan harinya, pada tanggal 10 Desember 2014, di bawah pengawasan ketat polisi, ia diterbangkan ke Jayapura untuk mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara. Murib tetap di Rumah Sakit Bhayangkara selama dua bulan. Di sana, ia menjalani penyiksaan lebih lanjut dan pemukulan. Dia dipaksa memakan tulang ikan dan tulang ayam serta disiram air mendidih sebanyak tiga kali. Sepanjang waktu di Rumah Sakit Bhayangkara, ia terus telanjang.

Pada 16 Februari 2015, Murib dibawa ke Polda Papua di Jayapura. Dia kemudian diizinkan untuk memakai pakaian dan borgolnya dibebaskan. Setelah ditahan selama 40 hari lebih, ia dibawa kembali ke Wamena. Pada tanggal 27 April sidang Murib dimulai, tapi ia tidak bisa menghadirinya karena sakit parah. Dokter di Wamena yang mengobati Murib menyatakan bahwa ia menderita trauma.

Kelpis Wenda, seorang teman Murib, ditangkap pada dua kesempatan terpisah setelah penangkapan Murib ini. Karena polisi tidak memberitahu keluarga Murib tentang penangkapannya, Wenda berusaha untuk mencari Murid yang hilang dengan mendatangi Polres Lani Jaya.  Aparat polisi menyatakan tidak mengetahui keberadaan Murib ini.

Dalam upaya mencari Murib, Wenda pertama kali ditangkap pada bulan Februari 2015. Pada saat penangkapan, ia dipaksa ke masuk ke dalam kendaraan dengan diseret di tanah dan dipukuli dengan popor senapan di bagian perut bagian atas. Dalam tahanan, ia mengalami penyiksaan lebih lanjut. Kuku tangan kirinya sepanjang dua puluh tujuh sentimeter di palu dengan papan kayu hingga mencapai tulang. Dia kehilangan dua gigi dan menderita luka akibat wajahnya dipukuli dengan popor senapan. Jempol kaki kiri rusak dan punggungnya dipukul dengan kursi. Dia juga dipukuli dengan papan kayu.

Hari berikutnya, Wenda dibawa ke Polda Papua di Jayapura untuk interogasi lebih lanjut. Ia dibawa kembali ke Wamena dan dilepaskan tak lama setelah itu. Namun pada tanggal 17 Maret 2015, ia ditangkap lagi saat Murib, berada dalam tahanan dan di bawah penyiksaan, mengakui bahwa Wenda mengetahui banyak informasi tentang pistol.

Kedua laki-laki tersebut sedang menunggu persidangan dan ditahan di penjara Wamena. Tidak jelas apa yang tuduhan yang mereka hadapi.

Penangkapan dan penyiksaan terhadap anggota gereja Pirime selama serangan militer dan polisi

Laporan yang diterima dari Sekretariat Keadilan Perdamaian Dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC Jayapura) menggambarkan serangan militer dan polisi di kabupaten Pirime pada bulan Januari tahun lalu. Tiga orang dilaporkan tewas dan tiga orang lainnya disiksa. Pasukan keamanan dari tentara dan polisi dilaporkan melakukan penggerebekan di tujuh desa di Kurilik, kabupaten Pirime sebagai pembalasan atas tuduhan pencurian delapan senjata api dari pos polisi Kurilik di 24 Januari 2014.

Dua hari setelah tuduhan pencurian, pada tanggal 26 Januari 2014, puluhan perwira militer dan polisi menggerebek sebuah gereja yang sedang menyelenggarakan layanan Minggu. Menurut seorang saksi mata, pasukan keamanan memaksa peserta gereja untuk berbaring di tanah dan mengancam akan membunuh mereka. Pasukan keamanan kemudian dilaporkan melepaskan tembakan, yang mengakibatkan kematian dua anggota jemaat – Yukilek Tabuni dan Tigabut Tabuni. Menurut laporan yang diterima, dua orang lainnya juga menghadapi kekerasan sewenang-wenang selama serangan itu. Pendeta Pamit Wonda dan Les Murib, kepala desa, masing-masing ditikam beberapa kali dengan pisau bayonet. Seorang perempuan Papua, Yulina Wonda, dipukuli dan menderita memar di seluruh tubuhnya.

Oktovianus Tabuni, seorang anak berusia 15 tahun, dan Cabang Tabuni, yang berusia 19 tahun, ditangkap dan ditahan di sel polisi di Puncak Jaya. Pasukan keamanan menyiksa dua remaja ini untuk memaksa mereka untuk mengakui keterlibatan dalam pencurian senjata api yang berlangsung pada tanggal 24 Januari 2014. Oktovianus ditembak delapan kali di lutut dan perut sementara Cabang ditembak 12 kali di lengan, dada dan lutut. Kedua remaja itu kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara, di Kota Raja, Jayapura untuk menerima perawatan medis atas luka tembak mereka.

Berdasarkan laporan dari sumber-sumber lokal, Cabang tidak dioperasi dan sengaja dibiarkan meninggal dunia. Pada tanggal 29 Juli 2014, Cabang meninggal dunia setelah lebih dari enam bulan menderita luka tembak serius tanpa menerima perawatan medis yang memadai. Polisi diduga mencoba melakukan pemakaman tanpa sepengetahuan keluarganya dan telah meminta bantuan dari Kepala Majelis Rakyat Papua, MRP Timotius Morip untuk melakukannya. Namun, Morip menolak dan memberitahu keluarga almarhum. Setelah itu jenazahnya diserahkan kepada keluarga.

Laporan menjelaskan bahwa Oktovianus dioperasi di Rumah Sakit Bhayangkara, tetapi ia terus menderita nyeri di perut dan lutut. Setelah menerima berita tentang kematian Cabang Tabuni, pekerja hak asasi manusia setempat khawatir bahwa jika Oktavianus dibiarkan di bawah asuhan polisi, ia juga akan dibiarkan meninggal dunia karena luka-lukanya tidak mendapatkan perawatan medis cukup. Mereka menyuap 12 petugas polisi dan staf medis agar diizinkan untuk mengambil Oktovianus keluar dari rumah sakit untuk berobat di tempat lain. Pada 3 Agustus, Oktovianus diam-diam dibawa keluar dari rumah sakit dan tersembunyi di rumah aman di Jayapura.

Pada tanggal 5 Agustus, pekerja hak asasi manusia membawanya ke Vanimo di Papua Nugini untuk mendapatkan operasi karena sakit terus menerus dalam perut dan lututnya. Ketika dokter melakukan x-ray pada Oktovianus, mereka menemukan sepasang penjepit bedah di perutnya di mana ia sebelumnya telah dioperasi di Rumah Sakit Bhayangkara. Hari berikutnya, Oktovianus dioperasi untuk mengangkat klem bedah dari perutnya. Pekerja hak asasi manusia melaporkan bahwa ditemukan paket kecil yang diduga mengandung racun, melekat pada sepasang klem bedah. Sinar-X dari lututnya kabarnya juga menunjukkan tanda-tanda keracunan kimia dalam saraf. Namun, dokter tidak dapat melakukan operasi pada lututnya, dilaporkan karena tekanan dari pemerintah Vanimo lokal. Pemerintah setempat telah memerintahkan staf rumah sakit untuk tidak mengoperasi Oktovianus sampai identitasnya disebutkan secara jelas. Pekerja hak asasi manusia menyatakan bahwa orang orang Papua Barat yang tinggal di Papua Nugini sering didiskriminasi dan tidak mendapatkan layanan penting seperti perawatan medis.

Pekerja hak asasi manusia melaporkan bahwa operasi cedera lutut Oktovianus belum dioperasi. Ia juga membutuhkan transfusi karena kehilangan darah yang parah akibat luka yang dideritanya.

Menurut laporan SKPKC Jayapura, sebanyak 12.000 orang masih mengungsi karena serangan militer di distrik Pirime. Ada kekhawatiran bahwa mereka menghadapi kelaparan, penyakit dan stres traumatis akibat penggerebekan dan pemindahan berikutnya.

Wartawan Majalah Selangkah ditangkap karena memakai t-shirt “Free West Papua”

Pada tanggal 30 April, Yohanes Kuayo, wartawan situs berita Papua Majalah Selangkah ditangkap di Nabire karena mengenakan t-shirt dengan slogan “Free West Papua”. Dia ditangkap sekitar pukul 12.00 di luar Rumah Sakit Umum Nabire, saat ia melaporkan tiga anggota TPN-OPM yang mengaku telah ditembak oleh polisi Nabire. Polisi menyita handphone, laptop dan barang-barang lain milik Kuayo dan membawanya ke kantor Polres Nabire. Pada pukul 12:30, rekan-rekannya tiba di kantor dan menjamin pembebasannya. Ketika ditanya alasan penangkapannya, Komandan Tim Polisi Khusus menjelaskan bahwa penangkapan tersebut dikarenakan Kuayo mengenakan kemeja dengan slogan “Free West Papua”. Menurut etika dan standar jurnalisme internasional, wartawan diminta untuk tidak memakai pakaian dengan slogan politik atau afiliasi tertentu.

Penangkapan pada Dunia Hari Aksi demonstrasi di Jayapura dan Manokwari; 4 orang ditangkap

Pada tanggal 29 April, 22 demonstrasi diadakan di 10 negara menyerukan akses bebas dan terbuka untuk Papua bagi jurnalis internasional, pengamat hak asasi manusia dan lembaga-lembaga kemanusiaan. Sementara demonstrasi di kota-kota lain berlangsung aman, di Jayapura dan Manokwari 4 orang ditangkap dalam demonstrasi serupa.

Jayapura

Menurut laporan dari Gerakan Mahasiswa Pemuda Rakyat Papua, Gempar yang mengorganisir demonstrasi di Jayapura, polisi melarang demonstran untuk melakukan long march. Demonstran mahasiswa awalnya bermaksud untuk rally dari kampus mereka di Waena dan Abepura ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua, DPRP di mana mereka akan mengadakan pidato. Karena pembatasan ini, demonstran dipaksa untuk mengadakan demonstrasi di tempat yang dijaga ketat oleh polisi bersenjata lengkap. Meskipun demonstran Gempar mengajukan pemberitahuan demonstrasi untuk polisi seminggu sebelum acara, mereka diberitahu bahwa mereka tidak memiliki izin dan akan dibubarkan paksa jika mereka berusaha untuk melanjutkan perjalanan ke kantor DPRP.

Manokwari

Informasi dari LP3BH Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum menginformasikan penahanan empat orang mahasiswa pada 29 April yang berpartisipasi dalam demonstrasi di Manokwari. Mereka dibebaskan beberapa jam kemudian.

Sebagai suatu tindakan solidaritas dengan Hari Aksi Global, pada tanggal 29 April, LP3BH memasang spanduk dukungan luar kantor mereka di Manokwari. Pada hari yang sama, Semuel Yensenem, seorang anggota staf LP3BH, dilaporkan diikuti oleh perwira intelijen ketika ia meninggalkan kantor. Hari berikutnya, seorang perwira tentara dari Komando Distrik Militer Manokwari (Komando Distrik Militer, Kodim) mengunjungi kantor LP3BH. Dia mempertanyakan Yensenem mengenai kegiatan dan pendanaan dan pergi tak lama setelah itu.

Tiga orang ditangkap karena membersihkan taman memorial

Pada 28 April, tiga orang ditangkap sewenang-wenang oleh aparat Brimob saat mereka membersihkan taman bunga di Nabire. Majalah Selangkah melaporkan bahwa Martinus Pigai, Anton Pigome dan Marthen Iyai membersihkan taman dalam mempersiapkan doa yang akan diadakan di taman dalam rangka memperingati 100 hari meninggalnya pemimpin gereja Pastor Nato Gobay, serta acara sosialisasi kecanduan alkohol dan HIV / AIDS yang akan diselenggarakan pada awal Mei. Pada hari berikutnya, ketiga orang itu dibebaskan tanpa tuduhan

Aktivis hak asasi manusia Yones Douw mengatakan Majalah Selangkah bahwa polisi telah menangkap tiga orang yang dicurigai terlibat dalam kegiatan peringatan 1 Mei terkait. Douw juga mencatat bahwa taman bunga, yang dikenal sebagai “Taman Bunga Rakyat Papua”dikenal sebagai tempat kegiatan politik.

Pembebasan

Lendeng Omu dibebaskan

Menurut sumber-sumber hak asasi manusia lokal, pada tanggal 22 Maret 2015, aktivis hak asasi manusia Lendeng Omu dibebaskan dari penjara Wamena. Pada tanggal 21 Mei 2014, Omu ditangkap polisi Yahukimo Daerah sehubungan dengan afiliasinya dengan KNPB. Dia dipukuli, ditendang dan dipukul dengan popor senapan sebelum akhirnya ditangkap dan ditahan di kantor Polres Yahukimo. Dia telah dijatuhi hukuman satu tahun penjara untuk tindak pidana penganiayaan di bawah tuduhan Pasal 351 KUHP Indonesia.

Tahanan tindakan makar Sarmi dibebaskan

Informasi yang diterima dari sumber-sumber lokal melaporkan bahwa Isak Demetouw (alias Alex Makabori), Niko Sasomar dan Sileman Teno yang dibebaskan pada bulan April setelah hukuman penjara mereka berakhir. Ketiga orang itu dihukum bersama satu orang lainnya, Daniel Norotouw, karena tuduhan  berkonspirasi untuk melakukan makar dan kepemilikan senjata. Pada 1 Februari 2014, Norotouw, dibebaskan setelah hukuman penjara satu tahunnya selesai. Sumber-sumber lokal melaporkan bahwa aparat keamanan telah mendakwa mereka dengan bukti palsu.

Pengadilan politik dan ringkasan kasus

Tahanan Bendera Sami Melanesia dihukum 1,5 tahun tahanan kota

Pada tanggal 22 April, Edison Werimon dan Soleman Fonetaba masing-masing dihukum satu dan setengah tahun tahanan kota dikurangi waktu tahanan setelah dinyatakan bersalah berkomplot melakukan makar. Hukuman tahanan kota melarang mereka meninggalkan Kabupaten Sarmi. Karena mereka sudah berada di bawah tahanan kota sejak 23 Juli 2014, maka hukuman mereka akan berakhir pada tanggal 23 Januari 2016. Kedua orang ini telah sejak mengajukan banding atas hukuman mereka ke Pengadilan Tinggi Sarmi.

Laporan kasus penggalangan dana Yahukimo mengungkapkan lebih dari ratusan orang ditahan, puluhan orang disiksa

Informasi yang diterima dari KNPB melaporkan bahwa dari tanggal 19-21 Maret, lebih dari seratus orang ditangkap dan puluhan orang disiksa dalam kaitannya dengan acara penggalangan dana selama seminggu untuk korban Topan Pam di Vanuatu. Dalam perkembangan Maret, kami melaporkan terjadinya penangkapan kepada 21 orang dan penembakan kepada sedikitnya enam orang oleh aparat Brimob Polda Papua. Informasi terbaru menegaskan bahwa terdapat lebih banyak orang ditangkap dan disiksa daripada yang diperkirakan sebelumnya. Situasi di Yahukimo masih tidak stabil.

Menurut laporan itu, saksi menggambarkan penangkapan massal terhadap lebih dari seratus orang dari tanggal 19-21 Maret. Laporan ini berisi informasi tentang enam orang yang ditembak dan 26 orang yang disiksa di tahanan. Tujuh dari mereka yang ditangkap dan mengalami penyiksaan atau perlakuan buruk adalah perempuan. Kesaksian dari salah satu tahanan menggambarkan bagaimana mereka berulang kali disiksa selama dua hari oleh kelompok polisi. Seorang polisi dilaporkan mengejek para tahanan dengan mengangkat Alkitab, meminta agar “Tuhan untuk membantu mereka” dan kemudian melanjutkan untuk merobek Alkitab.

Laporan ini juga menggambarkan bagaimana pada 19-21 Maret Yahukimo polisi dan tentara yang menyediakan tempat tinggal dan makanan untuk orang-orang non-Papua selama operasi pencarian di rumah-rumah adat keluarga Papua. Sumber-sumber lokal memperkirakan bahwa sekitar 8.000 penduduk asli Papua telah melarikan diri dari kekerasan di Yahukimo dan masih mengungsi.

Kasus yang menjadi perhatian

Polisi berusaha membubarkan seminar ULMWP di Kaimana

Pada 14 April, polisi berusaha membubarkan seminar sosialisasi dari Gerakan Serikat Pembebasan Papua Barat (ULMWP) di Kabupaten Kaimana. Seminar yang dihadiri oleh para pemimpin politik, agama dan adat diganggu oleh aparat Polres Kaimana. Aparat berusaha untuk menyita bahan-bahan ULMWP termasuk megafon, bahan seminar serta banner yang telah dicetak. Setelah dua jam melakukan negosiasi dengan polisi, seminar diizinkan untuk berlanjut.

Berita

Aksi Global di 22 kota mendesak akses bebas dan terbuka ke Papua

Pada tanggal 29 April, ratusan demonstran dari 22 kota di 10 negara yang berbeda melakukan protes 50 tahun isolasi di Papua Barat. Demonstran meminta pemerintah Indonesia untuk membuka akses ke Papua bagi jurnalis internasional, pengamat hak asasi manusia dan lembaga-lembaga kemanusiaan. Demonstrasi berlangsung antara lain di Jayapura, Manokwari, Wamena, Jakarta, London, Honiara, Melbourne, New York, Berlin dan Paris. Dalam hubungannya dengan acara “Aksi Global untuk Papua” ini, sebuah surat bersama yang ditandatangani oleh 52 organisasi dan anggota parlemen dikirim kepada Presiden Joko Widodo menuntut akses bebas dan terbuka untuk Papua dan untuk mengakhiri kekerasan terhadap jurnalis di Papua Barat.

Tahanan politik Papua bulan April 2015

No Tahanan poltik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Ruben Furay 1 Mei 2015 Belum jelas Penyelidikan polisi tertunda Kaimana 1 Mei 2015 Belum jelas Belum jelas Kaimana
2 Sepi Surbay 1 Mei 2015 Belum jelas Penyelidikan polisi tertunda Kaimana 1 Mei 2015 Belum jelas Belum jelas Kaimana
3 Domingus Babika 1 Mei 2015 Belum jelas Penyelidikan polisi tertunda Manokwari 1 Mei 2015 Belum jelas Belum jelas Polres Manokwari
4 Dr Don Flassy* 14 April 2015 Pasal 106, 55(1),53(1) Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Belum jelas Belum jelas Tahanan kota Jayapura
5 Dr Lawrence Mehue* 14 April 2015 Pasal 106, 55(1),53(1) Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Belum jelas Belum jelas Tahanan kota Jayapura
6 Mas Jhon Ebied Suebu* 14 April 2015 Pasal 106, 108(2), 55(1), 53(1) Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Belum jelas Belum jelas Tahanan kota Jayapura
7 Onesimus Banundi* 14 April 2015 Pasal 106, 108(2), 55(1), 53(1) Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Belum jelas Belum jelas Tahanan kota Jayapura
8 Elias Ayakeding* 14 April 2015 Pasal 106, 160 Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Belum jelas Belum jelas Tahanan kota Jayapura
9 Kelpis Wenda 17 Maret 2015 Belum jelas Menunggu persidangan Penyiksaan Lanny Jaya Belum jelas Ya Wamena
10 Kamori Murib 9 Desember 2014 Belum jelas Menunggu persidangan Penyiksaan Lanny Jaya Belum jelas Ya Wamena
11 Areki Wanimbo 6 Agustus 2014 Pasal 106 dan 110 Dalam persidangan Penagkapan wartawan Prancis di Wamena Belum jelas Ya Wamena
12 Yosep Siep 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 1 tahun Boikot Pilpres di Pisugi Ya Ya Wamena
13 Ibrahim Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 1 tahun Boikot Pilpres di Pisugi Ya Ya Wamena
14 Marsel Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 1 tahun Boikot Pilpres di Pisugi Ya Ya Wamena
15 Yance Walilo 9 Juli 2014 Pasal187, 164 1 tahun Boikot Pilpres di Pisugi Ya Ya Wamena
16 Yosasam Serabut 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 1 tahun Boikot Pilpres di Pisugi Ya Ya Wamena
17 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyelidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
 18 Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
19 Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
20 Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
21 Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
22 Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
23 Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
24 Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
25 Soleman Fonataba* 17 Desember 2013 Pasal 106, 110)1, 53, 55 1.5 tahun tahanan kota, banding tertunda Penangkapan Sarmi 2013 bendera Melanesia Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
26 Edison Werimon* 13 Desember 2013 Pasal 106, 110)1, 53, 55 1.5 tahun tahanan kota, banding tertunda Penangkapan Sarmi 2013 bendera Melanesia Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
27 Piethein Manggaprouw 19 Oktober 2013 Pasal 106, 110 2 tahun Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
28 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
29 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan  6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
30 Markus Sawias 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
31 George Syors Simyapen 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
32 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
33 Isak Klaibin 30 April

2013

Pasal 106, 107, 108, 110, 160 and 164 3 tahun dan 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
34 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56,  UU 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
35 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
36 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
37 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
38 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
 39 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya No Wamena
40 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
41 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
42 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
43 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
44 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

* Walaupun para tahanan tersebut telah ditangguhkan, mereka terus menghadapi dakwaan dan masih diselidiki polisi. Karena mereka menghadapi resiko besar ditangkap kembali, kami akan terus memantau perkembangan dalam kasus-kasus ini.

Share

Maret 2015: Rencana untuk meningkatkan kehadiran Brimob, sementara tindakan kekerasan baru muncul

Ringkasan

Pada akhir Maret 2015, setidaknya ada 38 tahanan politik di penjara Papua.

Pada tanggal 6 Maret, seorang siswa SMA dan aktivis Komisi Nasional Papua Barat (KNPB) yang berumur 17 tahun, Deni Bahabol diculik, disiksa dan dibunuh kemudian mayatnya dibuang ke dalam sebuah sungai di kabupaten Yahukimo. Laporan awal mengindikasikan keterlibatan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam pembunuhan tersebut. Pembunuhan Bahabol serupa dengan kasus Martinus Yohame pada bulan Agustus 2014. Yohame, juga seorang aktivis KNPB dan aktif dalam memimpin demonstrasi damai, menderita nasib yang sama.

Pada tanggal 19 hingga 21 Maret, anggota Polda Papua dan Brigade Mobil (Brimob) dibawah perintah Kapolda Irjen Pol Yotje Mende dikerahkan dari Jayapura ke Yahukimo untuk membubarkan secara paksa, menembak dan menangkap orang Papua yang mengambil bagian dalam kampanye damai untuk mengumpulkan dana untuk korban Siklon Pam di Vanuatu. Setidaknya 21 orang ditangkap dan enam orang ditembak. Seorang kepala kampung, Obang Sengenil, yang berumur 48 tahun, meninggal akibat luka tembak.

Dalam insiden lain di Jayapura, empat pemuda Papua berumur 14 hingga 23 tahun diserang oleh anggota Brimob. Salah satu darinya, Lesman Jigibalom, diketahui berada dalam kondisi kritis akibat penyiksaan.

Tindakan polisi yang sewenang-wenang pada bulan ini – dari menembak orang yang mengumpulkan dana di Yahukimo hingga menyiksa dan memukul empat pemuda tanpa alasan di Jayapura – menyoroti sikap kepolisian yang tidak patuh dengan hukum dan sembrono di Papua. Dinamika melakukan tindakan penyiksaan, kekerasan dan penangkapan menumbuhkan budaya ketakutan dan ketidakpercayaan antara orang asli Papua.

Meskipun tuntutan akuntabilitas dari kelompok masyarakat sipil Papua bagi kasus-kasus kekerasan negara ini terus menguat, polisi masih belum melakukan investigasi. Kurangnya kemauan politik untuk mendapatkan transparansi dan akuntabilitas bagi kasus-kasus kekerasan negara memastikan bahwa pelaku menikmati impunitas total. Bukannya menangani pelanggaran yang sudah lama dilakukan oleh aparat militer Indonesia di Papua, pihak otoritas telah memilih untuk meningkatkan militerisasi dengan rencana baru untuk membangun Markas Komando Brimob baru di Wamena. Kelompok solidaritas berbasis di Jakarta, PapuaItuKita, menerbitkan pernyataan sepuluh-poin untuk menolak rencana baru ini, menyatakan bahwa peningkatan kehadiran anggota Brimob hanya akan berfungsi untuk memperkeruh daerah tersebut.

Pada 2 Maret, ratusan anggota aparat keamanan bersenjata membubarkan acara sosialisasi damai dengan paksa dan menahan setidaknya tiga orang di Jayapura. Acara tersebut, dengan tema “Mencari Kembali Identitas Papua di Melanesia,” diorganisir oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yang terdiri dari faksi yang berbeda dari gerakan pro-kemerdekaan Papua. Dalam pernyataan kepada pers Papua bulan ini, Kapolda Irjen Pols Yotje Mende menyatakan bahwa KNPB harus dilarang karena mendukung kemerdekaan Papua. Ketiadaan sikap toleransi dari aparat keamanan terhadap demonstrasi dan pertemuan terkait dengan kemerdekaan Papua – meskipun bersifat damai – adalah pelanggaran hak-hak kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Indonesia.

Penangkapan

Penggalang dana untuk korban Siklon Pam ditembak dan ditangkap di Yahukimo; tiga ditangkap di Timika

Yahukimo

Informasi diterima oleh beberapa sumber hak asasi manusia dan media melaporkan bahwa pada tanggal 19 hingga 21 Maret setidaknya 21 orang ditangkap dan enam orang ditembak oleh anggota Polda Papua dan Brimob di kabupaten Yahukimo karena mengumpulkan dana untuk korban Siklon Pam di Vanuatu. Setidaknya satu orang, Obang Sengenil, seorang kepala kampung yang berumur 48 tahun, meninggal dunia akibat luka tembak. Sementara laporan menunjukkan bahwa kebanyakan yang ditangkap sudah dibebaskan, namun belum jelas beberapa orang yang masih ditahan di Polres Yahukimo.

Minggu sebelumnya, sejak tanggal 11 hingga 19 Maret, KNPB Yahukimo telah mengkoordinasikan penggalangan dana yang melibatkan anggota masyarakat dan aktivis KNPB.

Menurut Majalah Selangkah, pada tanggal 19 Maret acara ibadah direncanakan pada jam 15:00, sebagai bagian dari upacara penutupan Minggu tersebut. Pada pukul 09:25, aparat keamanan yang terdiri dari anggota Polda Papua dan Brimob menembak ke arah kerumunan yang telah berkumpul dalam persiapan acara ibadah itu. Tabloid Jubi melaporkan bahwa Isai Dapla, seorang anggota KNPB yang berumur 37 tahun, menderita luka tembak di dadanya, sementara Salomon Pahabol, seorang guru SD, ditembak di kaki kirinya. Elias Kabak, seorang anggota KNPB yang berumur 40 tahun ditangkap. Aparat keamanan dilaporkan menyita barang milik KNPB termasuk spanduk, megafon dan sebuah kamera, termasuk juga dana yang telah dikumpulkan.

Sebagai pembalasan, senjata api milik seorang anggota polisi Yahukimo dirampas oleh massa. Menurut kepala Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Yahukimo, Aminus Balingga, seperti dilaporkan di Jubi, senjata api tersebut sudah dikembalikan kepada polisi oleh anggota KNPB Yahukimo pada 21 Maret. Terdapat juga laporan bahwa masyarakat non-Papua diserang dan menderita luka-luka saat keributan itu.

Laporan media mengatakan bahwa sekitar pukul 15:10 WIT, aparat keamanan menembak empat orang lagi dan menangkap 16 orang lainnya. Satu dari empat orang yang ditembak, Obang Sengenil, meninggal dunia akibat luka-lukanya. Titus Giban, seorang guru SD berumur 39 tahun, Simon Giban, seorang kepala kampung berumur 42 tahun, dan Inter Segenil, seorang siswa SMA berumur 16 tahun, menderita luka tembak yang serius. Sumber setempat melaporkan bahwa dari 16 orang ditangkap, terdapat diantaranya menjadi anggota KNPB. Terdapat laporan yang belum dapat dikonfirmasikan bahwa 16 orang yang ditahan itu mungkin disiksa pada saat penangkapan dan dalam penahanan di Polres Yahukimo.

Pada tanggal 21 Maret, Polres Yahukimo dan anggota Brimob menangkap empat orang – Yason Balingga, Yeniut Bahabol, Nefen Balingga, dan seorang yang belum jelas namanya. Sumber setempat melaporkan bahwa polisi juga melakukan operasi pencarian di daerah sekitar, dan merusak serta merampok beberapa rumah. Dilaporkan bahwa ribuan orang asli Papua melarikan diri dari kekerasan dan menyembunyikan diri di hutan.

Pada tanggal 30 Maret, Forum Independen Mahasiswa dan Pemuda Kabupaten Yahukimo (FIMPY) mengadakan demonstrasi melibatkan mahasiswa dan masyarakat Yahukimo yang menyerukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua (DPRP) untuk melakukan investigasi atas kejadian tersebut.

Timika

Pada tanggal 13 Maret, tiga orang yang menggalang dana untuk korban Siklon Pam ditangkap di Timika. Else Rumrawer, Yuli Adokor dan Yuliana Inggobou ditahan di Polres Mimika. Belum jelas apakah mereka masih ditahan atau tidak.

Anggota Brimob menyiksa dan memukul empat pemuda

Suara Papua melaporkan bahwa pada tanggal 18 Maret empat pemuda Papua diserang di Jayapura oleh 11 anggota Brimob yang bersenjata dan berpakaian preman. Laporan media mengindikasi bahwa mereka diserang tanpa alsan.

Timotius Tabuni, berumur 17 tahun, dihentikan di depan pasar Cigombong di Kotaraja dan dipaksa untuk menyerahkan kunci motor kepada anggota Brimob. Dia dipukul dengan popor senjata dan ditikam dengan sangkur. Karena dipukul, dia menderita luka yang mendalam di kepalanya, luka tikam di punggungnya, muka dan lutut mema serta kehilangan gigi depannya. Dua teman dari Tabuni, Lesman Jigibalom yang berumur 23 tahun dan Eldy Kogoya yang berumur 17 tahun dihentikan di depan Masjid Kotaraja dan diancam di bawah todongan senjata serta dipaksa untuk berjalan dalam posisi jongkok. Karena mereka menolak, mereka dipaksa untuk berbaring. Eldy Kogoya diseret agak jauh dari kaki atas aspal. Tulang rusuknya retak dan luka memar ke punggung dan lututnya. Lesman Jigibalom ditikam dengan sangkur dan mengalami paru-paru bocor serta luka lebam dan lecet di seluruh badannya. Dia dioperasi pada hari berikutnya dan dianggap berada dalam kondisi kritis. Mies Tabo, yang berumur 14 tahun, menyaksikan tindakan aparat dan berteriak minta tolong, namun ditendang dan dipukul anggota Brimob.

Anggota masyarakat sipil dari KontraS Papua dan Bicara Untuk Kebenaran (BUK) menolak pernyataan dari Wakasat Brimob Polda Papua, AKBP Tono Budiarto, yang menyatakan bahwa anggota Brimob menyelamatkan empat pemuda itu dari serangan massa. Pembela hak asasi manusia Penelas Lokbere dari BUK mengatakan bahwa kesaksiaan dari korban, keluarga mereka dan saksi mata menunjukkan dengan jelas bahwa pelaku itu adalah anggota Brimob. Pengacara KontraS Papua Olga Hamadi mengatakan bahwa pelaku harus dibawa ke pengadilan. Polisi Jayapura belum lagi memulai investigasi ke dalam kejadian tersebut.

Tiga orang ditahan karena mengambil bagian dalam seminar ULMWP

Pada tanggal 2 Maret, Benu Rumbiak, Simeon Alua dan Yes Wenda ditangkap saat penyisiran polisi di sebuah seminar di Jayapura. Ratusan aparat keamanan menganggu dan membubarkan secara paksa sebuah seminar sosialisasi damai yang diadakan oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Polisi juga menyita barang seminar. Para akademisi, toko gereja, wakil DPRP dan Majelis Rakyat Papua (MRP) telah diundang untuk berbicara di seminar tersebut dengan tema “Mencari Kembali Identitas Papua di Melanesia”. Tidak jelas apakah tiga orang itu masih ditahan. Ones Suhuniap, Sekretaris Umum KNPB, mengkritik tindakan polisi sebagai pelanggaran hak kebebasan berekspresi dan berserikat seperti dijamin dalam Konstitusi Indonesia.

Pembebasan

Tidak terdapat laporan pembebasan pada bulan Maret 2015.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Tahanan Pisugi dihukum satu tahun penjara

Pada tanggal 1 April, kelima tahanan dalam kasus Boikot Pilpres di Pisugi diberikan hukuman masing-masih satu tahun penjara. Kejaksaan sebelumnya menuntut hukuman masing-masing lima tahun penjara untuk Yosep Siep, Ibrahim Marian. Marsel (alias Marthen) Marian, Yance (alias Yali) Walilo dan Yosasam Serabut (alias Jhoni Marian). Kelima orang didakwa dengan permufakatan untuk membahayakan keamanan dibawah Pasal 187 dan Pasal 164 KUHP dengan tuduhan membuat bom molotov dalam upaya memboikot Pilpres Juli 2014.

Selama persidangan di Wamena pada bulan Maret, Ibrahim Marian, Marthen Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut bersaksi bahwa mereka dipaksa untuk mengakui dibawah penyiksaan. Yosep Siep, yang dianggap tidak cukup sehat untuk disidang karena kurangnya perawatan psikologis di Wamena, sudah dipulangkan ke kampungnya di distrik Pisugi.

Persidangan mengungkapkan bahwa pada tanggal 11 Juli 2014, malam penangkapan mereka, mereka berkumpul di rumah Yosep Siep untuk mengambil bagian dalam sesi ibadah dan terus bermalam di tempatnya. Para tahanan bersaksi bahwa sekitar 04:00 aparat keamanan tiba di kampung dan menangkap mereka. Pada saat penangkapan, tangan mereka diikat di belakang punggung, diikat berantai bersama di leher, dan diseret di atas tanah. Yosasam Serabut aka Jhoni Marian bersaksi bahwa ketika diinterogasi, dia dipukul berulang kali dan disetrum oleh polisi. Dia mengatakan bahwa dia mengakui karena dia takut bahwa polisi akan menembak dan memukulnya. Ketika ditanya tentang kemampuannya untuk membaca dan menulis, Jhoni Marian mengatakan bahwa dia buta huruf. Dia juga mengatakan bahwa penyidik polisi tidak membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) setelah interogasinya dan dia dipaksa untuk memberikan cap jembol untuk memverifikasi hasil pemeriksaanya. Selanjutnya, permintaan dari pengacaranya untuk menyediakan penterjemah untuk Jhoni Marian, yang mengalami hambatan bahasa, diabaikan oleh pengadilan.

Marthen Marian bersaksi bahwa seorang Brigpol bernama Endy menyiksanya dalam penahanan. Dia dipaksa untuk membuka baju dan lengannya disayat dengan parang. Dia mengatakan bahwa dia juga ditikam dan dipukul dengan panah hingga patah. Dia menambahkan bahwa anggota polisi lain juga saling bergantian masuk ke dalam ruang interogasi dan memukulnya dengan senjata dan sarung tangan yang dikelilingi besi.

Ibrahim Marian bersaksi bahwa Brigpol Alex Sianturi memeriksanya dalam tahanan. Ibrahim mengatakan bahwa dia dipukul dengan sarung tangan yang mengakibatkan giginya patah. Dia mengatakan bahwa penyidik polisi juga menekan kukunya dengan meletakkan jari dibawah kaki kursi, lalu anggota polisi saling bergantian menduduki kursi itu. Kepalanya juga dipukul dengan palu. Dia juga diberitahu bahwa dia akan dibunuh kalau tidak mengakui.

Yance Walilo bersaksi bahwa Brigpol Yeskel F.M. memeriksanya dalam tahanan. Dia dipukul dengan balok dan popor senjata dalam ruangan terkunci. Kakinya juga diinjak anggota polisi. Saat persidangan pada bulan Maret, Brigpol Endy, Alex Sianturi dan Yeskel F.M. menolak bahwa mereka menyiksa atau menganiaya kelima para tahanan itu.

Keempat para tahanan juga mengatakan bahwa mereka menolak BAP dan tidak mengakui telah membuat bom molotov serta memboikot Pilpres bulan Juli lalu. Pengacara pembela membantah bahwa pengakuan yang ditarik dibawah penyiksaan tidak dapat digunakan sebagai bukti terhadap para tahanan dan praktek tersebut bertentangan dengan hak para tahananan untuk bersaksi tanpa tekanan dalam bentuk apapun, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 KUHAP. Mereka juga menentang bahwa bukti yang digunakan dalam persidangan berlainan dari bukti yang dijelaskan dalam Surat Dakwaan, dan menyimpulkan bahwa bukti yang digunakan terhadap para tahanan telah direkayasa.

Kasus yang menjadi perhatian

Aktivis KNPB Yahukimo dibunuh dan mayatnya dibuang dalam kali

Laporan dari sumber HAM setempat mengungkapkan pada tanggal 6 Maret, siswa SMA dan aktivis KNPB Deni Bahabol dibunuh dan mayatnya dibuang dalam sebuah kali di kabupaten Yahukimo. Informasi yang diterima menunjukkan bahwa dua hari sebelumnya, pada tanggal 4 Maret, Bahabol memimpin demonstrasi KNPB yang damai dalam mendukung tur kampanye Benny Wenda, ketua Free West Papua Campaign di Afrika Selatan.

Diyakini bahwa Bahabol diserang oleh anggota Kopassus saat dia berada dalam perjalanan ke Sekretariat KNPB di Yahukimo. Dia dilaporkan disiksa dan dipukul dengan batu. Badannya dibuang ke dalam kali Brazza dan ditemukan oleh nelayan di kampung Patipi di kabupaten Asmat empat hari kemudian. Dia dimakamkan oleh keluarganya di Yahukimo pada hari yang sama. Hingga akhir bulan Maret 2015, polisi belum melakukan penyelidikan atas kejadian tersebut.

Sekretariat KNPB Merauke dibongkar setelah teror bom; Polda Papua mengatakan KNPB harus dilarang

Pada tanggal 5 Maret, Sekretariat KNPB Merauke dibongkar oleh anggota militer dan Polres Merauke setelah teror bom yang diyakini KNPB telah diatur polisi.

Sekitar pukul 18:00, seorang anggota KNPB menemukan sebuah kotak yang mencurigakan di pagar sekretariat yang terus dilaporkan kepada polisi. Aparat keamanan yang tiba di lokasi masuk ke dalam sekretariat, merusak peralatan dan menyita bendera, spanduk dan dokumen. KNPB menegaskan bahwa polisi telah mengatur teror bom itu sebagai alasan untuk menyisir kantor sekretariat itu.

Pada tanggal 24 Maret, Kapolda Papua Irjen Pols. Yotje Mende mengatakan bahwa KNPB harus dilarang karena dianggap sebagai organisasi pro-kemerdekaan. Juru bicara KNPB Bazoko Logo mengatakan kepada Jubi bahwa pernyataan Mende adalah tanggapan atas kegagalan polisi untuk bertanggungjawab atas penembakan dan penangkapan di Yahukimo awal bulan (lihat Penangkapan).

Berita

Mahasiswa Universitas Cendrawasih mengingat Abepura Berdarah; Kapolres Jayapura memperingatkan demonstrasi pro-kemerdekaan

Pada 16 Maret, mahasiswa Universitas Cenderawasih (UNCEN) mengadakan pertemuan peringatan damai di kampus Koya Jayapura dalam memperingati korban Abepura Berdarah. Sembilan tahun lalu, pada tanggal 16 Maret 2006, kekerasan terjadi antara para demonstran dan aparat keamanan ketika terjadi demonstrasi yang menyerukan penutupan tambang Freeport McMoran di Timika. Kekerasan itu mengakibatkan lima anggota keamanan meninggal dunia. Puluhan para demonstran harus dibawa masuk rumah sakit dan 24 orang disiksa dalam tahanan.

Ketika pertemuan peringatan itu, Kapolresta AKBP Kiki Kurniawan mengatakan kepada para demonstran mahasiswa bahwa demonstrasi yang berkaitan dengan kemerdekaan Papua tidak akan ditoleransi. Dia mengatakan bahwa demonstrasi pro-kemerdekaan akan dibubarkan secara paksa dan peserta demo akan ditangkap dan ditahan.

Penelitian Elsham Papua: Perempuan dan anak-anak terdampak berat karena kekerasan militer dan impunitas

Pada tanggal 15 Maret, diskusi publik tentang impunitas dan kekerasan militer dan dampaknya terhadap perempuan dan anak-anak diadakan oleh kelompok masyarakat sipil Papua di Jayapura. Penelitian oleh Elsham Papua (Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia) melaporkan bahwa perempuan dan anak-anak berdampak berat karena kekerasan militer di Papua. Kekerasan terhadap perempuan dilaporkan bukan saja dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, tetapi juga dalam kasus pemerkosaan, penganiayaan, penahanan sewenang-wenang dan pembunuhan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Data yang dikumpulkan Elsham dari tahun 2012 hingga 2014 mengungkapkan 389 kasus kekerasan militer yang mengakibatkan 234 kematian, 854 orang terluka dan 880 penangkapan.

PapuaItuKita menyerukan penolakan Markas Komando Brimob baru di Wamena

Pada 31 Maret, kelompok solidaritas Papua berbasis di Jakarta, PapuaItuKita, berdemonstrasi di luar Istana Negara menentang Mako Brimob di Wamena. PapuaItuKita mengatakan bahwa peningkatan kehadiran Brimob hanya akan meningkatkan kekerasan, teror dan impunitas di Papua.  Masyarakat asli Papua menentang rencana ini dan menyatakan bahwa Pemerintah tidak dapat lagi mengambil sikap militeristik untuk memecahkan masalah di Papua. Alius Asso, seorang pemimpin pemuda dari Wamena, mengatakan kepada Majalah Selangkah bahwa daripada mengingkatkan militerisasi, pemerintah harus fokus kepada ekonomi, kesehatan, pendidikan dan menangani masalah HIV/AIDS di Papua.

Tahanan politik Papua bulan Maret 2015

No Tahanan poltik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Areki Wanimbo 6 Agustus 2014 Pasal 106 and 110 Dalam persidangan Penagkapan wartawan Prancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Wamena
2 Yosep Siep 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 1 tahun Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
3 Ibrahim Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 1 tahun Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
4 Marsel Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 1 tahun Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
5 Yance Walilo 9 Juli 2014 Pasal187, 164 1 tahun Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
6 Yosasam Serabut 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 1 tahun Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
7 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyelidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
8 Lendeng Omu 21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyelidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Tidak jelas Ya Polres Yahukimo
 9 Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
10 Septinus Wonawoai 1 February 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
11 Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
12 Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
13 Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
14 Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
15 Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
16

11

Soleman Fonataba 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Dalam persidangan Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
17

11

Edison Werimon 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Dalam persidangan Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
18

11

Piethein Manggaprouw 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
19 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
20 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan  6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
21 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
22 George Syors Simyapen 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
23 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
24 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 and 164 3 tahun dan 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
25 Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Abepura
26 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal  2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Abepura
27 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal  2, UU Darurat  12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Abepura
28 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56,  UU 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
29 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
30 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
31 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
32 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
33 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya No Wamena
34 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
35 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
36 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
37 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
38 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

 

Share

Februari 2015: Pengakuan paksa melanggar hak pengadilan yang adil bagi orang Papua

Ringkasan

Pada akhir Februari 2015, setidaknya ada 38 tahanan politik di penjara Papua.

Pengadilan untuk Areki Wanimbo dan kasus tahanan Boikot Pemilu Pisugi sedang berjalan setelah ditunda berbulan-bulan. Dalam kedua kasus, peneliti hak asasi manusia setempat melaporkan kurangnya bukti yang cukup terhadap para tahanan. Proses hukum dalam kedua kasus penuh dengan penyimpangan. Dalam kasus Areki Wanimbo, seorang pemimpin suku Lanny Jaya, polisi mendakwanya dengan makar daripada membebaskan dirinya setelah mereka gagal mencari bukti untuk mendakwanya dengan kepemilikan amunisi. Dalam kasus Pisugi, persidangan ditunda selama enam kali karena jaksa tidak mampu menghadirkan saksi. Kelima orang yang disidang ditangkap karena diduga memboikot pilihan Presiden pada bulan Juli tahun lalu. Mereka disiksa pada saat penangkapan dan dalam penahanan, dipaksa untuk mengakui dan dipaksa untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Penggunaan pengakuan paksa dan bukti palsu dalam proses pidana adalah pelanggaran langsung hak mendapatkan pengadilan yang adil. Dalam kasus Sasawa Februari 2014, tujuh para tahanan dijatuhi hukuman penjara 3,5 tahun masing-masing setelah pengadilan yang menggunakan BAP yang direkayasa polisi sebagai bukti kunci dalam penghukuman mereka. Dalam banyak kasus di Papua, pengadilan tidak memiliki bukti material dan sangat mengandalkan laporan BAP yang sering ditandatangani para tahanan yang di bawah paksaan dan tanpa pendampingan hukum.

Pada bulan Februari, tim dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang memimpin penyelidikan tentang Paniai Berdarah kembali ke Enarotali untuk melakukan wawancara dengan para korban dan saksi. Meskipun laporan awal dari Komnas HAM menunjukkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia telah dilakukan, masih harus dilihat apakah mereka yang bertanggung jawab atas penembakan yang menewaskan empat siswa SMA akan dimintai pertanggungjawaban. Tanpa pembentukan mekanisme seperti Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP-HAM), Komnas HAM kekurangan mandat yang diperlukan untuk mencari penuntutan di Pengadilan HAM Ad Hoc. Selain itu, keadaan yang mencurigakan tentang pembakaran sebuah SMA yang dihadiri oleh dua korban Paniai Berdarah menunjukkan bahwa masyarakat setempat di Enarotali terus menghadapi ancaman dan intimidasi. Saksi mata dan korban Paniai Berdarah enggan untuk datang ke depan untuk memberikan kesaksian karena korban dan saksi tidak diberikan perlindungan yang cukup.

Informasi yang diterima dari kelompok-kelompok gereja setempat melaporkan bahwa mereka yang ditahan dalam penangkapan massal di desa Utikini di Timika bulan lalu telah dibebaskan. Maxson Waker, salah satu dari 65 orang yang ditahan pada 6 Januari, dilaporkan ditangkap karena dalam keadaan mabuk dan mengalami penyiksaan dari polisi.

Penangkapan

Aktivis KNPB Sorong ditahan

Pada tanggal 15 Februari, Yeheskial Kossay ditangkap di Nabire karena memiliki dokumen yang berkaitan dengan kemerdekaan Papua. Para anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ditahan selama sembilan jam sebelum dibebaskan tanpa dakwaan. Polisi juga menyita HPnya dan mencatatkan nomor-nomor di dalamnya.

Pembebasan

Para tahanan dalam penangkapan massa di Utikini dibebaskan; satu lagi laporan penyiksaan diamati

Pada tanggal 6 Januari, 65 orang ditangkap di kampung Utikini saat penggeledahan militer dan polisi setelah peristiwa penembakan fatal dua anggota Brigade Mobil (Brimbob) dan satu satpam Freeport. Pada tanggal 23 Januari, 64 dari 65 orang itu dibebaskan tanpa dakwaan. Informasi yang diterima dari Suara Baptis Papua melaporkan bahwa tahanan yang tersisa, Maxson Waker yang berumur 35 tahun, telah dibebaskan. Sumber HAM melaporkan bahwa Waker ditangkap hanya karena dia mabuk, dan terus disiksa oleh polisi Timika. Pada saat penangkapan, polisi dilaporkan mengikat tangannya dan menyeretnya. Kepalanya kemudian diiris dan luka-lukanya disiram dengan air garam. Ketika penangkapan massal 6 Januari itu, Seribu Kogoya, seorang Papua yang berumur 30 tahun, disiksa secara sama ketika ia mencoba berbicara menentang polisi yang sedang memukul seorang kepala suku. Sumber Suara Baptis Papua menyatakan bahwa Maxson Waker tidak terlibat dalam penembakan aparat keamanan pada tanggal 1 Januari itu.

Telah diyakini bahwa 13 orang yang ditangkap dalam penangkapan terpisah pada tanggal 1 Januari sudah dibebaskan.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Sidang untuk Areki Wanimbo dimulai

Pada tanggal 6 Agustus 2014, Areki Wanimbo ditangkap bersama dua wartawan Perancis yang mengunjunginya di rumahnya di Wamena. Awalnya dia menghadapi dakwaan kepemilikan amunisi berdasarkan UU Darurat 12/1951 tetapi ini kemudian diubahkan kepada dakwaan permufaktan jahat untuk melakukan makar di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP. Pengadilannya dimulai pada akhir bulan Januari.

Penyelidik HAM di Wamena melaporkan bahwa kesaksian yang diberikan saat persidangan pada bulan Februari mengungkapan adanya yang tidak konsisten mengenai kasus ini. Salah satu saksi, Nursalam Saka, seorang anggota intelijen polisi Jayawijaya, bersaksi bahwa dokumen oleh Dewan Adat Papua (DAP) yang ditandatangani oleh Wanimbo adalah bagian penting dari informasi yang menyebabkan penangkapannya. Dokumen itu meminta sumbangan untuk pertemuan Melanesian Spearhead Group (MSG) yang akan datang. Penyelidik hak asasi manusia berpendapat bahwa Areki ditangkap karena dicurigai menyembunyikan senjata, namun polisi belum menemukan bukti untuk membuktikan ini. Malah, polisi menggunakan dokumen DAP, meskipun tidak cukup sebagai bukti, sebagai alasan untuk memperpanjang penahanannya.

Pengacara untuk Wanimbo menyatakan bahwa ia telah meminta agar dua wartawan bersaksi atas namanya. Persidangan akan berlanjut pada awal bulan Maret.

Penuntutan meminta hukuman tiga tahun penjara untuk tahanan bendera Melanesia di Sarmi

Pengacara hak asasi manusia untuk Edison Waromi dan Soleman Fonataba melaporkan bahwa persidangan untuk kedua orang itu, yang telah ditunda sejak Juli 2014, kini telah dilanjutkan. Pada tanggal 3 Maret 2014, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman tiga tahun penjara untuk dua orang itu, dikurangi waktu yang sudah dijalankan dalam tahanan. Werimon dan Fonataba menghadapi dakwaan permufakatan untuk melakukan makar dan saat ini mempunyai status tahanan kota.

Pengadilan mereka telah tertunda karena kegagalan JPU untuk mengajukan penuntutan hukuman. Pada tanggal 18 Februari 2015, pengacara menyurat kali kedua kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, dengan menyatakan bahwa penundaan persidangan yang terjadi berulang kali menyimpan kedua terdakwa dalam keadaan hukum yang tidak jelas, dan mendesak untuk persidangan terus bergerak maju. Pengacara mengatakan bahwa permintaan JPU untuk hukuman tiga tahun buat setiap terdakwa adalah berlebihan dan tidak masuk akal karena belum ada bukti yang diperiksa di pengadilan. Selain itu, pengacara menegaskan bahwa kesaksian yang diajukan oleh empat saksi yang dihadirkan tidak sesuai dengan tuduhan yang dihadapi kedua terdakwa, yaitu permufakatan jahat untuk melakukan makar.

Menurut pengacara pembela, tim penuntut mungkin telah mengajukan permintaan hukuman penjara yang berlebihan sebagai pembalasan untuk surat mereka ke Kepala Kejaksaan Tinggi. Kepala Kejaksaan Tinggi telah memulai pemeriksaan ke dalam masalah tersebut, sebagai lanjutan dari surat kedua yang diajukan oleh pengacara pembela.

Tahanan dipaksa untuk mengaku dalam kasus Pisugi

Pada tanggal 19 Februari 2015, setelah ditunda berbulan-bulan, persidangan untuk Ibrahim Marian, Marsel Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut dalam kasus boikot Pilpres di Pisugi dilanjutkan. Sidang bagi Yosep Siep, tahanan kelima dalam kasus ini, sedang ditunda. Dia dirawat di rumah sakit pada bulan Desember 2014 karena sakit yang dialami akibat penyiksaan pada saat penangkapan. Sidangnya akan dilanjutkan setelah dia memulih secara sepenuh. Ibrahim Marian mengatakan kepada Suara Papua bahwa mereka dituduh membuat bom Molotov yang dimaksudkan untuk digunakan untuk mengganggu pemilihan presiden pada bulan Juli tahun lalu. Marian membantah tuduhan itu dan menyatakan bahwa mereka juga ikut memilih saat Pilpres.

Kelima orang itu mengalami penyiksaan dan perlakuan kejam dan merendahkan pada saat penangkapan dan dalam penahanan. Ibrahim Marian menyatakan kepada Suara Papua bahwa mereka diancam di bawah todongan senjata saat ditahan di Polres Jayawijaya dan dipaksa untuk mengaku membuat bom molotov. Polisi juga memalsukan BAP ketika menginterogasi para tahanan tanpa kehadiran pengacara.

Pada tanggal 11 Juli, kelima mereka ditangkap bersama 12 orang lain yang telah dibebaskan, diduga berpartisipasi dalam boikot terhadap pemilihan presiden Indonesia. Mereka menghadapi tuduhan pasal 187 dan 164 KUHP Indonesia untuk permufakatan jahat untuk membahayakan orang atau barang, karena diduga membuat dan menggunakan bahan peledak.

Dua tahanan politik diintimidasi untuk menandatangani Pernyataan Setia

Pada 24 Februari 2015, pengacara HAM bertemu dengan pihak berwenang dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhukam) untuk meminta penjelasan mengenai status hukum dua tahanan politik jangka panjang Kimanus Wenda dan Linus Hiluka. Pada awal bulan Desember 2014, kedua mereka menandatangani Pernyataan Setia kepada NKRI. Ini merupakan satu salah persyaratan untuk pembebasan bersyarat di bawah peraturan pemerintah atas kejahatan terhadap negara. Pengacara melaporkan bahwa kedua orang itu telah menandatangani Pernyataan Setia itu karena ditekan dan merasa terintimidasi sehingga merasa terancam untuk melakukannya. Sejak itu, kedua tahanan politik telah menolak Pernyataan Setia tersebut. Pihak Kemenhukuman memberitahukan pengacara bahwa mereka akan terus berkoordinasi untuk membuat aplikasi pembebasan bersyarat untuk kedua tahanan.

Seperti dilaporkan dalam update November 2014 kami, pada 8 November, kedua tahanan itu dipindah dari LP Nabire ke ruang tahanan Polres Nabire setelah pertengkaran pecah antara Kimanus Wenda dan seorang penjaga penjara. Kedua orang itu diperlakukan degan tindakan tidak bermanusiawi ketika ditahan di ruang tahanan itu dengan ditolak akses ke toilet dan hanya diberi botol plastik untuk digunakan.

Kasus-kasus yang menjadi perhatian

Laporan Paniai Berdarah

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM) berterus dengan penyelidikannya ke dalam ‘Paniai Berdarah’ bulan ini. Tabloid Jubi melaporkan bahwa pada 18-20 Februari, puluhan saksi mata dan korban bertemu dengan tim investigasi Komnas HAM yang dipimpin oleh Maneger Nasution. Nasution mengatakan kepada pers Indonesia bahwa sejauh ini, Komnas HAM telah menemukan empat indikasi pelanggaran hak asasi manusia: hak untuk hidup, hak-hak anak, hak-hak perempuan dan hak untuk bebas dari penyiksaan. Ia juga menambahkan bahwa tim tersebut akan mengumpulkan informasi lebih lanjut dan terdapat kemungkinan bahwa sebuah tim ad-hoc dibentuk kalau adanya indikasi pelanggaran HAM yang lebih parah. Secara khusus, tim tersebut berencana untuk mencari bukti yang menunjukkan bahwa penembakan itu direncanakan terlebih dahulu.

Kapolda Papua Irjen Pol Drs. Yotje Mende memberitahu pers bahwa polisi menghadapi kesulitan dalam menyelidiki kejadian penembakan itu karena para saksi diaporkan sudah memindah dan otopsi korban dilarang oleh keluarga mereka. Pada tanggal 13 dan 14 Februari, Jhon Gobai, kepala Dewan Adat Paniai, bertemu dengan Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK) untuk meminta mereka untuk mengawasi dan memberikan perlindungan kepada saksi dan korban sepanjang proses investigasi. Gobai melaporkan bahwa masyarakat setempat berhidup dalam ketakutan dan trauma sejak penembakan 8 Desember.

Mende juga menyatakan bahwa kelompok bersenjata yang dipimpin oleh Leo Yogi mungkin bertanggung jawab atas penembakan itu, meskipun terdapat beberapa pernyataan dari saksi mata dan sumber HAM di Papua yang didokumentasikan dengan baik, yang jelas menunjukkan bahwa militer dan polisi yang bertanggungjawab atas penembakan tersebut. Laurenzus Kadepa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua, mengatakan kepada Jubi bahwa ia menduga bahwa kebakaran di sebuah SMP di Enarotali itu mungkin dimaksudkan untuk mencegah resolusi untuk kasus ini. Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja Injil (YPPGI) dihadiri oleh dua dari empat siswa yang ditembak mati pada tanggal 8 Desember 2014.

Pada tanggal 28 Januari, Forum Independen Mahasiswa, FIM menggelar demonstrasi damai di Jayapura yang meminta pertanggungjawaban atas kasus ini. Demonstrasi itu dibubarkan oleh Kepolisian Sektor Abepura yang menyatakan bahwa mereka tidak memiliki izin untuk demonstrasi.

Petugas LP Abepura memperkosa seorang tahanan remaja

Informasi yang diterima dari pengacara dengan KontraS Papua melaporkan kejadian pemerkosaan seorang tahanan remaja oleh petugas LP Abepura. Kejadian ini diduga terjadi pada tanggal 17 November 2014 ketika Lodwik Entong, Kepala Sub Seksi Keamanan Lapas Abepur, menyerang tahanan bawah umur itu di dalam sel penjaranya. Pengacara mendampingi korban itu melaporkan bahwa hakim Pengadilan Tinggi Jayapura menyalahkan korban, dilaporkan karena ‘jiwa feminim’nya. Pengacara sedang berkoordinasi dengan Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv Pas) dari Kemenkumham Provinsi Papua untuk memindah korban ke LP Biak karena kekhawatiran pembalasan. Korban juga bisa menjadi lebih dekat dengan keluarganya jika ia dipindahkan ke LP Biak. Persidangan selanjutnya akan berlangsung pada bulan Maret.

Mahasiswa UNCEN diancam oleh petugas intelijen

Sebuah artikel oleh Suara Papua melaporkan bahwa dua mahasiswa Universitas Cenderawasih (UNCEN) diintimidasi dan diancam anggota Badan intelejen Negara (BIN). Pada 7 Februari, Kansiskoris Mahuze dilaporkan diikuti oleh tujuh orang yang memantaunya di luar rumahnya di Waena, Jayapura. Istri Mahuze sempat mendengar pembicaraan mereka, di mana mereka dilaporkan membahas rencana penculikannya dan seorang siswa UNCEN yang lain, Benyamin Lagowan. Lagowan memberitahu Suara Papua bahwa sebelum itu, ia pernah diikuti dan dipantau oleh anggota intelijen. Kedua pria adalah mahasiswa yang aktif dalam segi politik dan terlibat dengan kelompok Solidaritas Mahasiswa Peduli Kesehatan Fakultas Kedokteran (SMKP-FK).

Berita

Pengacara hak asasi manusia bersatu untuk menangani masalah keamanan

Pada tanggal 16 dan 17 Februari, sebuah focus group discussion diadakan yang diatur Yayasan Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) dengan tema ‘Sistem Perlindungan untuk Pengacara dan Pembela Hak Asasi Mansuai di Papua’. Focus group ini dihadiri pengacara yang menhadapi resiko tinggi ancaman, pelecehan, intimidasi dan serangan secara fisik karena pekerjaan mereka dalam kasus yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia. Focus group itu akan bekerjasama untuk mengkoordinasikan beberapa titik aksi dan program strategis untuk mengatasi masalah ini.

Tahanan politik Papua bulan Februari 2015

Tahanan Politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
 

1

 

Areki Wanimbo

6 Agustus 2014 Pasal 106 and 110 Menunggu persidangan Penagkapan wartawan Prancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Wamena
 

2

 

Yosep Siep

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

3

 

Ibrahim Marian

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

4

 

Marsel Marian

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

5

 

Yance Walilo

9 Juli 2014 Pasal187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

6

 

Yosasam Serabut

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot Pipres 2014 di Wamena Ya Tidak jelas Wamena
 

7

 

Alapia Yalak

4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyelidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Papua Police Headquarters
 

8

 

Lendeng Omu

21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyelidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Tidak jelas Ya Yahukimo Regional police station
 

 

9

 

Jemi Yermias Kapanai

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

10

Septinus Wonawoai 1 February 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

11

Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

12

 

Kornelius Woniana

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

13

Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

14

Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

15

Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 and UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

16

Soleman Fonataba 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

17

Edison Werimon 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

18

Piethein Manggaprouw 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
 

19

Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

20

Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan  6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

21

Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

22

George Syors Simyapen 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

23

Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

24

 

Isak Klaibin

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 and 164 3 tahun dan 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

25

Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Abepura
 

26

Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal  2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Abepura
 

27

Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal  2, UU Darurat  12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Abepura
 

28

Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56,  UU 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
 

29

Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
 

30

Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

31

Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

32

Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
 

33

Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya No Wamena
 

34

Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

35

Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

 

36

 

 

Jefrai Murib

12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
 

37

Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
 

38

Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

Januari 2015: Kehadiran aparat keamanan yang berat membawa ketidakstabilan ke masyarakat asli Papua

Ringkasan

Pada akhir bulan Januari 2015, setidaknya ada 38 tahanan politik di penjara Papua.

Penurunan yang diperhatikan dalam jumlah para tahanan politik ini adalah karena adanya informasi baru tentang kasus-kasus dimana berita dan akses sulit untuk didapat. Karena informasi yang tepat waktu seringnya susah untuk didapat, kadang-kadang menantang untuk mengkonfirmasikan kalau seorang tahanan politik sudah dibebaskan. Selain itu, berita juga diterima bulan ini tentang pembebesan enam tahanan politik dalam kasus Aimas 1 Mei pada bulan November, sesudah akhirnya hukuman penjara mereka atas 1.5 tahun. Sementara jumlah tahanan politik yang direkam bulan ini rendah kalau dibandingkan dengan rekaman bulan-bulan sebelumnya, laporan atas penangkapan massal, penganiayaan dan penyiksaan masih menerus.

Pada bulan Januari, setidaknya 78 orang ditangkap di kampung Utikini dan ditahan di Polres Mimika berikut penembakan dua anggota Brigade Mobil (Brimob) dan satu satpam Freeport. Saat penyisiran besar-besaran di Timika, setidaknya 116 orang diamankan, termasuk 48 perempuan dan tiga anak-anak. Setidaknya empat orang dilaporkan menderita luka-luka serius karena disiksa dan dianiaya, 439 rumah dilaporkan dibakar dan lima orang, termasuk seorang bayi, diyakini telah meninggal karena kurangnya makanan dan pengobatan setelah melarikan diri dari kekerasan tersebut.

Cara meneror seluruh masyarakat dalam pembalasan untuk aktivitas bersenjata menunjukkan sebentuk hukuman kolektif yang biasa digunakan oleh aparat keamanan terhadap orang asli Papua. Serangan balasan serupa bisa dilihat di distrik Pirime, Lanny Jaya pada bulan July 2014 dan distrik Puncak Illaga, Timika pada bulan Desember 2014. Masyarakat setempat dalam daerah konflik sering ditarget untuk penangkapan sewenang-wenang dan menderita penyiksaan, penganiayaan dan pengungsian internal. Walaupun sulit untuk mempastikan jumlah persis warga yang tinggal di dearah-daearah ini yang menghadapi resiko pelanggaran hak asasi manusia yang beratm laporan yang diterima dari sumber HAM Papua menunjukkan bahwa angka ini mencapai ribuan. Penyisiran di kampung Utikini di Timika bulan ini sendiri dilaporkan telah mengakibatkan pengungsian sekitar 5,000 orang. Sulit untuk mendapat informasi yang akurat dan tepat waktu atas situasi di daerah-daerah ini karena tempat-tempat ini seringkali jauh dan dikendalikan dengan kuat oleh aparat keamanan. Bukannya melindungi hak-hak dasar bagi masyarakat, kehadiran aparat keamanan tampaknya sangat membawakan ketidakstabilan.

Juga di Timika bulan ini, seorang siswa dipukul berat oleh anggota Brimob karena dia tidak mampu membayar lengkap setelah makan bakso di sebuah warung. Dia ditembak saat dia mencoba membalas dengan melawan balik dan melempar batu. Kecenderungan aparat keamanan untuk menggunakan senjata api dalam menanggapi provokasi kecil atau dalam beberapa kasus, sebagai ukuran pertama diggunakan pada saat penangkapan atau penahanan orang yang tidak bersenjata, adalah kekhawatiran serius yang berlangsung mengenai metode kepolisian. Penanggapan keburu-buru menembak ini juga bisa dilihat dalam insiden ‘Paniai Berdarah’ dan di demonstrasi Dogiyai bulan lalu, serta juga dalam peristiwa-peristiwa di pasar Yotefa pada bulan Juli dan Agustus 2014. Penting untuk menyoroti bahwa dalam hamper semua kasus yang direkam ini, pelaku-pelaku terus menikmati impunitas total.

Informasi baru yang diterima tentang kasus Paniai Berdarah mengungkapkan bahwa pada tanggal 8 Desember 2014, empat orang Papua ditembak mati, dan bukan seperti yang dilaporkan yang sebelumnya atas enam orang. Sementera Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah membentuk Tim Penyelidikan Fakta (TPF), mekanisme tersebut hanya bisa mengajukan rekomandasi kepada pemerintah Indonesia. Kelompok-kelompok HAM mendorong Komnas HAM untuk mendirikan Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM (KPP HAM) agar dapat membawa kasus ini ke pengadilan.

Penangkapan

Penangkapan massal, penganiayaan dan penyiksaan saat penyisiran besar-besaran di Mimika

Puluhan orang ditangkap di Timika berikut penembakan dua anggota Brimob dan satu satpam Freeport. Pekerja HAM dan media Papua juga melaporkan kasus penyiksaan, penganiayaan dan penembakan tanpa pandang bulu dari aparat keamanan dalam menanggapi penembakan yang terjadi pada tanggal 1 Januari 2015 itu. Sebuah cabang bersenjata pro-kemerdekaan Tentera Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang dipimpin oleh Ayub Waker mengeluarkan pernyataan yang mengklaim tanggung jawab atas serangan tersebut.

Sebuah laporan yang diterima dari sumber HAM setempat menyatakan bahwa 13 orang ditangkap pada hari yang sama dan sekarang masih ditahan di Polres Mimika. Belum jelas kalau ke-13 tahanan ini berkaitan dengan kelompok bersenjata itu dan dakwaan yang mereka menghadapi.

Pada 6 Januari, aparat gabungan militer dan polisi menyisir kampung Utikini dan mengamankan setidaknya 116 orang, termasuk 48 perempuan dan tiga anak-anak. Beberapa laporan mengindikasi angka yang lebig tinggi atas lebih dari 200 orang. Yang diamankan di kampung Utikini, 65 orang ditangkap dan diinterogasi di Polres Mimika, dilaporkan karena mereka memiliki kartu keanggotaan untuk kelompok yang bernama West Papua Interest Association (WPIA) yang mendukung penentuan nasib sendiri. Kamaniel Wakel, seorang kepala suku dari kampung Utikini, dipercayakan adalah satu dari ke-65 orang yang ditahan. Pada 23 Januari, 64 tahanan dikeluarkan dari Polres Mimika. Maxson Waker, yang berumur 35 tahun, masih ditahan, tetapi belum jelas apakah dakwaan yang dia menghadapi.

Situs berita Papua Jubi juga melaporkan penyiksaan, penganiayaan dan penggunaan senjata api tidak sesuai dengan prosedur oleh aparat keamanan saat penyisiran. Dua orang dari kampung itu, Narogay Ela dan Yondiman Waker, dilaporkan menderita luka-luka penembakan. Seorang Papua, Merson Waker, dilaporkan menderita luka-luka tikaman yang serius. Menurut laporan dari Suara Baptis Papua, Seribu Kogoya yang berumur 30 tahun, dilaporkan disiksa saat penyisiran setelah dia mencoba untuk berbecira menentang ketika polisi memukuli Senimela Wakerkwa, seorang kepala suku Lanny Jaya. Aparat keamanan diduga menghiris kepalanya dan menyiram air garam di atas lukanya saat menginterogasinya. Aktivis HAM setempat memberitahu Jubi bahwa adanya mereka yang membutuhi perawatan medis berikut kekerasan itu tetapi tidak bisa mengakses rumah sakit karena jalan raya diblokir oleh aparat keamanan.

Menurut keterangan saksi, aparat keamanan membakar 439 rumah dan menyita babi milik warga kampung. Benny Pakage, seorang aktivis HAM dengan Kingmi Papua, memberitahu Jubi bahwa sebanyak 5,000 warga telah melarikan diri dari kampung itu untuk menghindari kekerasan. Karena pengungsian ini, mereka mencari lindungan sementara di hutan tanpa makanan dan air yang memadai dan kemudian dipaksa mencari lindungan di wilayah lain. Lima orang, termasuk seorang bayi, dilaporkan telah meninggal karena kurangnya pengobatan atau mati kelaparan sementara bersembunyi di hutan.

Menurut pernyataan pers dari Kapolda Irjen Yotje Mende, 1,576 anggota keamanan terlibat dalam penyisran itu. Diantara mereka, dua pertiga anggota adalah dari Polres Mimika, 453 dari Satgas Amole dan 150 dari Batalyon Kodim Mimika.

Karena sulitnya mendapat informasi yang akurat dan tepat waktu dari Timika, belum jelas apakah 13 orang yang ditangkap pada tanggal 1 Januari itu masih ditahan. Diyakini bahwa ke-13 tahanan itu, bersama dengan Maxson Waker, belum mempunyai perwakilan hukum. Orang Papua di balik Jeruji akan terus melaporkan perkembangan terkait dengan kasus ini.

Pembebasan

Enam tahanan dalam kasus Aimas 1 Mei dibebaskan

Pada tanggal 1 November 2014, Hengky Mangamis, Yordan Magablo, Obaja Kamesrar, Antonius Saruf, Obeth Kamesrar dan Klemens Kodimko dibebaskan setelah akhirnya hukuman penjara 1.5 tahun mereka. Isak Klaibin, tahanan yang terakhir dalam kasus ini, terus menjalankan hukuman penjara 3.5 tahun di LP Sorong. Ketujuh orang itu dihukum untuk permufakatan jahat untuk melakukan makar dibawah Pasal 106 dan 110 KUHP dan kepemilikian senjata dibawah UU Darurat 12/1951. Mereka ditangkap pada tanggal 30 April 2013 ketika pertemuan anggota masyarakat untuk memperingati hari ulang tahun ke-50 menandai pemindahan administrasi Papua ke Indonesia pada tanggal 1 Mei 2013. Aparat keamanan telah mengeluarkan penembakan ke kerumunan selama 20 menit, mengakibatkan kematian dua orang Papua. Salomina Klaibin, adiknya Isak Klaibin, menderita luka penembakan serius dan kemudian meninggal di rumah sakit dalam keadaan yang mencurigakan.

Pendeta ditangkap di penyisiran di Lanny Jaya dibebaskan

Informasi diterima dari pekerja HAM berbasis di Jayapura menunjukkan bahwa Pendeta Ruten Wakerkwa, yang ditangkap pada tanggal 1 Agustus 2014 saat penyisiran di Lanny Jaya telah dibebaskan. Wakerkwa ditangkap ketika pertempuran berpecah diantara aparat keamanan dan kelompok bersenjata dipimpin oleh Enden Wanimbo.

Aktivis KNPB Merauke dibebaskan

Laporan diterima dari pekerja HAM setempat menyatakan bahwa Ferdinandus Blagaize dan Selestinus Blagaize, dua aktivis dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dibebaskan dari penahan di Polsek Okaba. Kedua aktivis ditangkap karena mereka memiliki sebuah dokumen berkaitan dengan soal referendum dan buku-buku tentang sejarah Papua yang dimaksudkan untuk acara sosialisasi di Okaba, kampung asal mereka.

Timur Wakerkwa dibebaskan

Pada awal bulan November 2014, Timur Wakerkwa dibebaskan berikut akhirnya hukuman penjara 2.5 tahun. Pada tanggal 1 Mei 2012, dia ditangkap bersama Darius Kogoya karena mereka mengambil bagian dalam demonstrasi menandakan hari ulang tahun ke-49 menandai pemindahan administrasi Papua ke Indonesia. Kedua mereka didakwa makar dibawah Pasal 106 KUHP. Kogoya terus menjalankan hukuman tiga tahun di LP Abepura.

Tahanan boikot pilihan dibebaskan

Pengacara HAM melaporkan pembebasan Sudi Wetipo, Elius Elosak, Domi Wetipo dan Agus Doga dari Polres Jayawijaya di Wamena. Menurut informasi terbaru diterima dari sumber di Wamena, keempat orang itu ditangkap di distrik Silokarno pada tanggal 11 Juli 2014, dan bukan 14 Juli seperti dilaporkan yang sebelumnya. Mereka ditahan bersama dangan lima para tahanan dalam kasus Boikot Pilihan di Pisugi. Pada tanggal 13 Juli, mereka dikeluarkan tanpa dakwaan. Keempat orang itu ditangkap karena mereka memilih untuk tidak mengambil bagian dalam Pilihan Presiden pada bulan Juli 2014 dan memanggil untuk boikot pilihan.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Yosep Siep belum menerima perawatan psikologis; sidang bagi empat yang lain ditunda

Pengacara pembela dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) telah melaporkan bahwa Yosep Siep, satu dari lima orang yang ditangkap dalam kasus Boikot Pilihan di Pisugi, tidak lagi dalam penahanan dalam LP Wamena. Bulan lalu, Siep dibawa ke rumah sakit karena menderita sakit di bagian dada dan telinga akibat menghadapi penyiksaan pada saat penangkapan. Dia juga tampaknya dalam keadaan tegangan dan tidak bisa konsentrasi ketika menjawab pertanyaan. Dia telah disarankan untuk berkonsultasi dengan doktor saraf oleh doktor praktek umum, tetapi karena tidak adanya layanan seperti itu di Wamena, dia belum bisa menerima pengobatan yang dibutuhi untuk pemulihan penuh. Karena tidak adanya pengaturan pasti dengan Pengadilan untuk memastikan Siep menerima perhatian medis yang dibutuhi untuknya sehat untuk disidang, dia sudah pulang ke rumah. Namun, statusnya dalam kasus ini tetap seperti tersangka dan dia masih berisiko ditangkap pulang atau disidang. Persidangan bagi empat tahanan yang lain telah berkali-kali ditunda karena kurangnya saksi yang rela untuk mengajukan keterangan.

25 ditahan dalam penyisiran di Illaga dibebasakan

Pada tanggal 12 Desember 2014, 25 orang ditangkap dalam penyisiran militer di Puncak Illaga dibebaskan. Pada tanggal 3 Desember, mereka ditangkap berkaitan dengan penembakan dua anggota Brimob di Puncak Jaya. Menurut seorang peneliti HAM setempat, mereka dibebaskan dari penahanan karena kurangnya bukti menyangkutkan mereka dengan serangan tersebut. Kelompok bersenjata pro-kemerdekaan TPNPB tekah mengklaim tanggung jawab atas serangan itu, tetapi menyatakan bahwa mereka yang ditangkap saat penyisiran adalah warga sipil biasa dan bukan anggota TPNPB.

Kasus-kasus yang menjadi perhatian

Brimob menembak siswa di Timika

Situs berita Papua Majalah Selangkah melaporkan bahwa pada tanggal 10 Januari 2015, Melkias Nawipa, seorang siswa berumur 20 tahun dipukul dan ditembak oleh anggota Brimob karena dia tidak mampu membaya 3,000 Rupiah setelah makan bakso di sebuah warung. Pemilik warung itu melaporkannya ke polisi yang terus mula memukulnya dengan parah. Anggota Brimob tersebut melepaskan lima tembakan ke arah Nawipa sewaktu dia mencoba membalas dengan memukul balik dan melempar batu. Dia menderita luka penembakan di punggungnya dan dibawa ke ruang Inap Gawat Darurat RSUD Timika.

Koreksi laporan Paniai Berdarah

Informasi baru dari penyelidik HAM berbasis di Nabire telah menyingkap bahwa pada tanggal 8 Desember 2014, empat orang Papua ditembak mati dalam insiden ‘Paniai Berdarah’, dan bukan enam orang, seperti dilaporkan dalam laporan bulan Desember kami. Nama-nama korban adalah Simon Degei (siswa SMA berumur 18 tahun), Alpius Youw, Alpius Gobai dan Yulian Yeimo (semua siswa berumur 17 tahun).

Suara Papua melaporkan bahwa situasi di Enarotali, Paniai, masih tegang dan masyarakat setempat sangat trauma karena penembakan itu. Pada tanggal 7 Januari 2015, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk Tim Penyelidikan Fakta (TPF) yang bisa mengajukan rekomandi tentang kasus tersebut ke pemerintah Indonesia, tetapi tidak bisa membawa kasus itu ke persidangan. Kelompok HAM Papua telah menyerukan Komnas HAM untuk membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM (KPP HAM) agar dapat membawa kasus ini ke pengadilan sesuai dengan UU 26/2000 tentang pengadilam HAM.

Berita

Nota tentang pencabutan tiga orang dari daftar tahanan politik

Dalam laporan bulan ini, kami telah mencabut tiga orang – Deber Enumby, Tiragud Enumby dan Yenite Morib – dari daftar tahanan politik kami. Orang Papua di balik Jeruji belum menerima informasi baru tentang ketiga orang ini untuk lebih dari satu tahun. Ada kemungkinan bahwa mereka sudah dikeluarkan. Pada 4 Januari, Deber Enumby ditangkap berikut pencurian delapan senjata api dari pos polisi Kurilik. Beberapa minggu kemudian, Tiragud Enumby dan Yenite Morib ditangkap dalam penyisiran di Gereja Dondobaga di kampung Kurilik. Kami akan terus melaporkan kasus ini jika ada perkembangan.

Tahanan politik Papua bulan Januari 2015

  Tahanan politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Areki Wanimbo 6 Agustus 2014 Pasal 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan wartawan Perancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Wamena
2 Yosep Siep 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Wamena
3 Ibrahim Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Wamena
4 Marsel Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Wamena
5 Yance Walilo 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Wamena
6 Yosasam Serabut 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Wamena
7 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
8 Lendeng Omu 21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
9 Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 years Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
10 Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 years Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
11 Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 years Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
12 Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 years Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
13 Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 years Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
14 Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 years Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
15 Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 years Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
16 Soleman Fonataba 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
17 Edison Werimon 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Ditangguh, tida bisa keluar kota
18 Piethein Manggaprouw 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Biak
19 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
20 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
21 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
22 George Syors Simyapen 1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
23 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
24 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
25 Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
26 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
27 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
28 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
29 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
30 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
31 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
32 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
33 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
34 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
35 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
36 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
37 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
38 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

Desember 2014: Paniai Berdarah: kebrutalan militer mengancam janji Jokowi untuk hak asasi manusia di Papua

Ringkasan

Pada akhir Desember 2014, setidaknya ada 55 tahanan politik di penjara Papua.

Enam orang Papua tewas dan sekurang-kurangnya 22 orang lain menderita luka-luka akibat penembakan membabi buta oleh aparat militer dan polisi pada tanggal 8 Desember 2014 di distrik Enarotali di Kabupaten Paniai. Aparat keamanan mengeluarkan tembakan ke arah kerumunan yang terdiri dari sekitar 800 demonstran damai yang melakukan tarian tradisional Papua Waita sebagai protes atas penyiksaan seorang anak berumur 13 tahun oleh anggota Tim Militer Khusus Satuan Batalyon 753 (Timsus 753) pada hari sebelumnya. Anggota militer Timsus 753 juga bertanggung jawab atas penyiksaan dua orang Papua yang didokumentasikan pada Mei 2010. Perlakuan brutal terhadap anak-anak oleh aparat keamanan Indonesia yang terjadi di ruang terbuka dan public seperti ini sangat mengkhawatirkan dan melambangkan budaya impunitas di Papua.

Tanpa melakukan investigasi yang teliti, independen dan adil, pejabat militer Indonesia memberi apa yang satu analis sebut sebagai “respon klasik” dengan mengalihkan tanggung jawab atas penembakan 8 Desember kepada Operasi Papua Merdeka (OPM).  Satu tanggapan lain, diabaikan oleh tokoh-tokoh pemimpin masyarakat Papua sebagai fabrikasi, Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) mengatakan kepada media Indonesia bahwa penembakan sudah ditangani dengan cara adat, dengan melakukan upacara bakar batu. Tanggapan-tanggapan ini mempertanyakan kemauan politik dari pemerintah Indonesia untuk mencari akuntabilitas dan transparansi atas apa yang sekarang telah dikenal sebagai ‘Paniai Berdarah.’

Meskipun Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa tim pencari fakta akan dibentuk, tapi tetap tidak diketahui apakah penyelidikan itu akan menjadi kerjasama yang terdiri dari tentara, polisi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM) , dan pemuka adat Papua, sesuai dengan rekomendasi dari Komnas HAM. Pentingnya penyelidikan bersama tersebut akan memastikan bahwa personil militer yang bertanggung jawab bisa dipertanyakan dan dimintai pertanggungjawaban. Analis politik dan hak asasi manusia menduga bahwa penembakan 8 Desember itu  mungkin dipicu oleh militer yang berani setelah pengumuman dukungan Jokowi terhadap komando daerah militer baru (Komando Daerah Militer, Kodam) di Papua. Pelanggaran-pelanggaran oleh militer Indonesia yang telah lama terjadi di Papua ini, diabadikan oleh budaya impunitas, menunjukkan bahwa rencana tersebut tidak sesuai dengan janji Jokowi sebelumnya untuk melindungi hak asasi manusia di Papua. Pada tanggal 27 Desember, puluhan demonstran-demonstran di Jayapura ditangkap karena memprotes rencana kunjungan Presiden Jokowi. Para demonstran-demonstran, bersama dengan kelompok masyarakat sipil Papua lainnya, menolak kunjungan Jokowi sebagai tanggapan terhadap Paniai Berdarah.

Dalam kasus yang lain di Puncak Illaga di Kabupaten Mimika bulan ini, sekurang-kurangnya 26 orang Papua ditangkap dan dianiaya, beberapa di antaranya disiksa. Kasus ini menggemakan tiga kasus lain yang dilaporkan pada tahun 2014: penangkapan di Nimbokrang pada bulan Agustus, penangkapan di Sasawa pada bulan Februari dan Yotefa Berdarah pada bulan Juli. Dalam kasus ini, aparat keamanan terus menargetkan warga sipil Papua dengan menggunakan kekuatan yang berlebihan dan penangkapan sembarangan dalam upaya untuk menghukum masyarakat asli Papua atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum dan kelompok criminal yang lain. Serangan balasan seperti itu menyoroti kurangnya perlindungan yang diberikan kepada masyarakat asli Papua terhadap kekerasan yang diperbuat oleh aparat keamanan negara Indonesia.

Salah satu tahanan dalam kasus Boikot Pilpres di Pisugi, Yosep Siep, telah dirawat di rumah sakit karena sakit yang dialami sebagai akibat penyiksaan yang dihadapi pada saat penangkapannya. Persidangan untuk kelima tahanan Pisugi telah berulang kali ditunda karena sulitnya memperoleh keterangan saksi saat pengadilan. Di Nabire, sepuluh anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dibebaskan setelah lebih dari satu bulan dalam penahanan, dilaporkan karena kurangnya bukti untuk membawa mereka ke pengadilan.

Penangkapan

Beberapa orang ditangkap karena berdemonstrasi menentang kunjungan Jokowi

Sumber berita Papua, Suara Papua, melaporkan bahwa pada tanggal 27 Desember 2014, puluhan para demonstran ditangkap oleh aparat keamanan karena berpartisipasi dalam demonstrasi long march untuk memprotes kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo ke Papua. Menurut seorang saksi, para demonstran memakai pakaian adat dan bertujuan untuk berjalan dari Jalan Sosial di Sentani ke Bandara Sentani. Saat perjalanan, mereka dihentikan oleh Militer Yonif 751 dan dilaporkan ditangkap oleh aparat militer dan polisi. Kemudian mereka ditahan di Polres Jayapura. Namun belum lagi jelas berapa jumlah demonstran yang ditangkap dan jika mereka saat ini masih berada dalam tahanan.

Puluhan ditangkap dan disiksa oleh aparat keamanan di Puncak Illaga

Informasi yang diterima oleh pekerja hak asasi manusia setempat melaporkan penangkapan paling tidak 26 orang Papua di Illaga di Puncak Jaya, Kabupaten Mimika setelah penembakan yang mengakibatkan kematian dua anggota Brigade Mobil (Brimob) oleh gerakan pro-kemerdekaan bersenjata Tentera Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Pada tanggal 3 Desember 2014, dua anggota Brimob ditembak di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRD,) di distrik Kago, kabupaten Mimika. Anggota TPNPB juga mengambil senapan serbu mereka. TPNPB telah mengeluarkan pernyataan yang menyatakan tanggung jawab atas serangan tersebut. Tidak lama setelah itu, apparat gabungan militer dan polisi menanggapi dengan melakukan operasi sweeping di daerah tersebut, dan membakar 15 rumah milik warga setempat, yang dilaporkan tidak terlibat dalam serangan terhadap dua anggota Brimob itu. Rumah yang dibakar termasuk 13 rumah honai tradisional dan rumah milik Kwarnus Murib, seorang bupati setempat. 24 orang yang ditangkap diduga menghadapi penganiayaan dan penyiksaan saat penangkapan. Salah satu tahanan, Pai Murib, dibebaskan dalam kondisi kritis setelah pemukulan berat ke perutnya. Murib dikirim ke rumah sakit umum di Puncak Jaya menyusul pembebasannya, dan hanya mampu berbicara dan makan setelah dua hari. Menurut kesaksian Murib, pada tanggal 3 Desember ia keluar mengumpulkan kayu di hutan untuk digunakan di rumah saat polisi, tanpa mempertanyakan dia, terus memukuli dan kemudian menahannya.

23 orang lainnya yang ditangkap adalah Baitem Murib, Rekules Murib, Patung Kulua, Munius Tabuni, Pliton Murib, Wisisi Murib, Elison Murib, Yomis Murib, Ketamius Telenggen, Daud Murib, Penggeri Murib, Tipen Tabuni, Kitenius Murib, Matius Murib, Malukni Murib, Delpi Kulua, Agus Magai, Isak Tabuni, Manus Waker, Yonar Telenggen, Donar Telenggen dan Yuh Mom. Menurut penyelidik hak asasi manusia, ke-23 mereka yang ditahan tidak terlibat dalam serangan terhadap dua anggota Brimob itu. Mereka saat ini ditahan di Polres Puncak Ilaga.

Pada tanggal 5 Desember, Mernus Murib dan Tomas Tabuni (anggota dari DPRD Puncak Ilaga) ditangkap di luar Bank Papua di Puncak Ilaga dan ditahan di Polres Puncak Ilaga. Mereka dilaporkan ditangkap sehubungan dengan serangan terhadap dua anggota Brimob tersebut. Belum lagi jelas jika kedua mereka terlibat dalam serangan itu.

Penyelidik hak asasi manusia melaporkan kekhawatiran atas keselamatan ke-25 tahanan itu, menyatakan bahwa mereka mungkin menghadapi risiko penyiksaan. Para tahanan saat ini tidak ada perwakilan hukum.

Pembebasan

Para aktivis KNPB Nabire dan Dogiyai dibebaskan

Pada tanggal 23 Desember, sepuluh aktivis KNPB dari Nabire dan Dogiyai yang ditangkap pada 19 November dibebaskan. Sadrak Kudiai, pemimpin KNPB Nabire, Agus Tebay, Derius Goo, Yafet Keiya, Hans Edoway dan Aleks Pigai dari Nabire, dan David Pigai, kepala KNPB Dogiyai, Enesa Anouw, Marsel Saul Edowai dan Agus Waine dari Dogiyai, sebelumnya didakwa makar dan penghasutan di bawah pasal 160, 106 dan 55 KUHP. Mereka ditangkap karena mengambil bagian dalam kegiatan peringatan merayakan ulang tahun ke-6 pembentukan KNPB. Majalah Selangkah melaporkan bahwa Kapolres Nabire, HR Situmeang menyatakan bahwa sepuluh anggota itu telah dibebaskan sebagai ‘hadiah’ Natal setelah permohonan dari pemimpin suku setempat dan penduduk desa. Salah satu para tahanan, Sadrak Kudiai, menantang pernyataan Situmeang itu, menyatakan sebaliknya bahwa mereka dibebaskan karena polisi tidak bisa menemukan bukti untuk memperpanjangkan penahanan mereka.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Yosep Siep dirawat di rumah sakit; sidang ditunda karena saksi tidak muncul dalam kasus Boikot Pemilihan di Pisugi

Salah satu tahanan dalam kasus Boikot Pemilihan di Pisugi, Yosep Siep, telah dirawat di rumah sakit untuk sakit dada dan telinga sebagai akibat penyiksaan yang dihadapi pada saat penangkapannya. Menurut pengacara, Siep juga tampaknya tidak mampu berkonsentrasi saat menjawab pertanyaan dan berada dalam kondisi stres yang luar biasa. Dia juga dilaporkan menderita penyakit tipus. Siep sebelumnya menerima perawatan medis, tetapi masih dipaksa menghadiri sidang meskipun dalam kondisi yang buruk. Namun, pengacara pembela meminta untuk Siep menerima perawatan intensif di rumah sakit sampai ia sembuh sepenuhnya. Sejak itu, sidang bagi Siep akan ditunda sampai ia sembuh sepenuhnya.

Persidangan juga telah ditunda untuk empat tahanan lainnya – Ibrahim Marian, Marsel Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut – karena saksi tidak menunjukkan diri. Persidangan yang dijadwalkan untuk tanggal 3 dan 10 Desember ditunda karena saksi yang dipanggil untuk menyajikan kesaksian mereka gagal hadir. Saksi yang dipanggil termasuk masyarakat setempat dan anggota polisi. Menurut Jaksa Penuntut Umum, para masyarakat setempat sudah tidak tinggal di daerah itu lagi dan karena itu tidak dapat menghadiri persidangan, dan saksi polisi terlalu sibuk dengan kegiatan kepolisian untuk hadir.

Kasus yang menjadi perhatian

Enam tewas, 22 terluka dalam penembakan militer dan polisi di Paniai

Pada tanggal 8 Desember 2014, lima orang Papua ditembak oleh aparat militer dan polisi dan setidaknya 22 orang lainnya menderita luka di Enarotali, kabupaten Paniai. Seorang korban keenam meninggal di rumah sakit pada hari berikutnya. Aparat keamanan mulai menembak tanpa pandang bulu ke kerumunan orang Papua yang melakukan tarian tradisional adat memprotes penyiksaan dan penganiayaan tiga anak-anak oleh anggota militer pada hari sebelumnya.

Menurut laporan dari penyelidik HAM lokal dan media di Papua, pada malam 7 Desember, sekitar 20:20 waktu Papua, tiga anak-anak berusia 12-13 menghentikan kendaraan di Enarotali dan mendesak penghuninya untuk menyalakan lampu mereka supaya lebih aman karena gelap. Pukul 21:00, kendaraan yang sama disertai dengan kendaraan militer milik Tim Khusus Batalyon 753 (Timsus 753) tiba kembali ke tempat yang sama untuk mencari tiga anak itu. Anggota militer Timsus 753 memukuli Yulianus Yeimo, salah satu dari tiga anak-anak itu, dengan senapan popor dan menikamnya di kepala dan di tubuh, seperti yang didokumentasikan dalam sebuah laporan oleh Departemen Keadilan Dan Perdamaian Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua. Yeimo akhirnya berhasil melarikan diri dan lari dengan dua anak lainnya. Para anggota militer mengejar tiga anak itu dan melepaskan tembakan ke arah mereka. Akibatnya, salah satu anak, Jeri Gobai, dilaporkan menderita luka tembak di bahu kanannya.

Keesokan harinya, pada tanggal 8 Desember, sekitar 07:00, Kapolres Paniai tiba ke lokasi di mana Yeimo disiksa. Penduduk desa setempat menganggap mereka bertanggung jawab atas penyiksaan dan penganiayaan tiga anak itu, karena kendaraan yang mereka gunakan adalah sama dengan kenderaan yang digunakan pada malam sebelumnya, dan mulai melemparkan batu ke polisi. Setelah intervensi dari Bupati setempat, ketegangan mereda dan penduduk setempat berhenti tindakan mereka.

Pada sekitar 09:00, kerumunan yang terdiri dari sekitar 800 orang Papua berkumpul di lapangan Karel Bonay di depan Polres Enarotali dan Komando Rayon Militer (Koramil) untuk menuntut penjelasan atas kejadian malam sebelumnya. Para demonstran melakukan tarian waita, sebuah tarian tradisional Papua, dalam ekspresi keluhan mereka. Aparat militer dan polisi menanggapi dengan melepaskan tembakan ke arah kerumunan. Penyelidik hak asasi manusia di Paniai dan laporan berita menyatakan bahwa lima orang segera tewas di tempat; Alpius Youw, Yulian Yeimo dan Alpius Gobai (semua siswa SMA 17 tahun) dan Simon Degei (seorang siswa SMA 18 tahun). Abia Gobay (seorang siswa SMA 17 tahun) juga meninggal akibat luka tembak, namun tubuhnya ditemukan 400 meter dari lapangan Karel Bonay. Dilaporkan bahwa keluarganya membawa tubuhnya kembali ke rumah keluarga. Keesokan harinya, pada tanggal 9 Desember, Yulian Tobai, seorang satpam yang berumur 40 tahun meninggal karena luka-lukanya di rumah sakit, membuatnya korban keenam penembakan militer dan polisi. Sebuah laporan oleh organisasi gereja berbasis di Jayapura, Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, menyatakan bahwa setidaknya 22 orang lainnya mengalami luka terkait penembakan 8 Desember itu. Yang termuda di antara korban yang menderita luka ialah anak bernama Benny Yogi yang berumur 8 tahun, seorang anak siswa SD yang ditembak di tangannya.

Pada tanggal 11 Desember, Mayor Jenderal Fuad Basya, Kepala Pusat Informasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengatakan kepada media Indonesia tentang kemungkinan keterlibatan separatis dalam penembakan Desember 8. Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Darat, menyatakan bahwa penembakan itu dimulai oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari pegunungan sekeliling. Dr Otto Nur Abdullah, yang mengepalai tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyelidiki penembakan 8 Desember itu, menyatakan bahwa ini adalah mustahil karena gunung-gunung itu jauh. Dia menegaskan sebaliknya bahwa anggota militer dari Timsus 753 bertanggung jawab atas penembakan itu.

Pada tanggal 15 Desember, Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) mengatakan kepada media Indonesia bahwa ketika penyelidikan atas insiden ini sedang berlangsung, masyarakat setempat Papua sudah membuat kesepakatan dengan militer dan polisi sesuai dengan cara-cara adat dengan melakukan upacara adat bakar batu. Pemimpin gereja dan masyarakat setempat mengutuk pengumuman itu dan menyatakan bahwa memang tidak ada kesepakatan seperti itu dan pernyataan itu hanya meningkatkan kemarahan lebih lanjut di antara keluarga korban. Kepala Dewan Adat Papua (DAP) di Paniai, Jhon Gobay, mengatakan kepada Majalah Selangkah bahwa pernyataan seperti itu mewakili upaya sistematis oleh Negara Indonesia untuk menyembunyikan situasi dan untuk melepaskan diri dari mengambil tanggung jawab atas penembakan 8 Desember.

Komnas HAM telah meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan bersama yang terdiri dari tentara, polisi, tokoh-tokoh tradisional Papua dan Komnas HAM. Human Rights Watch Indonesia dan Imparsial juga meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan bersama, untuk memastikan bahwa penyidik dapat mempertanyakan aparat militer yang hadir saat kejadian. Human Rights Watch juga meminta pemerintah Indonesia untuk melindungi saksi yang hadir pada penembakan 8 Desember, mencatat bahwa laporan awal oleh Komnas HAM menunjukkan bahwa saksi “tidak mau bersaksi” karena kekhawatiran akan kemungkinan pembalasan. Sebuah artikel Suara Papua melaporkan bahwa masyarakat setempat mengalami trauma akibat penembakan dan bahwa hampir seminggu setelah peristiwa itu, kehadiran berat anggota aparat keamanan yang bersenjata masih bisa ditemukan di Enarotali.

Dalam menanggapi  penembakan 8 Desember, yang kini telah dikenal sebagai ‘Paniai Berdarah’, kelompok masyarakat sipil di Papua termasuk Forum Oikumenis Gereja-Gereja Papua dan kelompok mahasiswa Gempar-R menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap kunjungan hari Natal ke Jayapura oleh Presiden Jokowi yang direncanakan pada tanggal 27 Desember. Pada tanggal 27 Desember dalam pidato menangani kerumunan ratusan di Stadion Mandala di Kota Jayapura, Jokowi memecah kesunyian tentang penembakan 8 Desember, dan menyatakan bahwa ia ingin “kasus ini diselesaikan segera” dan bahwa “dengan membentuk fakta tim “ia berharap untuk” memperoleh informasi yang valid [tentang apa yang sebenarnya terjadi], serta menemukan akar masalah.”

Berita

Komnas HAM akan memantau kasus makar di Papua; kasus pembunuhan Theys Eluay mungkin dibuka kembali

Sebuah artikel di situs Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) melaporkan bahwa Komnas HAM akan mulai lebih memperhatikan pemantauan kasus makar di Papua. Dr Otto Nur Abdullah, yang memimpin tim Komnas HAM menyelidiki Paniai Berdarah, mencatat bahwa mereka berencana untuk memantau proses persidangan penuh dalam kasus yang melibatkan dakwaan makar. Komnas HAM juga berencana untuk melakukan sesi pleno untuk memeriksa kasus masa lalu, termasuk pembunuhan pemimpin Papua Theys Eluay, hilangnya sopir pribadi Eluay, Aristoteles Masoka, dan hilangnya 17 penumpang speedboat di Serui pada Maret 2009. Dr. Abdullah juga menyatakan kemungkinan membuka kembali kasus Theys Eluay untuk mencapai putusan tentang penculikannya.

Tahanan politik Papua bulan Desember 2014

  Tahanan politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Areki Wanimbo 6 Agustus 2014 Pasal 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan wartawan Perancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polda Papua
2 Pendeta Ruten Wakerkwa 1 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan penyisiran militer Lanny Jaya 2014 Tidak jelas Tidak jelas Polres Lanny Jaya
3 Sudi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
4 Elius Elosak 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
5 Domi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
6 Agus Doga 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
7 Yosep Siep 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
8 Ibrahim Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
9 Marsel Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
10 Yance Walilo 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
11 Yosasam Serabut 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
12 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
13 Ferdinandus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
14 Selestinus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
15 Lendeng Omu 21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
16 Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
17 Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
18 Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
19 Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
20 Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
21 Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
22 Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
23 Yenite Morib 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
24 Tiragud Enumby 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
25 Deber Enumby 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
26 Soleman Fonataba 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
27 Edison Werimon 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
28 Piethein Manggaprouw 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
29 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
30 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
31 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
32 George Syors Simyapen 1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
33 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
34 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
35 Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
36 Obaja Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
37 Antonius Saruf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
38 Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
39 Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
40 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
41 Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
42 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
43 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
44 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
45 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2 tahun and 6 bulan Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
46 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
47 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
48 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
49 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
50 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
51 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
52 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
53 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
54 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
55 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org.

Share

November 2014: KNPB tetap kelompok masyarakat sipil Papua yang paling ditargetkan

Ringkasan

Pada akhir bulan November 2014, setidaknya terdapat 65 tahanan politik di penjara Papua.

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) masih merupakan kelompok masyarakat sipil yang paling ditarget di Papua. Sejauh tahun ini, terdapat 101 penangkapan aktivis KNPB atau mereka yang tersangka berafiliasi dengan KNPB. Pola penangkapan massal anggota KNPB berlanjut bulan ini dengan penangkapan 28 anggota KNPB karena berpatisipasi dalam kegiatan peringatan damai perayaan hari ulang tahun keenam pembentukan KNPB pada tahun 2008. Pada bulan Juli lalu, 36 anggota KNPB ditangkap berkaitan dengan rencana boikot damai atas Pemilihan Umum Presiden Indonesia. Nampaknya, tindakan menghukum semena-mena terhadap KNPB tidak akan berakhir, termasuk tindakan penyisiran, penangkapan massal, penahanan sewenang-wenang, penganiayaan dan penyiksaan. Upaya polisi untuk mendelegitimasikan KNPB seperti organisasi ‘ilegal’ dengan menggunakan dalih UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang membatasi ekspresi damai dan merupakan pertanda menyusutnya ruang demokrasi.

Ke-12 tahanan dalam kasus Boikot Pilpres di Nimbokrang dibebaskan melalui penangguhan penahanan tetapi mungkin masih disidang dan sekarang mereka ada di bawah tahanan kota. Keempat tahanan dalam kasus penangkapan Freedom Flotilla di Sorong pada bulan Agustus 2013 dan kedua tahanan dalam kasus makar di Sarmi pada bulan Desember 2013 juga masih dalam keadaan ketidaktentuan hukum. Dalam kasus-kasus ini, kondisi penangguhan penahanan memberi kemungkinan penangkapan kembali bila mereka ditemukan mengulangi ‘pelanggaran’ yang sama, seperti berdemonstrasi atau memboikot pemilu. Kondisi penangguhan penahanan yang ketat ini bersama dengan pengawasan polisi dan pembatasan atas gerakan fisik bertujuan untuk menghalangi aktivis asli Papua dari menggunakan hak mereka untuk melakukan protes secara damai. Dengan jelas, ini melanggar hak kebebasan berkumpul dan berekspresi. Demikian pula, pemasukan aktivis dan pemimpin ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) adalah strategi yang digunakan polisi untuk mengkriminalisasi dan mengintimidasi kelompok masyarakat sipil asli.

Linus Hiel Hiluka dan Kimanus Wenda, dua tahanan politik di Nabire yang masing-masing sedang menjalani hukuman penjara 19 tahun dan 10 bulan, mengalami penganiayaan oleh polisi. Sidang untuk Areki Wanimbo, yang ditahan sejak 6 Agustus, diharapkan akan bermula pada bulan Desember. Wanimbo ditangkap bersama dengan dua wartawan Perancis yang mengunjunginya saat  mereka membuat investigasi tetang situasi di Lanny Jaya. Dia menghadapi dakwaan permufakatan jahat untuk melakukan makar yang memberi kemungkinan hukuman penjara maksimal enam tahun.

Penangkapan

Anggota KNPB di Nabire, Dogiyai dan Kaimana menghadapi penganiayaan dan penangkapan sewenang-wenang kerana peringatan hari ulang tahun KNPB

28 anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Nabire, Dogiyai dan Kaimana menjadi sasaran penangkapan dan penganiayaan oleh polisi Indonesia saat kegiatan peringatan perayaan hari ulang tahun keenam pembentukan KNPB.

Nabire

Pada tanggal 19 November sepuluh orang ditangkap di dua pertemuan terpisah di distrik Nabire Kota. Menurut kesaksian satu orang yang ditangkap dan kemudian dilepaskan, Agus Tebay, penyelenggara salah satu pertemuan tersebut dipukul pada saat penangkapan. Kesepuluh tahanan itu dilaporkan ditahan semalam secara terpisah dan tidak diberikan akses sanitasi yang layak, makanan ataupun air. Pada tanggal 23 November, dilaporkan empat orang dibebaskan. Menurut laporan dari situs berita Suara Papua, keenam orang yang masih ditahan, Sadrak Kudiai, kepala umum KNPB Nabire, Agus Tebay, Derius Goo, Yafet Keiya, Hans Edoway dan Aleks Pigai didakwa dengan penghasutan dan makar di bawah Pasal 160, 106 dan 55 KUHP.

Dogiyai

12 orang ditangkap di Kabupaten Dogiyai saat anggota KNPB berkumpul untuk memperingati hari ulang tahun KNPB. Mereka diberhenti oleh polisi Nabire dan anggota Brigade Mobil (Brimob), beberapa di antaranya bersenjata lengkap. Saat anggota KNPB mencoba bernegosiasi dengan aparat keamanan untuk mengizinkan mereka melakukan acara ibadat, polisi dilaporkan menanggapi dengan melepaskan tembakan ke arah kerumunan dan memukul dan menangkap mereka yang mencoba melarikan diri. Empat dari 12 orang yang ditangkap – David Pigai, Oktovianus Tebay, Markus Mote dan Ansalmus Pigay – dilaporkan menderita luka tembakan.

Menurut laporan awal dari Majalah Selangkah, David Pigai dilaporkan dipukul secara parah dan ditikam di daerah belakang kepalanya dengan sangkur saat dalam penahanan. Dia sekarang diyakini tidak mendapatkan akses ke perawatan medis. Para tahanan lain juga dilaporkan tidak mendapatkan makanan dan air bersih. David Pigai, kepala KNPB Dogiyai, Enesa Anouw, Marsel Saul Edowai dan Agus Waine didakwa dengan penghasutan dan makar dibawah Pasal 160, 106 dan 55 KUHP.

Kaimana

Menurut laporan dari Jubi, pada tanggal 24 November, polisi melakukan operasi penyisiran di kantor sektreatriat KNPB di Kabupaten Kaimana dan menangkap enam anggota KNPB. Penangkapan ini mengikut kegiatan tanggal 19 November oleh KNPB Kaimana saat peringatan hari ulang tahun keenam KNPB. Gofur Kuria, Nikolaus Busira, Demianus Waita, Marden Namsau, Kores Namsau dan Dewi Kurita dibebaskan tak lama kemudian.

Pembebasan

Tahanan Nimbokrang mendapat penangguhan penahanan

Pada tanggal 13 and 14 November, ke-12 tahanan dalam kasus Nimbokrang dialihkan jenis tahanannya dan mendapat  penangguhan penahanan ke tahanan kota. Pengacara dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Papua (KontraS Papua) melaporkan bahwa tujuh tahanan, Philemon Yare, Loserek Loho, Sahayu Loho, Alpi Pahabol, Gad Mabel, Enos Hisage dan Herman Siep, yang berasal dari Yalimo, dibebaskan dan diterbangkan kebali ke Yalimo. Kelima tahanan yang lain, Nius Alum, Yos Watei, Jhon Pigai dan Anton Gobay, dibebaskan pada hari berikutnya. Polisi memberitahu pengacara KontraS Papua bahwa putusan untuk membebaskan para tahanan didasarkan karena ada yang di antara mereka yang sudah tua dan beberapa dari mereka adalah kepala suku dari Yalimo, di mana jika penahanan dilanjutkan hal itu mungkin akan memperburuk situasi di daerah itu. Menurut pengacara, saat pemeriksaan polisi, ke-12 tahanan tidak dianggap seperti tersangka utama dalam kasus ini. Namun, mereka ditahan selama tiga bulan, didakwa dengan makar dan sekarang tetap akan dalam situasi ketidaktentuan hukum.

Pada tanggal 10 Agustus 2014, ke-12 tahanan ditangkap bersama dengan delapan orang lain di bawah tuduhan keterlibatan dengan Tentara Papua Nasional/Operasi Papua Merdeka (TPN/OPM). Penangkapan mereka adalah kelanjutan dari penyisiran polisi berulang kali di desa Berap di distrik Nimbokrang, yang didasarkan atas kiriman infomasi ke aparat kemananan tentang dugaan adanya kamp bersenjata pro-kemerdekaan di desa itu. Menurut pengacara mereka, ke-12 orang tersebut masih beresiko menghadapi sidangan walaupun kemungkinan tersebut tidak tinggi.

Stefanus Banal dibebaskan

Pada tanggal 18 November, Stefanus Banal dibebaskan dari LP Abepura. Informasi dari Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC Jayapura) menyatakan bahwa Banal belum menjalani operasi yang dibutuhkan untuk kakinya akibat ditembak pada saat penangkapan oleh polisi di Oksibil di kabupaten Pegunungan Bintang. Operasi yang dibutuhkan memerlukan pengambilan plat besi yang dipasang di dalam kakinya untuk meluruskan kembali kaki tulangnya yang patah. Perawatan medis yang diterima pada awalnya di Rumah Sakit Polisi Bhayangkara tidak lama setelah penangkapannya pada bulan Mei 2013 dikritik oleh para pembela HAM sebagai tidak cukup. Pihak LP Abepura telah menolak untuk membayar biaya perawatan medisnya, yang sampai saat ini dibayar oleh kelompok masyarakat sipil.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Tahanan Sasawa dihukum, naik banding untuk dipindahkan ke LP Serui

Pada tanggal 13 November, tujuh tahanan dalam kasus Sasawa dihukum tiga setengah  tahun penjara setelah ditemukan bersalah atas permufakatan jahat untuk melakukan makar, pemberontakan dan kepemilikian senjata tajam. Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini menuntut hukuman penjara empat tahun.

Menurut pengacara pembela, sidang ini tidak dapat dianggap adil karena hanya dua saksi yang dipanggil untuk mengajukan kesaksiaan. Lebih penting, pengacara memberi alasan bahwa pengadilan tidak memperhitungkan fakta bahwa saksi-saksi tersebut mendapatkan intimidasi di Sasawa, di mana seluruh segi kehidupan sosial dikendalikan secara penuh oleh kelompok bersenjata kriminal yang dikepala Fernando Worawoai. Ke-12 tahanan dituduh berafiliasi dengan kelompok ini.

Pengacara menyatakan bahwa ke-7 tahanan telah mengambil putusan untuk tidak mengajukan banding atas hukuman mereka karena takut adanya resiko menerima hukuman yang lebih panjang. Namun ke-7 tahanan meminta izin untuk dipindahkan ke LP Serui supaya dapat berdekat dengan keluarga mereka. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Hukum dan HAM) di Jayapura menyatakan bahwa permintaan ini mungkin tidak dapat dipenuhi karena pemerintah setempat kekurangan dana untuk pemindahan itu dan biaya yang terkait mungkin harus dipenuhi oleh keluarga tahanan. Pengacara diberitahu oleh pihak Jayapura bahwa mereka harus mengajukan banding kepada Kanwil Manokwari karena Sorong adalah bagian dari provinsi Papua Barat dan bukan provinsi Papua.

Sidang untuk Areki Wanimbo semakin dekat

Pengacara pembela melaporkan bahwa sidang untuk Areki Wanimbo akan diadakan di Wamena. Wanimbo, yang sekarang ditahan di Polda Papua di Jayapura, diharapkan akan dipindahkan ke Wamena pada awal Desember. Wanimbo ditangkap bersama dua wartawan Perancis yang dibebaskan setelah 11 minggu dalam penahanan. Dia menghadapi dakwaan pemufakatan jahat untuk melakukan makar di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP. Dakwaan ini membawa kemungkinan hukuman maksimal enam tahun penjara.

Kimanus dan Linus dianiaya dalam penahanan

Laporan dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) menjelaskan penganiayaan yang dihadapi Linus Hiel Hiluka dan Kimanus Wenda di Polres Nabire. Pada tanggal 8 November, Hiluka dan Wenda dipindahkan dari LP Nabire ke ruang tahanan Polres Nabire akibat sebuah kejadian sebelumnya. Mereka berdua diberikan izin untuk membuat pekerjaan sambilan di luar LP Nabire supaya mereka dapat mengirim uang kepada keluarga mereka. Sebagai reaksi atas penoloakan izin untuk meninggalkan LP Nabire agar bisa mengirimkan uang kepada keluarganya, Wenda dilaporkan mengejar seorang petugas LP dengan kapak saat dia membelah kayu di dapur. Tidak lama kemudian, mereka dipindahkan ke sel khusus di Polres Nabire dan izin mereka untuk meninggalkan sel tersebut ditolak. Mereka dilaporkan tidak mendapatkan akses ke kamar kecil dan hanya diberikan botol plastik untuk digunakan memenuhi kebutuhan mereka.

Setelah kejadian itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv Pas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukam) menyatakan bahwa kedua tahanan mungkin akan dipindahkan ke LP Abepura karena kekhawatrian keamanan. Namun, pengacara ALDP membuat persetujuan dengan pihak Kadiv Pas agar mengizinkan kedua tahanan untuk tetap di LP Nabire supaya mereka dekat dengan keluarga mereka.

Kasus yang menjadi perhatian

Polisi menolak akses ke pengacara hukum dalam kasus amunisi baru

Rincian mengkhawatirkan telah muncul tentang upaya polisi untuk menghindari akses ke pengacara hukum sehubungan dengan penangkapan lima orang di Wamena. Menurut laporan dari Jubi, pada tanggal 26 Oktober, Rambo Wenda ditangkap bersama dengan dua pria dan dua wanita atas dugaan membeli amunisi, di samping dugaan lain. Informasi yang diterima dari penyelidik HAM setempat menyatakan bahwa Polres Jayawijaya melepaskan puluhan tembakan pada saat penangkapan, mengakibatkan semua kelima tahanan menderita luka tembak pada kaki mereka.

Menurut pengacara HAM setempat, polisi Wamena berupaya untuk menghalangi akses para tahanan ke pengacara dengan menyatakan bahwa mereka sudah menerima pendampingan hukum dari Lembaha Bantuan Hukum (LBH Papua), padahal sebenarnya mereka tidak. Pengacara hukum menyatakan bahwa upaya ini adalah cara bagi polisi untuk menghindari akses ke pengacara sampai tahap penyidikan yang paling terakhir sebelum kasus mereka dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kelima tahanan masih belum mendapatkan pendampingan hukum. Belum jelas dakwaan apa yang mereka hadapi.

Berita 

Buku Filep Karma menandakan kepenjaraanya selama 10 tahun

Pada tanggal 1 Desember, ‘Seakan Kitorang Setengah Binatang: Rasialisme Indonesia di Tanah Papua’ diterbitkan, menandai hukuman penjara Karma selama 10 tahun. Buku tersebut menceritakan kisah masa kanak-kanak Karma di Wamena dan Jayapura, tragedi Biak Berdarah pada tanggal 6 Juli 1998 dan sikap rasis dari orang Indonesia terhadap orang asli Papua. Karma sedang menjalankan hukuman penjara 15 tahun atas tuduhan makar.

Nota tentang pencabutan George Ariks dari daftar tapol-napol

Dalam update bulan ini, kami telah mencabut George Ariks dari daftar tapol-napol. Orang Papua di Balik Jeruji belum lagi menerima informasi baru tentang Ariks selama satu tahun lebih dan kemungkinan dia sudah dibebaskan karena hukuman penjara lima tahunnya yang diberikan pada tahun 2009 seharusnya sekarang sudah dijalankan. Namun, kami akan terus melaporkan tentang kasusnya jika kami mendapatkan informasi baru.

Tahanan politik Papua bulan November 2014

  Tahanan politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
 

 

 

1

 

 

 

Sadrak Kudiai

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangakapan HUT KNPB di Nabire Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

 

2

 

 

 

 

Agus Tebay

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangakapan HUT KNPB di Nabire Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

 

3

 

 

 

 

Derius Goo

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangakapan HUT KNPB di Nabire Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

 

4

 

 

 

 

Yafet Keiya

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangakapan HUT KNPB di Nabire Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

 

5

 

 

 

 

Hans Edoway

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangakapan HUT KNPB di Nabire Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

 

6

 

 

 

 

Aleks Pigai

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangakapan HUT KNPB di Nabire Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

7

 

 

 

David Pigai

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangkapan HUT KNPB di Dogiyai Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

 

8

 

 

 

 

Aneas Anou

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangkapan HUT KNPB di Dogiyai Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

 

9

 

 

 

 

Marsel Edowai

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangkapan HUT KNPB di Dogiyai Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

 

10

 

 

 

 

Agus Waine

19 November 2014 Pasal 160, 106 dan 55 Menunggu persidangan Penangkapan HUT KNPB di Dogiyai Tidak jelas Ya Polres Nabire
 

 

 

11

 

 

 

Areki Wanimbo

6 Agustus 2014 Pasal 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan wartawan Perancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polda Papua
 

 

 

12

 

 

Pendeta Ruten Wakerkwa

1 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan penyisiran militer Lanny Jaya 2014 Tidak jelas Tidak jelas Polres Lanny Jaya
 

 

 

13

 

 

 

Sudi Wetipo

14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

14

 

 

 

Elius Elosak

14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

15

 

 

 

Domi Wetipo

14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

16

 

 

 

Agus Doga

14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

17

 

 

 

Yosep Siep

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

18

 

 

 

Ibrahim Marian

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

19

 

 

 

Marsel Marian

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

20

 

 

 

Yance Walilo

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

21

 

 

 

Yosasam Serabut

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

22

 

 

 

Alapia Yalak

4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
 

 

 

23

Ferdinandus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
 

 

 

24

Selestinus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
 

 

 

25

 

Lendeng Omu

21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
 

 

 

 

 

26

 

 

Jemi Yermias Kapanai

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

 

27

Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

 

28

Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

 

29

Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

 

30

Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

 

31

Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

32

Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

33

 

 

Yenite Morib

26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
 

 

 

34

 

 

Tiragud Enumby

26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
 

 

 

35

Deber Enumby 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

 

 

36

Soleman Fonataba 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

 

 

37

Edison Werimon 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
 

 

 

38

Piethein Manggaprouw 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

 

 

39

Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

 

40

Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

 

41

Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

42

George Syors Simyapen 1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

43

Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

44

Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

45

Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

46

 

 

Obaja Kamesrar

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

47

Antonius Saruf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

48

Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

49

Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

50

Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

 

51

Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
 

 

 

 

52

 

 

 

 

Niko Sasomar

3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
 

 

 

 

53

Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
 

 

54

Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
 

 

 

55

Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2 tahun and 6 bulan Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
 

 

56

Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
 

 

57

Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

 

58

Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

 

 

59

Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
 

 

60

Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
 

 

61

Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

 

62

Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

 

63

Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
 

 

64

Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
 

 

65

Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

Oktober 2014: ‘Yotefa Berdarah’: polisi menutup mata terhadap tindakan kekerasan terhadap orang asli Papua

Ringkasan

Pada akhir bulan Oktober 2014, setidaknya terdapat 69 orang tahan politik di penjara Papua.

Setidaknya ada  46 anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ditangkap di Jayapura dan Merauke bulan ini karena mengambil bagian dalam demonstrasi damai. Para pendemo menuntut pemerintah Indonesia untuk membebaskan dua wartawan Perancis yang menghadapi persidangan karena melanggar undang-undang imigrasi. Dalam apa yang bisa dianggap seperti acuan kepada RUU Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas), polisi mengklaim pada saat penangkapan massal itu bahwa KNPB adalah sebuah organisasi luar hukum karena ia tidak terdaftar dengan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dan sebab itu simbol-simbol atau atribut KNPB juga di luar hukum. Juni lalu, polisi melakukan penangkapan massal di Boven Digoel dibawah alasan yang sama. Kelompok HAM Indonesia Imparsial menantang pembungkaman demonstrasi damai di Jayapura dan Merauke, menyatakan bahwa kebebasan berekspresi di Papua adalah paling buruk di Indonesia, terutama sekali ketika penanganan demonstrasi KNPB. Tindakan kriminalisasi terhadap demonstrasi-demonstrasi damai, seringkali di bawah naungan RUU Ormas, membatasi ruang demokrasi dan menstigmatisasi kelompok masyarakat sipil Papua.

Pada tanggal 27 Oktober, dua wartawan Perancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, dibebaskan selepas 11 minggu dalam penahahan. Namun, kepala suku dari Lanny Jaya Areki Wanimbo, yang ditangkap bersama kedua wartawan itu, masih menghadapi dakwaan permufakatan jahat untuk melakukan makar. Pengacara dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) menyatakan bahwa proses hukum bagi Wanimbo penuh dengan penyimpangan dan kasusnya tidak ditangani secara professional. Wanimbo menghadapi dakwaan yang berbeda dari dakwaan yang pada awalnya dia dituduh, dan bukti tidak sesuai juga digunakan untuk membangun kasus terhadap dirinya. Keputusan untuk memberikan hukuman penjara dua setengah bulan masing-masing terhadap kedua wartawan itu daripada membatalkan dakwaan terhadap mereka merupakan perkembangan negative bagi kampanye untuk membuka akses ke Papua. Seperti  di catat oleh peneliti Human Rights Watch Andreas Harsono, wartawan asing menghadapi sistem yang kompleks dalam aplikasi visa ke Papua, yang membutuhkan izin dari 18 badan pemerintah yang berbeda – sebuah proses yang sangat membatasi akses jurnalistik. Belum lagi jelas jika presiden Indonesia Joko Widodo akan memenuhi  janjinya untuk membuka akses ke Papua.

Dalam update pada bulanJuli kami mengangkat keprihatinan tentang kejadian yang sekarang diketahui sebagai ‘Yotefa Berdarah,’ yang terjadi pada tanggal 2 Juli di pasar Yotefa di Abepura. Laporan awal menyatakan bahwa tiga orang Papua dibunuh berikut penyisiran polisi di tempat perjudian di pasar Yotefa. Setidaknya empat orang asli Papua dari Pegunungan Tengah disiksa dan 40 orang ditangkap menurut sebuah laporan dari Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) dari Gereja Kristen Injili (GKI). Saat penyisiran polisi di pasar Yotefa, polisi menangkapa dan menyerahkan dua orang Papua, termasuk seorang anak berumur 14 tahun, kepada sekelompok orang non-Papua yang menyiksa dan memukul mereka sementara polisi berdiri menonton, kemudian berturutan sendiri dengan penyiksaan di Rumah Sakit Polisi Bhayangkara. Sementara pemukulan polisi, penyiksaan dan pembunuhan orang asli Papua bukan fenomena yang baru, keterlibatan umum kelompok-kelompok orang immigrant untuk capaian ini adalah titik rendah tertentu. Yotefa Berdarah menantang perspektif pemerintah bahwa penyiksaan dan pembunuhan dilakukan oleh polisi yang tidak mengikut undang-undang dalam sel-sel terpencil, malah menunjukkan bahwa pelanggaran sewenang-wenang ini turut menjadi acara social di mana komunitas non-asli dapat mengambil bagian. Dinamis ini mengabadikan budaya ketakutan dan dominasi di mana orang asli Papua tetap terbuka ke risiko kekerasan umum, termasuk juga di tempat yang biasanya dianggap ‘aman’ seperti rumah sakit atau kampus universitas. Diskriminasi polisi dan penggambaran orang asli Papua, terutamanya mereka yang datang dari Pegunungan Tengah, membuat mereka lebih mudah menghadapi penyiksaan umum, kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang.

Penangkapan

Penangkapan massal di Jayapura dan Merauke saat demonstrasi untuk membebaskan wartawan asal Perancis

Pada tanggal 13 Oktober sejumlah 46 anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ditangkap karena mengambial bagian dalam demonstrasi di Jayapura dan Merauke yang menuntut pembebasan dua wartawan berasal Perancis, menurut laporan dari pekerja HAM independen dan media Papua.

 Di Merauke, 29 anggota KNPB ditangkap di sekitar 06:20 waktu Papua saat mereka bersiapan untuk melakukan mars ke kantor Imigrasi di Merauke. Tidak lama selepas itu, mereka dibebaskan dari Polres Merauke. Pada waktu 08:30 pada hari yang sama, polisi Merauke dilaporkan melakukan penggeledahan di kantor Sekretariat KNPB Merauke dan menyita plakat, spanduk, beberapa terbitan dan foto-foto bendera KNPB.

Di Jayapura, 17 anggota KNPB ditahan untuk beberapa jam karena mengadakan aksi damai demonstrasi diam. Sekretaris KNPB Ones Suhaniap menyatakan bahwa polisi Jayapura tidak mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dalam menanggapi pemberitahuan niat mereka untuk melakukan demonstrasi. Polisi sebelumnya menyatakan bahwa mereka menganggap KNPB sebagai organisasi di luar hukum karena ia tidak terdaftar dengang Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).

Pembebasan

Ketua kelompok budaya dibebaskan

Pada tanggal 23 Agustus 2014, sehari selepas penangkapannya, Abner Bastian Wanma, ketua Sanggar Budaya SARAK-Sorong, kelompok budaya Papua, dibebas dari penahanan dari Polres Raja Ampat. Menurut informasi dari Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH), Sanggar Budaya SARAK-Sorong dijadwalkan untuk mempersembahkan tarian di pembukaan ‘Sail Raja Ampat’ pada hari berikutnya, sebuah acara yang bertujuan untuk mempromosikan turisme ke Raja Ampat yang dihadiri presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Munculnya bahwa penangkapan itu merupakan langkah preempative oleh polisi untuk memastikan bahwa tarian itu tidak mengandung elemen anti-Indonesia. Penangkapan sewenang-wenang ini mengunandang penangkapan 23 orang yang melakukan tarian Cakalele di sebuah acara pada tahun 2007 di  Ambon, Maluku yang juga dihadiri oleh Yudhoyono. Bendera Benang Raja, yang merupakan simbol kemerdekaan Maluku Selatan, dikibarkan pada saat acara itu.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Wartawan Perancis dibebaskan; Persidangan untuk Areki Wanimbo  akan diadakan di Wamena

Pada tanggal 27 Oktober 2014, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat dibebaskan dari penahanan di Kantor Imigrasi Klas 1A Jayapura. Mereka menerima hukuman penjara dua setengah bulan karena melanggar Pasal  122 UU 6/2011 tentang Imigrasi. Pada tanggal 6 Agustus, Dandois dan Bourrat ditangkap bersama lima  orang Papua di Wamena. Areki Wanimbo, seorang kepala suku dari Lanny Jaya, masih ditahan di Polda Papua di Jayapura. Pengacara dari ALDP melaporkan bahwa persidangannya  akan diadakan di Wamena. Dia menghadapi dakwaan permufakatan jahat untuk melakukan makar di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP.

Pengadilan Tata Usaha Negara menjatuhkan pemanggilan terhadap pengacara HAM

Pada 29 Oktober, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menandatangani persetujuan dengan organisasi-organisasi HAM Papua untuk melepaskan pemanggilan terhadap pengacara HAM Gustaf Kawer. Kelompok masyarakat sipil HAM Papua seperti Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH), Forum Kerja Oikumenes Gereja-Gereja Papua (FKOGP) dan Koalisi HAM Papua campur tangan dan berkampanye untuk PTUN menjatuhkan pemanggilan terhadap Kawer. Pengacara HAM terkemuka ini menerima panggilan pertama pada tanggal 22 Agustus dan panggilan kedua tiga hari kemudian. Ini bukan kali pertama Kawer telah menghadapi ancaman penuntutan karena pekerjaannya dalam persoalan HAM. Pada tahun 2012, dia menghadapi intimidasi dari kepolisian ketika mewakili  lima tersangka dalam kasus ‘Jayapura Lima’ yang dituduh makar.

Tahanan dalam kasus Boikot Pilpres di Pisugi mungkin  akan dipaksa untuk bersaksi terhadap satu sama lain

Pengacara dengan Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) melaporkan bahwa kelima tahanan dalam kasus Boikot Pilpres di Wamena mungkin akan dibutuhkan untuk bersaksi terhadap satu sama lain. Yosep SiepIbrahim MarianMarsel MarianYance Walilo dan Yosasam Serabut masih ditahan di Polres Jayawijaya sementara mereka menunggu mulainya persidangan mereka. Mereka menghadapi penyiksaan dan perlakuan kejam dan merendahkan pada saat penangkapan dan dalam tahanan. Pada tanggal 12 Juli, mereka ditangkap bersama 13 orang lain yang sudah dibebaskan, atas dugaan mengambil bagian dalam boikot terhadap Pilpres Indonesia pada tanggal 9 Juli. Namun kelima tahanan sekarang menghadapi dakwaan di bawah Pasal 187 dan 164 KUHP untuk permufakatan jahat membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, karena diduga membuat dan mengguna bahan peledak.

Stefanus Banal menerima operasi cangkok tulang

Laporan dari Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) dari Fransiskans Papua menyatakan bahwa pada tanggal 18 Oktober, Stefanus Beanal menerima operasi cangkok tulang di Rumah Sakit  Abepura. Pada tanggal 19 Mei 2013, Beanal ditangkap di bawah tuduhan keterilibatannya dalam serangan pembakaran sebuah pos polisi di Oksibil di kabupaten Pegunungan Bintang. Pekerja HAM melaporkan bahwa Beanal tidak terlibat dalam serangan tersebut. Dia ditembak pada saat penangkapan dan diberkian operasi awal di mana pen besi dipasangkan ke dalam kakinya untuk menyetel kembali tulang kakinya yang patah. Perawatan medis yang diterima di Rumah Sakit Polisi Bhayangkara dikritis oleh penyelidik HAM sebagai tidak memadaikan. Pihak LP Abepura telah menolak membayar ongkos perawatan medisnya. Beanal dihukum penjara selama satu tahun dan tujuh bulan dibawah Pasal 170 KUHP untuk kekerasan terhadap orang atau barang.

Kasus yang menjadi perhatian

Laporan mengungkapan pembunuhan di luar hukum, penyiksaan dan penangkapan masal dalam kejadian ‘Yotefa Berdarah’

Informasi tambahan diterima mengungkapan rincian mengkhawatirkan atas kejadian yang sekarang diketahui sebagai ‘Yotefa Berdarah’ yang terjadi pada tanggal 2 Juli 2014 di sekitar pasar Yotefa di Abepura, seperti dijelaskan dalam laporan dari Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) dari Gereja Kristen Injili (GKI). Seperti dilaporkan dalam update Juli kami, sebuah bentrokan terjadi di antara pemain judi dan dua anggota Polres Jayapura di tempat pejudian di pasar Yotefa yang mengakibatkan dalam kematian seorang polisi. Dalam keributan itu, sebuah senjata api  kepunyaan anggota polisi yang dibunuh itu dicuti oleh seorang penjudi yang kemudian melarikan diri. Laporan ini mengungkapkan bahwa selain dari tiga orang yang sebelumnya sudah dilaporkan dibunuh, empat orang juga disiksa dan setidaknya 40 orang ditangkap.

Dua jam selepas bentrokan tersebut terjadi, polisi Jayapura melakukan penyisiran di daerah itu. Laporan tersebut menyatakan bahwa menurut seorang juru bicara polisi, tujuan penyisiran itu adalah untuk memperoleh kembali senjata api yang dicuri itu. Menurut seorang saksi, polisi melepaskan tiga tembakan peringatan saat tiba di pasar Yotefa. Dua petani, Meki Pahabol yang berumur 14 tahun dan Abis Kabak yang berumur 20 tahun sedang menjual hasil kebunnya saat mereka mendengar penembakan tersebut. Karena panic, mereka mencoba untuk meninggal tempat itu dengan menaik bus umum yang menuju ke Koya, sebuah kota lain. Polisi dilaporkan menembak ke arah bus tersebut, membuat Pahabol keluar dari mobil itu dalam keadaan panic. Dia kemudian dikejar oleh sekelompok warga immigran non-Papua yang memukulnya dengan martelu dan balok. Pahabol juga ditikam dengan senjata tajam, oleh seorang warga immigran. Abis Kabak ditarik keluar bus itu secara paksa oleh polisi Jayapura yang kemudian menyerahkannya kepada sekolompok immigran non-Papua. Dia dikejar dan dipukul dengan senjata tajam, martelu dan balok oleh kelompok itu.

Kedua mereka dibawa ke Rumah Sakit Polisi Bhayangkara di mana mereka menghadapi penyiksaan lebih lanjut dalam tahanan polisi. Laporan KPKC juga menyatakan bahwa kedua mereka dibawa ke rumah sakit bersama dengan delapan orang  lain yang terluka, tetapi belum jelas apakah mereka juga menghadapi penyiksaan atau perlakuan kejam. Seorang polisi diduga memukul Kabak berulang kali di kepalanya dengan batang besi, mengakibatkan luka yang membutuhkan jahitan. Pahabol dan Kabak juga dipaksa untuk menghadapi dinding sementara mereka ditendang berulang kali oleh anggota polisi yang memakai sepatu laras.

Selepas menerima perawatan medis di Rumah Sakit Bhayangkara, mereka dibawa ke pos polisi local. Laporan KPKC itu menyatakan bahwa saat mereka tiba di pos polisi itu, 17 orang lain sudah ditahan selepas ditangkap berkaitan dengan bentrokan di pasar Yotefa itu. Lima hari kemudian, pada tanggal 7 Juli, Pahabol dibebas tanpa dakwaan. Ia dipercaya bahwa 17 orang lain yang ditahan itu juga dibebaskan, tetapi tidak jelas kapan tepatnya. Pada tanggal 8 Juli, Kabak dibawa ke Rumah Saki Polisi Bhayangkara untuk menerima perawatan medis lebih lanjut dan dibebaskan dari penahanan pada 11 Juli. Akibat penyiksaan yang dia menghadapi, Kabak membutuhkan operasi di rahang bawahnya yang patah. Dia juga tidak bisa mengunyah makanan keras selama empat minggu. Dia dilaporkan ditolak tamu saat di rumah sakit.

Pada tanggal 3 Juli, satu hari selepas kejadian di tempat penjudian itu, Urbanus Pahabol dan Asman Pahabol ditangkap saat penyisiran di Kilo 9 di Koya. Kedua orang itu diancam di bawah tondongan senjata dan mata mereka tertutup sebelum mereka dibawa keluar ke truk polisi. Polisi berulang kali mengintimidasi kedua orang itu dengan ancaman mati . Mereka diantar dengan mobil ke tempat yang tidak dikenal dimana mereka dibawa keluar dari truk tersebut dan dipukul dan ditendang berulang kali oleh beberapa anggota polisi. Mereka disoalkan tentang senjata api yang hilang itu dan pembunuhan anggota polisi di tempat penjudian di pasar Yotefa itu. Asman Pahabol dipukul di siku dan pergelangan tangan sampai dia terkencing karena sakit yang dia mengalami. Urbanus Pahabol ditendang dan ditikam dengan sangkur di kakinya. Mata kirinya dan punggungnya dipukul dengan balok dan dia ditendang di rusuk sebanyak empat kali oleh serorang anggota yang memakai sepatu laras. Dia juga dipukul di kepalanya dengan martelu yang diambil dari rumahnya sendiri. Urbanus Pahabol juga dipaksa merendam dalam sebuah kolam mengandung air dingin selama kurang lebih lima jam. Seterusnya dia ditarik keluar dan diperintahkan jalan lurus ke depan.

Setelah menghadapi penyiksaan itu, polisi membawa kedua orang tersebut ke pos polisi lokal. Dalam perjalanan ke pos polisi tersebut, mereka mengdapat penyiksaan lebih banyak dari polisi dengan menggunakan kabel listrik untuk memukul mereka. Luka-luka bekas pemukulan dan penyiksaan oleh polisi  terhadap Urbanus Pahabol  yang sangat parah, sehingga polisi terpaksa membawanya ke Rumah Sakit Polisi Bhayangkara. Dia menerima 12 jahitan di mukanya. Setelah itu polisi membawa  Urbanus Pahabol dan Asman Pahabol dibawa ke Polda Papua untuk ditahan. Menurut kesaksiaan dari Urbanus Pahabol, polisi mulai untuk menginterogasi mereka setelah ditahan selama  dua malam, walaupun mereka berdua pada saat itu tidak mempunyai perwakilan hukum. Mereka disoal tentang penjudian di pasar Yotefa dan jika mereka mengikut aksi pro-kemerdekaan. Ketika Asman Pahabol menjawab bahwa dia tidak mengikuti  aksi pro-kemerdekaan, namun dia  dipaksa jalan jongkok sementara polisi memukul dan menendangnya. Dia juga dipukul dan ditikam dengan pisau saat interogasi, dilaporkan untuk mendapat pengakuan bahwa dia mendukung aktivitas pro-kemerdekaan. Pada tanggal 7 Juli 2014, mereka berdua dibebaskan. Ia melaporkan  bahwa terdapat 19 orang lain yang juga ditahan di Polda Papua berkaitan dengan kejadian yang sama. Mereka juga dibebas pada hari yang sama dan tidak diberikan barang-barang  yang disita dari mereka, termasuk uang RP. 1,400,000, tiga parang dipakai untuk berkebun, serta sebuah laptop dan dua HP.

Seperti dilaporkan dalam update Juli kami, ada tiga orang asli Papua dari Pegunungan Tengah, Sabuse Kabak, Yenias Wanimbo dan Demi Kepno yang tidak terlibat dalam kejadian di tempat perjudian itu dibunuh. Laporan dari KPKC itu menyatakan bahwa menurut kesaksiaan dari seorang teman Sabuse Kabak, pada hari kejadiaan itu, Kabak sedang dalam perjalanan ke Kilo 9 di Koya saat dia ditikam di bagian dada di depan kantor cabang Bank Papua dekat pasar Yotefa. Yenias Wanimbo dipercaya dibunuh saat penysiran polisi di pasar Yotefa berikut bentrokan yang terjadi di tempat perjudian itu. Wanimbo dipukul sampai mati kira-kira sekitar 100 meter dari pasar Yotefa. Tidak jelas siapa pelaku kekerasan terhadap Kabak dan Wanimbo. Menurut kesaksiaan dari pacar Demy Kepno, Kepno dipaksa masuk ke dalam mobil berwarna abu-abu oleh beberapa orang pendatang saat penyisiran polisi sedang terjadi. Kemudian, mayatnya dibawa ke Rumah Sakit Polisi Bhayankara di mana ia ditemukan dengan luka tembak di bagian perut dan punggung, luka sayat di bahu kanan dan luka di bagian muka yang diakibatkan oleh benda tumpul.

Pada akhir bulan Oktober 2014, polisi belum lagi melakukan penyelidikan ke dalam kejadian tersebut.

Berita

Catatan tentang pelepasan empat tahanan dari daftar tahanan politik

Dalam update bulan ini ada empat orang yang dibebaskan antara lain; Apolos Sewa, Yohanis Goram Gaman, Amandus Mirino dan Samuel Klasjok dari daftar tahanan politik. Orang Papua di balik Jeruji belum menerima informasi baru tentang keempat orang  tersebut untuk lebih dari satu tahun. Sedangkan mereka masih secara teknis menghadapi dakwaan permufukatan jahat untuk melakukan makar, langkah-langkah untuk mempersidangkan mereka belum jelas sejauh ini, Karena mereka masih menghadapi resiko ditangkap kembali dan menghadapi persidangan, kami akan terus melaporkan tentang kasus mereka jika terdapat perkembangan baru.

Tahanan politik Papua bulan Oktober 2014

  Tahanan politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Philemon Yarem 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
2 Loserek Loho 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
3 Sahayu Loho 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
4 Enos Hisage 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
5 Herman Siep 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
6 Nius Alom 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
7 Jhon Lakopa Pigai 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
8 Gad Mabel 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
9 Anton Gobay 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
10 Yos Watei 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
11 Matius Yaung 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
12 Alpi Pahabol 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
13 Areki Wanimbo 6 Agustus 2014 Pasal 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan wartawan Perancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polda Papua
14 Pendeta Ruten Wakerkwa 1 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan penyisiran militer Lanny Jaya 2014 Tidak jelas Tidak jelas Polres Lanny Jaya
15 Sudi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
16 Elius Elosak 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
17 Domi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
18 Agus Doga 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
19 Yosep Siep 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
20 Ibrahim Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
21 Marsel Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
22 Yance Walilo 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
23 Yosasam Serabut 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
24 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
25 Ferdinandus Blagaize 24 May 2014 Unknown Police investigation pending Merauke KNPB arrests No Uncertain Okaba District police station
26 Selestinus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
27 Lendeng Omu 21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
28 Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
29 Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
30 Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
31 Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
32 Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
33 Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
34 Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
35 Yenite Morib 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
36 Tiragud Enumby 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
37 Deber Enumby 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
38 Soleman Fonataba 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
39 Edison Werimon 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
40 Piethein Manggaprouw 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
41 Stefanus Banal 19 Mei 2013 170 )1 1 tahun and 7 bulan Penyisiran polisi di Pegunungan Bintang 2013 Ya Ya Abepura
42 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
43 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
44 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
45 George Syors Simyapen 1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
46 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
47 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 year and 6 months Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
48 Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
49 Obaja Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
50 Antonius Saruf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
51 Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
52 Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
53 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
54 Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
55 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
56 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
57 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
58 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2 tahun and 6 bulan Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
59 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
60 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
61 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
62 George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
63 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
64 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
65 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
66 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
67 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
68 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
69 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

September 2014: Budaya impunitas di Papua mengancam hak asasi manusia dan demokrasi

Ringkasan

Pada akhir bulan September 2014, setidaknya terdapat 74 orang tahan politik di penjara Papua.

Laporan baru atas serangan terhadap pengacara hukum di Papua mengindikasikan bahwa situasi semakin memburuk bagi mereka yang terlibat dalam pekerjaan HAM. Perampokan dan penganiayaan terhadap Latifah Anum Siregar, seorang pengacara dengan Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) dan kegagalan pihak berwenang Indonesia dalam memberhentikan intimidasi hukum terhadap Gustaf Kawer, seperti dilaporkan di update kami sebelumnya, menunjukkan bahaya yang dihadapi pengacaran hukum yang terlibat dalam kasus yang sensitif secara politis.

Laporan dari Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Papua (JAPH&HAM), berbasis di Wamena, menggambarkan keterlibatan polisi dalam memperbolehkan kekerasan untuk berjalan terus pada saat perkelahian di antara dua kelompok di Lanny Jaya. Dua honai milik kepala suku dan tahanan politik Areki Wanimbo dibakar oleh sekelompok orang saat kekerasan itu, sementara Polres Jayawijaya dilaporkan menonton dan gagal memberhentikan tindakan tersebut. Sebuah lagi peristiwa yang membabitkan keterlibatan polisi dalam memperbolehkan kekerasan dilaporkan terjadi di Pasar Youtefa di Abepura. David Boleba, seorang asli Papua, disiksa secara umum, dimutilasi dan dibunuh oleh sekelompok pemuda dari komunitas non-Papua, dilaporkan di hadapan seorang anggota Polsek Abepura. Sekali lagi, anggota polisi itu tidak mengambil tindakan terhadap pelaku-pelaku tersebut.

Terdapat beberapa laporan atas tindakan kekerasan tanpa tujuan oleh kepolisian terhadap orang asli Papua. Seorang pria berumur 15 tahun ditembak tiga kali di kakinya oleh anggota polisi Brigades Mobil (Brimob) hanya karena memblokir mobil mereka. Dalam kasus lain, seorang mahasiswa Cenderawasih Universitas (UNCEN) dan aktivis dengan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Rigo Wenda disiksa secara umum di Waena oleh anggota tentara Indonesia dengan sangkur dalam tindakan kekerasan tanpa tujuan.

Informasi diterima oleh ALDP menggambarkan penyiksaan dan perlakuan kejam dan merendahkan yang dihadapi 18 orang yang ditangkap di Wamena dalam kasus Boikot Pilihan Presiden. Walaupun mereka pada awalnya ditangkap karena memanggil untuk boikot pilpres dengan secara damai, malah mereka didakwa atas dugaan membuat dan menggunakan bahan peledak. Kriminalisasi kebebasan untuk tidak berpartisipasi dalam proses demokratis adalah langkah mundur demokrasi bagi Indonesia.

Orang asli Papua dari pegunungan, seperti daerah sebagai Wamena, secara otomatis dianggap seperti separatis oleh pihak Indonesia. Karena stigmatisasi ini, aparat keamanan sering mengambil tindakan keras terhadap orang pegunungan dan menargetkan mereka untuk penangkapan, intimidasi dan penyiksaan. Laporan diterima bulan ini menggambarkan pembalasan kekerasan berterusan terhadap masyarakat asli di Wamena. Aparat keamanan terus membakar rumah-rumah warga sipil saat mereka memburu anggota gerakan pro-kemerdekaan bersenjata.

Pihak Indonesia sejauh kini telah gagal untuk membuat penyelidikan atas pembunuhan ketua KNPB Sorong Martinus Yohame. Tidak pasti jika langkah akan diambil terhadap akuntabilitas dan keadilan, atau kalau seperti kasus pembunuhan aktivis Papua yang lain, kasus ini tidak akan diselidiki dan dihukum. Budaya impunitas yang berurat berakar yang sekarang berjalan di semua satuan kepolisian dan militer di Papua menimbulkan ancaman serius bagi hak asasi manusia dan demokrasi di Indonesia.

Penangkapan

Tidak terdapat penangkapan bernuansa politik pada bulan September 2014.

Pembebasan

Tidak terdapat laporan pembebasan pada bulan September 2014.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Pengacara HAM dalam kasus Areki Wanimbo diserang; penangkapan diputuskan seperti mengikut prosedur

Pada tanggal 16 September, pengacara HAM terkemuka dengan ALDP, Latifah Anum Sirega, diserang di Wamena dalam perjalanannya pulang ke hotel selepas sebuah sidang pengadilan. Pada sekitar 7.30 malam, Siregar diserang oleh seorang tidak kenal yang bersenjata dengan pisau yang mencuri tasnya dan mengiris tangannya sebelum melarikan diri dari tempat kejadian. Dia menerima dua jahitan untuk lukanya. Ia dipercayakan bahwa dia mungkin ditarget karena keterlibatannya dalam sidang untuk Areki Wanimbo. Walaupun belum adanya penyelidikan dalam kejadian tersebut, pada tanggal 25 September kepolisian Papua mengeluarkan pernyataan pers di surat kabar Cenderawasih Pos yang menolak bahwa serangan itu sama sekali berkaitan dengan sidang tersebut. Kelompok HAM Papua dan Indonesia seperti LP3BH, KontraS, Napas dan AMP telah menyerukan pihak Indonesia untuk melakukan penyelidikan ke dalam serangan ini.

Sejak tanggal 10 September, praperadilan diadakan untuk memeriksa sahnya penangkapan Areki Wanimbo. Pengacara pembela dari ALDP membantah bahwa persyaratan formal untuk penangkapan tidak dipenuhi oleh Polres Jayawijaya saat penangkapan. Pengacara hukum juga mengatakan bahwa penangkapan itu tidak mengikut prosedur karena Wanimbo ditangkap tanpa pengunaan surat penangkapan dan dia ditahan di Polres Jayawijaya di Wamena untuk lebih dari 24 jam tanpa adanya surat penahanan. Pengacara juga mengkritik polisi karena menangkap Wanimbo atas dakwaan yang kemudian dijatuhkan dan diganti dengan dakwaan lain. Walaupun dia pada mulanya didakwa di bawah UU Darurat 12/1951 dan Pasal 122 UU 6/2011 tentang Imigrasi, dia sekarang menghadapi dakwaan permufakatan jahat untuk melakukan makar di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP. Pada tanggal 29 September, Pengadilan Negeri Wamena memutuskan mendukung Polres Jayawijaya, dengan menyatakan bahwa penangkapan itu dilakukan sesuai dengan aturan.

Kasus dua wartawan Perancis Thomas Charles Dandois dan Valentine Bourrat, yang ditangkap selepas mengunjungi Areki Wanimbo, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jayapura. Mereka sekarang menghadapi dakwaan melanggar aturan imigrasi di bawah Pasal 122 UU 6/2011 tentang Imigrasi, yang membawa hukuman maksimum lima tahun kepenjaraan dan denda maksimum 500 juta rupiah.

Tahanan Boikot Pilihan Presiden disiksa

Informasi diterbitkan di situs web ALDP mengungkap rincian penyiksaan dan perlakuam kejam dan merendahkan dalam penangkapan 18 orang pada 12 Juli di Wamena, berkaitan dengan Boikot Pilihan Presiden 9 Juli (seperti dilaporkan dalam update Juli kami). 13 yang ditangkap sudah dibebaskan, sementara Yosep Siep, Ibrahim Marian, Marsel Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut masih ditahan.

ALDP mengatakan bahwa pada tanggal 12 Juli, satuan tugas militer dan polisi menggerebek kampung Wara di Distrik Pisugi, Kabupaten Jayawijaya. Mereka yang ditangkap diikat bersama dengan tali dan diseret sepanjang selokan menuju ke sebuah mobil diparkir di jalan raya. Mereka dirantai bersama dengan leher dan tangan mereka diikat dengan tali nilon, artinya ketika satu orang terjatuh, maka yang lainnya ikut jatuh. Mereka juga dilaporkan dipukul dengan popor senjata. Ibrahim Marian dipukul sampai dia pingsan dan kemudian dibuang ke dalam got oleh aparat keamanan. Yance Walilo dipukul parah dengan popor senjata sehingga dia menghilang pendengaran dalam satu telinga.

Seorang lagi, Novi Alua, ditendang berulang kali di dada dan menghadapi kesulitan bernapas. Orang lain di kampong itu menerima ancaman bahwa mereka akan ditusuk dengan sangkur. Isteri bagi Yosep Siep, satu dari mereka yang masih dalam penahanan, dipukul di telinga dan menderita kehilang pendengaran secara sementara. Seorang lagi wanita, Ape Wanita, ditumbuk di dagu dan mengalami kesulitan makan secara biasa. Aparat keamnan juga merampok dan menghancur rumah-rumah, dilaporkan merusak pasokan pangan, melukai ternak babi dengan parang dan dibiarkan sahaja dan mengancam untuk membakar rumah-rumah Yosep Siep dan Yance Walilo. Barang lain juga diduga dirusakkan seperti noken dibuat oleh keluarga Yosep Siep untuk dijual.

Ke-18 orang itu ditangkap dan dibawa ke Polres Jayawijaya untuk diinterogasi di mana mereka terus menghadapi penyiksaan. Sementara diinterogasi mereka diduga ditendang, dipukul dan distrom. Polisi Jayawijaya dilaporkan menggunakan palu untuk memukul tulang belakang, kepala dan jempol kaki. Pengacara ALDP melaporkan bahwa ada yang di antara mereka yang sudah dibebaskan yang menderita tulang patah akibat dipukul dengan palu dan sedang menerima perawatan tradisional di kampung mereka. Juga terdapat laporan bahwa mereka ditolak akses kunjungan dari keluarga mereka.

Kelima orang yang masih dalam penahanan sekarang menghadapi dakwaan di bawah Pasal 187 dan 164 untuk permufakatan jahat membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, diduga karena membuat dan mengguna bahan peledak. Pengacara ALDP mengatakan bahwa polisi sejauh kini telah gagal untuk menjelaskan jenis bahan peledak kelima tersangka itu diduga memiliki atau penerangan tentang mengapa mereka didakwa di bawah pasal-pasal tersebut.

Pengacara mengajukan surat protes dalam kasus Nimbokran

Pada tanggal 26 Agustus, pengacara HAM mendampingi 12 tahanan dalam kasus penangkapan Nimbokran mengajukan surat protes kepada Kapolda Papua, mengkritik hambatan yang dihadapi sementara mencoba mendapat akses kepada klien mereka waktu mereka ditahan di Polres Jayapura, dan penganiayaan yang mereka menghadapi pada saat penangkapan.

Surat itu mengatakan bahwa anggota polisi memaksa Sahayu Loho, satu daripada 12 orang yang masih dalam tahanan, untuk menggunakan baju loreng bersama dengan tongkat komando dan panah, dan kemudian mengambil gambarnya. Paulus Logo, yang sudah dibebaskan, dipukul berulang kali di leher dengan popor senjata, dipukul di belakang dengan rotan dan dipukul di kepala dengan kayu kecil pada saat penangkapan. Wene Naftali Hisage juga dipukul berulang kali dengan popor senjata dan dipukul dengan besi pada saat penangkapan.  Dalam penahanan di Polres Jayapura, Hisage dipukul di mulut, belakang dan leher dengan rotan dan kakinya diinjak oleh anggota polisi. Dia menjadi penerjemah kepada tahanan yang tidak membicara Bahasa Indonesia, dan polisi mula memukulnya karena mereka menganggap penerjemahannya seperti tidak sesuai. Seorang wanita bernama Amina Sapla dipukul di belakang dan tangan kirinya dengan besi dongkrak mobil. Surat itu juga mengatakan bahwa seorang lagi tahanan, Jhon Lakopa Pigai, masih mempunyai bekas luka dan jahitan dari pemukulan yang diderita pada saat penangkapan dan dalam penahanan.

Ke-12 mereka menghadapi dakwaan makar di bawah Pasal 106 KUHP.

Mahkamah Agung meningkatkan hukuman penjara bagi penahahan Biak 1 Mei

Informasi yang diterima oleh pengacara pembela dalam kasus Biak 1 Mei melaporkan bahwa Oktovianus Warnares, telah diberikan hukuman tujuh tahun penjara oleh Mahkamah Agung Indonesia. Ini adalah peningkatan dari hukuman penjara lima tahun yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Biak.

Kasus yang menjadi perhatian

Mahasiswa UNCEN dan aktivis disiksa secara umum di Waena

Pada tanggal 2 September, anggota KNPB dan mahasiswa UNCEN Rigo Wenda diduga dipukul dan ditikam oleh anggota militer Indonesia di Waena, Jayapura. Laporan yang diterima dari pekerja HAM yang independen, mengatakan bahwa anggota TNI di pos penjagaan mendekati Wenda dan adiknya saat mereka dalam perjalanan pulang ke rumah dan dilaporkan mula memukul mereka tanpa alasan. Kedua adik-beradik itu bereaksi membela diri dan mencoba mengusir anggota TNI itu. Anggota TNI kemudian menikam Rigo Wenda dengan sangkur di paha, lutut, dada, telinga dan menusuk perutnya. Wenda dilaprkan dalam kondisi kritis dan kesulitan bernapas tanpa gunanya peralatan oksigen. Pada hari yang sama, mahasiswa UNCEN mendemonstrasi menentang kejadian itu dan menyerukan para pelaku untuk dibawa ke pengadilan. Masih belum jelas apakah polisi sedang melakukan penyelidikan ke dalam kejadian ini.

Orang Papua dimutilasi dan dibunuh secara umum dekat pasar Youtefa, Abepura

Pada 7 Agustus, David Boleba, seorang asli papua, disiksa, dimutilasi dan dibunuh secara umum oleh sekelompok pemuda immigran dekat pasar Youtefa di Abepura. Saudaranya Daniel Boleba menderita pukulan dan luka tembak. Kejadian ini dilaporkan berlaku di depan seorang anggota Polsek Abepura yang tidak mengambil tindakan untuk memberkentikan kekerasan itu.

Kesaksian dari Daniel Boleba seperti dicatat dalam laporan dari Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC), Gereja Kristen Injili (GKI) mengatakan bahwa sekitar 12 malam, perkelahian terjadi di antara sekolompok pemuda immigrant dan Daniel Boleba. Satu daripada pemuda itu memukul Daniel Boleba di kepalanya dengan botol kaca sementara seorang lagi mengancamnya dengan pistol. Selepas perkelahian itu mereda, dia kemudian tinggal untuk memberitahukan saudaranya David Boleba tentang kejadian itu. David dan Daniel Boleba kemudian keduanya menuju ke tempat kejadian itu untuk berhadapan muka dengan kelompok pemuda itu. Kedua mereka kemudian diserang oleh kelompok itu dan keduanya menderita luka tembak. Walaupun Daniel sempat melarikan diri, David Boleba dipukul sampai mati oleh kelompok itu. Menurut kesaksiaan dari Daniel Boleba, seorang anggota Polsek Abepura bernama Robby Fingkrew berada di tempat pada saat kejadian itu, yang dilaporkan tidak membuat apapun untuk memberhentikan kelompok pemuda itu.

Selepas melarikan diri, Daniel Boleba mendapatkan perawatan di rumah sakit umum Bhayangkara untuk luka tembaknya dan luka-luka lain. Menurut kesaksian oleh keluarga korban, badan David Boleba ditemukan dimutilasi; kepalanya dibelah dengan benda tajam dan kedua kakinya dipotong. Keluarganya menyatakan bahwa hanya satu orang telah ditangkap oleh polisi sejauh kini.

Polisi gagal memberhentikan kebakaran dua rumah milik Areki Wanimbo

Laporan diterima dari Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Papua (JAPH&HAM) melaporkan perkelahian yang timbul di antara dua kelompok dia Lanny Jaya pada tanggal 18 September, yang mengakibatkan kebakaran dua honai milik Areki Wanimbo. Laporan menduga bahwa pada waktu kejadian, Polres Jayawijaya berada di tempat kejadian dan tidak bertindak untuk memberhentikan kekerasan dan pembakaran itu. Namun polisi melakukan penembakan yang mengakibatkan dalam lukaan yang diderita Kukes Wandikbo, seorang pria berumur 18 tahun. Dia menderita luka di leher dan belakang. Menurut sebuah laporan yang diterima, sementera dampaknya kebakaran honai itu sama sekali tidak berkaitan dengan persidangan yang Wandikbo sekarang menghadapi, polisi mungkin merelakan kejadian itu untuk berlangsung karena Wanimbo sedang diadili di bawah dakwaan permufakatan jahat untuk melakukan makar.

Militer dan polisi terus menneror warga di distrik Pirime

Seperti dilaporkan dalam update sebelumnya, situasi kemanusiaan di Lanny Jaya menjadi perhatian khusus mengikut pertempuran di antara aparat militer dan polisi Indonesia dan gerakan bersenjata pro-kemerdekaan dipimpin oleh Enden Wanimbo. Informasi yang diterbitkan di situs web KNPB melaporkan kekhawatiran yang sama, menyatakan bahwa pada tanggal 26 dan 27 September, aparat keamanan terus membakar rumah-rumah di kampung Indawa di distrik Pirime. Aparat keamanan juga diduga menembak dan membunuh peternakan di kampung itu. KNPBNews melaporkan bahwa situasi di Lanny Jaya terus tidak stabil dengan warga terpaksa melarikan diri dari rumah-rumah mereka. Pada tanggal 1 Agustus, saat penyisiran serupa di kampung Ekanom di distrok Pirime, Pendeta Ruten Wakerkwa ditangkap karena polisi menemukan foto bendera Bintang Fajar do teleponnya. Laporan awal mengindikasi bahwa dia kemungkinan telah menghadapi penyiksaan dalam penahanan. Belum jelas apakah dakwaan, jika ada, Wakerkwa menghadapi. Ia dipercayakan bahwa dia masih dalam penahanan di Polres Lanny Jaya.

Pria berumur 15 tahun ditembak oleh anggota Brimob

Laporan yang diterima JAPH&HAM menggambarkan penembakan Weak Wantik, seorang pria berumur 15 tahun, pada tanggal 6 September di kampung Kosiape di distrik Musatfak, kabupaten Jayawijaya. Wantik dilaporkan dalam kondisi mabok saat dia memberhentikan mobil yang dikenderai empat anggota Brigades Mobil (Brimob) dengan tujuan untuk meminta rokok. Keempat anggota Brimob yang bersenjata lengkap keluar dari mobil itu, membuat Wantik terus panic dan melarikan diri. Anggota Brimob itu melepaskan tembakan ke arahnya dan menembak kaki kirinya sebanyak tiga kali. Dia menerima tujuh jahitan akibat luka tembaknya. Dia dilaporkan dijaga ketat oleh anggota polisi sementara menerima perawatan medis di rumah sakit Wamena. Akibatnya, dia merasa terintimidasi dan meninggalkan rumah sakit selepas dua hari tanpa mendapat saran lebih lanjut dari doktornya. Walaupun anggota intelejen mengunjunginya di rumah sakit, dilaporkan karena ingin mewawancarainya tentang kejadian itu, tidak terdapat penyelidikan lebih lanjut ke dalam kejadian itu.

Ibadah duka terganggu karena hiasan bendera Bintang Fajar

Situs berita Papua Majalah Selangkah melaporkan bahwa pada 5 Septembe, Poksek Timika menganggu acara ibadah duka yang diadakan untuk arwah Dr John Otto Ondawame di Timika dan menuntut bahwa spanduk dengan gambar bendera Bintang Fajar diturunkan. Polisi melarang orang dari mengambil gambar atas kejadian itu. Mengikut ini, polisi memantau ibadah duka itu dari luar gereja. Dr Ondawame asalnya dari Timika dan adalah wakil ketua West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).

Seruan untuk penyelidikan ke dalam pembunuhan Martinus Yohame tetap diabaikan oleh pihak Indonesia

Tuntutan dari Komisi Hak Asasi Manusia Papua (Komnas HAM Papua) dan Amnesty International menyerukan pihak Indonesia untuk mencari keadilan dalam pembunuhan ketua KNPB Sorong Martinus Yohame sejauh kini tetap diabaikan. Polisi Indonesia menyatakan bahwa tidak adanya otopsi telah membuat penyelidikan ke dalam kematian Yohame sulit. Namun, sebuah laporan awal rumah sakit menemukan bahwa Yohame menderita dari pukulan hebat di mukanya, luka tusukan dan luka tembak, jelas menunjukkan pembunuhan.

Keluarga Yohame telah menolak permintaan untuk otopsi dilakukan. Ketua KNPB Agus Kossa memberitahukan Jubi bahwa alasan di belakang ini adalah karena keluarga Yohame tidak percaya bahwa penyelidikan polisi akan terus berhasil. Kossay mengutip kasus pembunuhan lalu atas aktivis Papua seperti Mako Tabuni, Hubertus Mabel, Yesa Mirin dan Terijoli Weya, dimana penyelidikan polisi tidak mendatangkan hasil apapun dan tidak terdapat satu orangpun yang disidangkan. Jaringan HAM Papua Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM Papua) telah menyerukan Pelapor-pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Penyiksaan dan Eksekusi Di Luar Hukum untuk mengunjungi Papua untuk melakukan investigasi menyeluruh ke dalam pembunuhan Martinus Yohame.

Berita

Ketua KNPB dan mantan tahanan politik Victor Yeimo menyerukan kepolisian Papua untuk memberhentikan kriminalisasi aktivis

Mantan tahanan politik dan ketua KNPB Victor Yeimo telah menyerukan Kapolda Papua untuk memberhentikan kriminalisasi aktivis HAM dengan melepaskan mereka dari Daftar Pencarian Orang (DPO). Yeimo mengutip Simeon Dabi, seorang ketua KNPB di Wamena, sebagai contoh seorang aktivis yang terdaftar di DPO walaupun dia tidak keterlibatan dalam kasus kriminal apapun.

Tahanan politik Papua bulan September 2014

  Tahanan politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
 

 

 

 

1

 

 

 

Abner Bastian Wanma

22 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan ketua kelompok budaya di Raja Ampat Tidak jelas Tidak jelas Raja Ampat
 

 

 

2

 

 

 

Philemon Yarem

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

 

3

 

 

 

 

Loserek Loho

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

 

4

 

 

 

 

Sahayu Loho

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

 

5

 

 

 

 

Enos Hisage

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

 

6

 

 

 

 

Herman Siep

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

 

7

 

 

 

 

Nius Alom

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

 

8

 

 

 

 

Jhon Lakopa Pigai

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

 

9

 

 

 

 

Gad Mabel

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

10

 

 

 

Anton Gobay

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

11

 

 

 

Yos Watei

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

12

 

 

 

Matius Yaung

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

13

 

 

 

Alpi Pahabol

10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
 

 

 

 

14

 

 

 

 

Areki Wanimbo

6 Agustus 2014 Pasal 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan wartawan Perancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polda Papua
 

 

 

 

15

 

 

 

Pendeta Ruten Wakerkwa

1 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan penyisiran militer Lanny Jaya 2014 Tidak jelas Tidak jelas Polres Lanny Jaya
 

 

 

16

 

 

 

Sudi Wetipo

14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

17

 

 

 

Elius Elosak

14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

18

 

 

 

Domi Wetipo

14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

19

 

 

Agus Doga

14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

20

 

 

 

Yosep Siep

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

21

 

 

 

Ibrahim Marian

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

22

 

 

 

Marsel Marian

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

23

 

 

 

Yance Walilo

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
 

 

24

 

 

Yosasam Serabut

9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
 

 

 

25

 

 

 

Alapia Yalak

4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
 

 

 

26

Ferdinandus Blagaize 24 May 2014 Unknown Police investigation pending Merauke KNPB arrests No Uncertain Okaba District police station
 

 

 

27

Selestinus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
 

 

 

 

28

 

Lendeng Omu

21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
 

 

 

 

 

29

 

 

 

 

Jemi Yermias Kapanai

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

30

Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

31

Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

32

Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

33

Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

34

Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

35

Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

36

 

 

 

Yenite Morib

26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
 

 

 

37

 

 

Tiragud Enumby

26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
 

 

 

38

Deber Enumby 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

 

 

39

Soleman Fonataba 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

 

 

40

Edison Werimon 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
 

 

 

41

Piethein Manggaprouw 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
 

 

42

Apolos Sewa* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan penahanan
 

 

43

Yohanis Goram Gaman* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penanggunahan Penahanan
 

 

44

Amandus Mirino* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
 

 

45

Samuel Klasjok* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
 

 

 

46

Stefanus Banal 19 Mei 2013 170 )1 1 tahun and 7 bulan Penyisiran polisi di Pegunungan Bintang 2013 Ya Ya Abepura
 

 

 

47

Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

 

48

Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

49

Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

50

George Syors Simyapen 1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

51

Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

52

Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 year and 6 months Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

53

Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

54

 

 

Obaja Kamesrar

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

55

Antonius Saruf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

56

Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

57

Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

58

Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

 

59

Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
 

 

 

 

60

 

 

 

 

Niko Sasomar

3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
 

 

 

61

Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
 

 

62

Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
 

 

 

63

Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2 tahun and 6 bulan Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
 

 

 

 

64

Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
 

 

 

65

Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

 

 

66

Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

 

67

George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
 

 

 

68

Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
 

69

Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
 

 

70

Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

 

71

Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

 

 

72

Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
 

 

73

Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
 

 

74

Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

* Apolos Sewa, Yohanis Goram Gaman, Amandus Mirino dan Samuel Klasjok saat ini menghadapi dakwaan makar. Walaupun mereka dibebas bersyarat sehari setelah penangkapan mereka, mereka masih menjalani pemeriksaan dan rentan untuk ditahan lagi. Pada saat ini mereka dikenakan wajib lapor ke kepolisian dua kali seminggu.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

Agustus 2014: Tindakan keras yang meluas terhadap masyarakat sipil semakin menguat

Ringkasan

Pada akhir bulan Agustus 2014, setidaknya terdapat 74 orang tahanan politik di penjara Papua.

Situasi di Papua semakin memburuk bulan ini, di mana tindakan keras kepada masyarakat sipil Papua oleh aparat keamanan semakin menguat. Pengacara hukum, aktivis, pembela hak asasi manusia, pendeta, kepala suku dan wartawan menjadi target penangkapan, intimidasi, pemukulan dan pembunuhan. Penangkapan dan penahanan berlanjut terhadap dua wartawan Perancis di Papua dan seorang kepala suku Papua yang menyoroti isu tentang pembatasan akses yang terus berlangsung di Papua.

Sementara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) secara konsisten telah menjadi target sejak dibentuk pada November 2008. Tindakan keras terhadap mereka semakin meningkat sejak April 2014. Dalam lima bulan terakhir,  sebanyak 81 anggota KNPB telah ditangkap. Data yang dikumpulkan oleh Orang Papua Balik Jeruji menunjukkan bahwa dalam bulan April, terjadi enam penangkapan dan dalam bulan Mei terdapat tiga penangkapan lebih lanjut. Jumlah penangkapan terhadap KNPB dalam bulan Juni meningkat menjadi 24 orang di mana pihak Indonesia menangkap mereka dengan maksud untuk mencegah acara damai pada 1 Juli, tanggal yang diakui sebagai hari kemerdekaan oleh banyak orang Papua. Pada bulan Juli, terdapat 36 penangkapan terhadap anggota KNPB berkaitan dengan rencana boikot terhadap pemilihan presiden Indonesia, jumlah penangkapan yang paling tinggi pada tahun 2014. Pola ini berlanjut pada bulan Agustus dengan tindakan penangkapan terhadap 12 anggota KNPB. Satu dari 12 yang ditangkap adalah seorang anak berumur 16 tahun, yang menghadapi penganiayaan dari anggota TNI AL di Manokwari. Martinus Yohame, ketua KNPB Sorong, diculik, disiksa dan dibunuh. LSM HAM Amnesty Internasional mengeluarkan pernyataan mengutuk pembunuhan itu dan memanggil pihak Indonesia untuk melakukan penyelidikan dengan cepat, menyeluruh, kompeten, dan imparsial.

Pada Juni dan Juli 2014, penangkapan massal terjadi di Boven Digoel, Wamena dan Timika. Pola atas penangkapan massal berlanjut bulan ini terhadap 20 orang termasuk perempuan dan anak-anak, di Distrik Nimbokrang dengan alasan dugaan kaitan dengan Tentara Papua Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM). Mereka ditahan tanpa surat perintah penangkapan dan dipukul pada saat penangkapan. Pengacara HAM terus dihalangi dalam upaya untuk mendapatkan akses kepada tahanan dalam kasus ini.

Situasi kemanusiaan di Kabupaten Lanny Jaya menjadi perhatian khusus terkait pembakaran honai oleh aparat militer dan kepolisian Indonesia. Informasi yang diterima dari Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM (JAPHAM) Pegunungan Tengah Papua dan Pesekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, antara lain menggambarkan serangan pembalasan terhadap warga sipil di Pirime di Lanny Jaya. Beberapa orang yang belum dapat dikonfirmasi jumlahnya masih menjadi pengungsi dan tidak dapat pulang ke kampung mereka karena aktivitas militer yang mengacaukan wilayah Pirime.

Penangkapan

Lima warga Papua dan dua wartawan asing ditangkap di Wamena

Pada 6 Agustus, lima warga Papua – Areki Wanimbo, Deni Douw, Enius Wanimbo, Jornus Wenda dan Ahky Logo – dan dua wartawan Perancis; Thomas Charles Dandois dan Valentine Bourrat, ditangkap oleh anggota Polres Jayawijaya. Areki Wanimbo, Dandois dan Bourrat masih ditahan sementara yang lainnya telah dibebaskan tanpa tuduhan.

Pada hari mereka ditangkap, Dandois dan Bourrat bertemu dengan Areki Wanimbo, seorang kepala suku dari Lanny Jaya, di rumahnya di Wamena. Laporan dari aktivis HAM di Wamena menyatakan bahwa kedua wartawan tersebut bermaksud untuk bertanya kepada kepala suku tentang situasi kemanusiaan menyusul pertempuran di Lanny Jaya antara pasukan keamanan dan gerakan bersenjata yang dipimpin oleh Enden Wanimbo (Lihat laporan lengkap di bawah). Setelah pertemuan tersebut, kedua wartawan kembali ke hotel mereka. Dandois bersama dengan Ahky Logo mengunakan sepeda motor. Kedua orang itu diikuti oleh tiga petugas intelijen dari Polres Jayapura, yang bermaksud menangkap mereka dalam perjalanan. Aktivis HAM Theo Hesegem, yang mengantar Bourrat ke hotelnya, sempat dihentikan oleh petugas intelijen yang mengatakan bahwa mereka akan menghubungi kembali. Hesegem kembali ke rumahnya setelah mengantarkan Bourrat ke hotel. Tak lama setelah itu, Bourrat ditangkap di hotel oleh aparat Polres Jayawijaya.

Setelah penangkapan Dandois, Bourrat dan Logo, polisi kembali ke rumah kepala suku Areki Wanimbo dan menggeledah rumahnya. Polisi juga menangkap Areki Wanimbo, Deni Douw dan Jornus Wenda di rumah mereka. Seorang warga Papua mengakui bahwa Enius Wanimbo juga ditangkap dan kemudian dibebaskan tanpa tuduhan, tetapi tidak jelas kapan dan di mana. Informasi dari pengacara dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), yang mewakili Areki Wanimbo, melaporkan bahwa tiga orang tersebut dilecehkan lewat kata-kata dan diancam untuk dibunuh oleh polisi pada saat penangkapan.

Menurut informasi dari pekerja HAM yang berbasis di Wamena, keesokan harinya, Enius Wanimbo, Deni Douw, Jornus Wenda dan Ahky Logo (Kepala Yayasan Pendidikan Pengajaran Dan Pembangunan Rakyat, YP3R), dibebaskan tanpa tuduhan setelah diinterogasi semalaman tanpa pendampingan hukum.

Tuduhan awal terhadap Areki Wanimbo dan empat orang Papua lainnya berkaitan dengan pelanggaran peraturan imigrasi yang membiarkan kedua wartawan asing bekerja menggunakan visa turis. Interogasi dialihkan menjadi interogasi mengenai situasi di Lanny Jaya. Areki Wanimbo juga dituduh membeli amunisi untuk diberikan kepada gerakan bersenjata pro-kemerdekaan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Awalnya dia menghadapi tuduhan atas kepemilikan amunisi berdasarkan UU Darurat 12/1951 dan melanggar peraturan imigrasi berdasarkan Pasal 122 UU 6/2011 tentang Keimigrasian. Kini dia menghadapi tuduhan konspirasi untuk melakukan makar berdasarkan Pasal 106 dan 110 KUHP. Pengacara ALDP mengkritik cara penanganan kasus Areki Wanimbo yang tidak profesional, serta perubahan tuduhan dan bukti yang tidak sesuai.

Pada 9 Agustus, Dandois dan Bourrat dipindahkan ke Polda Papua, untuk diinterogasi lebih lanjut. Saat ini mereka menghadapi tuduhan melanggar aturan imigrasi berdasarkan pasal 122 UU 6/2011 tentang Keimigrasian, dengan hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp. 500 juta (sekitar USD 42,700). Polisi juga telah menyatakan bahwa keduanya diduga menjadi mata-mata dan mencoba untuk mengacaukan Papua. Penyelidikan lebih lanjut akan terus dijalankan. Sebuah organisasi jurnalis, Reporters Without Borders telah mengeluarkan pernyataan yang meminta pemerintah Indonesia untuk membebaskan mereka dengan segera.

Pada tanggal 12 Agustus, Wanimbo dipindahkan ke Polda Papua, tanpa sepengetahuan pengacaranya untuk menjalani interogasi lebih lanjut dalam proses menunggu persidangan. Keempat orang Papua yang dibebaskan tanpa tuduhan, bersama dengan aktivis hak asasi manusia Theo Hesegem, kini telah dipanggil sebagai saksi dalam persidangan Wanimbo, Dandois dan Bourrat.

Seorang pastor ditangkap dalam pertempuran antara pasukan keamanan dan kelompok bersenjata di Lanny Jaya

Laporan yang diterima dari organisasi masyarakat sipil di Papua, termasuk ALDP, Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Papua (JAPHAM) dan Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua menguraikan peristiwa 28 Juli hingga 5 Agustus yang menyoroti kejadian pelanggaran HAM yang serius termasuk penangkapan Pastor Ruten Wakerkwa.

Informasi dari JAPHAM dan Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua menguraikan pertemuan pada tanggal 28 Juli antara gerakan bersenjata pro-kemerdekaan yang dipimpin oleh Enden Wanimbo dan anggota Polres Lanny Jaya terjadi saat jual beli senjata. Baku serang antara mereka, dipercaya terjadi karena kehadiran brigade polisi yang tidak terlibat dalam kesepakatan tersebut. Berdasarkan laporan yang diterima setidaknya satu orang anggota polisi tewas dan beberapa lainnya cedera. Kelompok bersenjata dilaporkan menyita empat senjata dan ribuan peluru sebelum melarikan diri ke dalam hutan. Namun beberapa situs berita Indonesia melaporkan versi yang berbeda dari peristiwa tersebut, laporan di mana pasukan keamanan telah diserang oleh kelompok bersenjata. Keesokan harinya, militer dan polisi dilaporkan membakar rumah-rumah tradisional honai di Yugumeya dan Wenam desa di Pirime sebagai aksi balas dendam. Pada tanggal 30 dan 31 Juli, pembakaran rumah honai dilaporkan berlanjut di kampung Indawa di kabupaten Awinayu dan kampung Ekanom di kabupaten Pirime. Abednego Wakerkwa, seorang anak laki-laki 10 tahun, dilaporkan ditemukan tewas di sebuah rumah honai yang dibakar. Dua ekor babi juga dilaporkan ditembak oleh pasukan keamanan di kampung Indawa.

Pada 1 Agustus, baku serang antara pasukan keamanan dan kelompok bersenjata yang dipimpin oleh Enden Wanimbo berlanjut di kampung Ekanom yang mengakibatkan cedera pada kedua belah pihak. Pastor Ruten Wakerkwa dari Gereja Baptis Jerusalam di kampung Tekun, kabupaten Pirime, ditangkap pada saat itu. Wakerkwa dipercaya telah ditahan di Polres Lanny Jaya. Tuduhan terhadapnya tidak jelas tetapi dia dilaporkan ditangkap saat polisi menemukan foto bendera Bintang Kejora di telepon genggamnya. Laporan awal menunjukkan bahwa ia mungkin disiksa dalam tahanan.

Sumber setempat melaporkan bahwa penduduk masih tidak dapat kembali ke kampung mereka akibat kegiatan militer di Lanny Jaya. Sejumlah orang yang tidak dapat dikonfirmasi dipercaya telah mengungsi karena peristiwa kekerasan tersebut.

Aktivis KNPB ditangkap dan dianiaya karena membuat grafiti di Manokwari

Pada 8 Agustus 2014, dua anggota KNPB, Robert Yelemaken, 16 tahun dan Onni Weya, 21 tahun ditangkap di Manokwari oleh tiga anggota militer dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan seorang polisi berpakaian preman. Berdasarkan laporan yang diterima dari berbagai aktivis HAM setempat, mereka ditangkap karena membuat grafiti yang menyebutkan slogan anti Hari Kemerdekaan Indonesia.

Menurut keterangan video dari Yelemaken, yang telah dibebaskan, mereka dipaksa untuk berbaring di tanah pada saat penangkapan dan kemudian ditendang dan dipukul oleh aparat keamanan dengan popor senapan dan batang rotan. Mereka kemudian dipaksa masuk truk polisi di mana mereka terus ditendang dan dipukul sampai tiba di Polres Manokwari. Polisi menuangkan cat yang digunakan untuk grafiti ke tubuh mereka, dan dilaporkan memaksa mereka untuk meminum cat tersebut. Dua aktivis mengalami berbagai cedera akibat pemukulan. Yelemaken mengalami mata bengkak dan Weya menderita luka pada dagu.

Majalah Selangkah melaporkan bahwa pada tanggal 18 Agustus, aktivis mahasiswa dari Universitas Negeri Papua (UNIPA) dan berbagai anggota masyarakat mengadakan demonstrasi di Manokwari untuk menuntut pembebasan kedua orang aktivis KNPB tersebut. Yelemaken dibebaskan pada hari yang sama, dilaporkan tanpa sepengetahuan pengacaranya dari Lembaga Penelitian, Pengkajian Dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH). Pada tanggal 2 September, pengacara menerima informasi bahwa Weya juga dibebaskan tanpa pengetahuan mereka. Sebelumnya dia menghadapi tuduhan menghasut berdasarkan Pasal 160 KUHP Indonesia.

12 orang ditahan dalam pengekangan dan didakwa dalam pengekangan di Nimbokrang 

Sebagaimana dilaporkan pada laporan sebelumnya, pada bulan Juli Brigade Mobil (Brimob) dari Kepolisian Daerah Papua (Polda Papua) telah melakukan penggerebekan di Kampung Berab di Distrik Nimbokrang, setelah dilaporkan menerima informasi tentang kamp pro-kemerdekaan bersenjata di kampung tersebut. Laporan terkini yang di terima dari pembela HAM di Jayapura, mengkonfirmasi terjadinya penangkapan lebih lanjut dan berlangsungnya pengawasan oleh pihak polisi  di Distrik Nimbokrang. Pada tanggal 10 Agustus 2014, 20 orang, termasuk empat perempuan dan seorang anak, ditangkap di Warambaim di wilayah Nimbokrang dengan tuduhan sebagai anggota TPN/OPM.

Informasi yang diterima dari pengacara hukum setempat menyatakan bahwa pada saat penangkapan, beberapa dari mereka yang ditangkap dipukul oleh anggota Polsek Nimbokrang dan Polres Jayapura. 20 orang telah dibawa ke Polsek Doyo. Keesokan harinya, delapan orang dibebaskan tanpa tuduhan, termasuk empat perempuan, satu orang anak, dan tiga orang lainnya – Paulus Logo, Wene Naftali Hisage dan Albert Matuan. Sekalipun secara hukum mereka telah dibebaskan tanpa tuduhan, beberapa anggota  polisi terus menginterogasi berkenaan dengan identitas mereka dan memerintahkan mereka tetap berada di kantor polisi. Pada 13 Agustus, pengacara dari KontraS Papua tidak diberi akses kepada 12 tahanan lainnya. Petugas tidak bisa memberikan informasi mengenai para tahanan, bahkan meminta pengacara untuk berkoordinasi dengan Kepala Unit Reserse and Kriminal (Kanit Reskrim) Polsek Doyo. Ketika mereka berkoordinasi dengan Kanit Reskrim, mereka hanya diberikan akses kepada delapan orang yang secara teknis dibebaskan namun tetap ditahan selama tiga hari setelah mereka ditangkap. Setelah pertemuan dan mendengar penderitaan dari dengan delapan orang tersebut, pengacara menuntut pembebasan terhadap mereka. Mereka dibebaskan satu jam kemudian.

Pengacara terus ditolak aksesnya kepada 12 tahanan lain – Filemon Yarem, Loserek Loho, Sahayu Loho, Enos Hisage, Herman Siep, Nius Alom, Jhon Lakopa Pigai, Gad Mabel, Anton Gobay, Yos Watei, Matius Yaung dan Alpi Pahabol. Para penyelidik di Polsek Doyo menolak permintaan untuk memberikan salinan surat perintah penangkapan tanpa ijin dari Kapolsek. Pada tanggal 14 Agustus, setelah beberapa jam negosiasi dengan polisi, pengacara berhasil mendapatkan surat perintah penangkapan hanya bagi empat tahanan – Filemon Yare, Loserek Loho, Sahayu Loho dan Enos Hisage. Pada 18 Agustus, pengacara diizinkan menemui empat tahanan lain untuk mendapatkan tanda tangan surat kuasa, tetapi tidak diperbolehkan untuk berdiskusi dengan mereka.

Beberapa hari berikutnya, setelah menghadapi hambatan berlanjut untuk mendapatkan akses, pengacara berhasil bernegosiasi dengan polisi untuk bertemu dengan delapan tahanan lainnya untuk mendapatkan tanda tangan surat kuasa. Menurut pengacara, enam tahanan tidak bisa berbahasa Indonesia sehingga mereka rentan terhadap proses hukum. 12 orang menghadapi tuduhan makar berdasarkan Pasal 106 KUHP. Pada tanggal 26 Agustus, pengacara mengajukan pengaduan kepada Kapolda Papua yang berisi uraian atas hambatan yang mereka hadapi untuk mendapatkan akses kepada 12 tahanan  serta tindakan penganiayaan yang dialami oleh para tahanan dalam proses penangkapan dan penahanan.

Pihak UNCEN terus bekerja dengan polisi untuk membubarkan demonstrasi; wartawan diserang

Pada 15 Agustus, sembilan aktivis mahasiswa temasuk Gerakan Mahasiswa Pemuda Rakyat Papua (GempaR) ditangkap saat demonstrasi menentang Persetujuan New York tahun 1962 di kampus Universitas Cenderawasih (UNCEN). Jubi melaporkan penangkapan dua dari sembilan orang mahasiswa tersebut – Regina Wenda dan Ribka Komba. Dipercaya bahwa mereka dibebaskan lebih awal. Ketujuh mahasiswa yang lain – Benny Hisage, Yason Ngelia, Klaos Pepuho, Gerson Rumrapuk, Bram Demetouw, Markus Dumupa dan Yulianus Dumupa – ditangkap oleh anggota Polsek Abepura di bawah arahan Rektor Pembantu UNCEN, Frederik Sokoy. Hal ini mirip dengan penangkapan di bulan Juli atas permintaan Paulina Watofa, mantan Dekan Fakultas Kedokteran.

Sumber media Papua Jubi dan Suara Papua melaporkan intimidasi dan serangan fisik terhadap wartawan Jubi Aprila Wayar. Ketika mengambil gambar di acara tersebut, Wayar didekati oleh lima anggota polisi yang mencoba menyita alat iPadnya. Kapolres dilaporkan memberitahu Wayar bahwa demonstrasi tersebut adalah ilegal, sehingga wartawan tidak diizinkan mengambil gambar di acara itu. Dia dicekik oleh seorang anggota polisi dan diseret menuju truk polisi. Bantahannya diabaikan, meskipun ia memberitahu polisi bahwa ia adalah seorang wartawan. Dia dibebaskan setelah beberapa orang lainnya bernegosiasi dengan polisi.

Pada saat penangkapan, Ngelia, Rumrapuk dan Hisage dipukul dengan popor senjata. Polisi menyita Rp. 200,000 dari Benny Hisage dan dua buah telepon genggam milik Dumupa dan Pepuho. Pada tanggal 16 Agustus, lima dari tujuh mahasiswa itu – Benny Hisage, Gerson Rumrapuk, Bram Demetouw, Markus Dumupa dan Yulianus Dumupa – dibebaskan tanpa tuduhan. Pada 20 Agustus, Klaos Pepuho dan Yason Ngelia dibebaskan sesuai dengan permintaan Pembantu Rektor Sokoy. Dakwaan atas Pepuho dan Ngelia ditangguhkan, yang memiliki resiko kemungkinan untuk ditangkap kembali dan tuduhan tersebut akan berlanjut jika mereka mengadakan demonstrasi lagi di kampus UNCEN.

Aktivis KNPB ditahan karena pembukaan kantor KNPB di Asmat

Pada 11 Agustus, sepuluh aktivis KNPB ditangkap di Asmat oleh Polres Asmat, dilaporkan atas permintaan Bupati Asmat. Mereka ditangkap dan diinterogasi selama empat jam berkaitan dengan pembukaan kantor KNPB di Asmat. Seorang aktivis HAM melaporkan bahwa sekitar 300 orang berdemonstrasi untuk menuntut pembebasan terhadap aktivis-aktivis KNPB yang ditahan tersebut. Ke-10 aktivis itu akhirnya dibebaskan.

Ketua kelompok budaya Papua ditangkap di Raja Ampat 

Pada 22 Agustus, sekitar pukul 23:00, Abner Bastian Wanma, Ketua Sanggar Budaya SARAK-Sorong, kelompok budaya Papua, ditangkap di Waisai, Raja Ampat oleh 11 anggota berpakaian preman dan bersenjata lengkap dari satuan tugas  yang terdiri dari Polda Papua dan Reserse Polres Raja Ampat. LP3BH telah mengeluarkan pernyataan atas penangkapan yang tidak sesuai dengan prosedur dan meminta pembebasan secara tidak bersyarat. Masih belum jelas apakah Wanma akan menghadapi tuduhan atau tidak, serta apa alasan penangkapannya.

Pembebasan

Victor Yeimo dibebaskan

Pada tanggal 5 Agustus, Victor Yeimo, Sekretaris Umum KNPB, dibebas bersyarat dari LP Abepura. Yeimo ditangkap pertama kali pada 21 Oktober 2009 dan awalnya dihukum tiga tahun penjara atas permufakatan jahat untuk melakukan makar. Vonisnya kemudian dikurangi satu tahun penjara. Dia kemudian ditangkap kedua kalinya pada tanggal 13 Mei 2013 saat memimpin demonstrasi. Ia diperintahkan untuk menjalani sisa hukuman tiga tahun penjara yang diberikan pada tahun 2009, meskipun hukumannya telah dikurangi satu tahun penjara.

Lima orang tahanan dalam kasus Timika 1 Mei dibebaskan

Informasi kredibel dari sumber setempat di Timika mengkonfirmasikan pembebasan lima orang tahanan dalam kasus Timika 1 Mei – Domi Mom, Alfisu Wamang, Musa Elas, Eminus Waker and Yacob Onawame. Lima orang tersebut disidangkan karena mengibarkan bendera bintang kejora dalam aksi damai di Timika pada bulan Mei 2013 dan mendapatkan vonis delapan bulan penjara pada 25 November 2013. Mereka dihukum atas permufakatan jahat untuk melakukan makar karena keterlibatan dalam acara tersebut. Dilaporkan bahwa mereka telah disiksa saat penangkapan dan menghadapi berbagai masalah kesehatan pada saat dalam penjara, dimana mereka tidak mendapatkan perawatan medis.

Kristianus Madai dibebaskan

Pengacara HAM dari KontraS Papua melaporkan pembebasan Kristianus Delgion Madai dari LP Abepura pada 3 Agustus 2014 saat berakhirnya masa hukuman enam bulan penjara. Dia didakwa dengan kepemilikian amunisi di bawah UU 12/1951 saat ditangkap karena diduga menyeludupkan delapan peluru kaliber 8.4 mm dalam transit di Bandara Sentani. Pengacara melaporkan bahwa ada kemungkinan Madai dihukum karena aktivitas sebelumnya dalam demonstrasi mahasiswa damai di Jakarta, semasa kunjungan Melanesian Spearhead Group (MSG) ke Indonesia.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Tahanan Sasawa didakwa dengan pemberontakan

Pengacara pada Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) melaporkan bahwa tujuh tahanan dalam kasus penangkapan di Sasawa telah didakwa dengan pemberontakan di bawah Pasal 108 KUHP karena diduga terlibat dalam gerakan pro-kemerdekaan bersenjata Tentara Nasional Papua Barat (TNPB). Dakwaan ini tidak termasuk dakwaan makar di bawah Pasal 106 KUHP dan kepemilikian senjata tajam di bawah UU 12/1951. Persidangan berikutnya akan diadakan pada tanggal 1 September dengan agenda pemeriksaan saksi.

Menurut informasi dari pembela HAM setempat, para tersangka Salmon Windesi, Peneas Reri, Kornelius Woniana, Obeth Kayoi, Rudi Otis Barangkea, Jemi Yermias Kapanai dan Septinus Wonawoai ditangkap saat penyisiran militer di kampung Sasawa yang menargetkan anggota TPN/OPM. Informasi yang diterbitkan di situs web ALDP melaporkan bahwa ketujuh orang itu menghadapi penyiksaan pada saat penangkapan dari aparat kepolisian dan militer. Pengacara dari ALDP menyatakan bahwa ketujuh orang itu bukan anggota dari gerekan bersenjata, namun hanya warga sipil dari kampung Sasawa yang memiliki pekerjaan tetap.

Lima orang ditahan dalam peristiwa boikot 9 Juli dan menghadapi dakwaan permufakatan untuk membahayakan keamanan orang atau benda

Pengacara ALDP melaporkan bahwa Yosep Siep, Ibrahim Marian, Marsel Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut, yang ditangkap pada tanggal 9 Juli, menghadapi dakwaan berdasarkan Pasal 186 dan 164 KUHP berupa permufakatan untuk membahayakan keamanan orang atau benda, karena dilaporkan membuat dan menggunakan bahan peledak. Kelima orang itu ditangkap bersama 13 orang lainnya yang sudah dibebaskan, karena keterlibatan dalam penyaluran brosur yang mengajak boikot dalam pemilihan presiden. Pengacara ALDP diberitahu oleh kelima tahanan dan keluarganya bahwa mereka menghadapi penyiksaan pada saat penangkapan.

Dua orang dalam kasus pengibaran bendera Yalengga tidak lagi dalam tahanan

Laporan diterima dari pengacara ALDP menyatakan bahwa Obed Kosay dan Oskar Hilago yang didakwa dalam kasus pengibaran bendera Yalengga tidak lagi berada dalam tahanan. Dipercaya bahwa mereka telah melarikan diri dari LP Wamena. Pengajuan grasi dalam kasus ini sedang diperiksa di Sekretariat Negara Republik Indonesia (Setneg). Meki Elosak dan Wiki Meaga masih ditahan di LP Wamena.

Laporan mengungkap informasi terperinci baru dalam kasus penembakan Pirime 2012

Laporan baru yang diterima dari sumber HAM Jayapura mengungkapkan informasi tambahan berkaitan dengan kasus Yogor Telenggen. Informasi tentang kasus ini sulit untuk didapatkan, dan laporan awal yang diterima mengindikasikan bahwa Telenggen kemungkinan adalah seorang tahanan politik, sesuai dengan pedoman Orang Papua di balik Jeruji. Namun laporan yang lebih rinci menyarankan sebaliknya dan karena itu dia sudah dikeluarkan dari daftar tahanan politik. Namun, laporan tersebut mengungkapkan rincian yang mengkhawatirkan dalam kasus ini, termasuk penangkapan terhadap tiga orang lainnya.

Pada 10 Maret 2013, Yogor Telenggen ditangkap oleh polisi Jayapura dan dibawa ke Polda Papua atas tuduhan penyerangan Polsek Pirime pada 27 November 2012. Dalam perjalanan ke kantor polisi, dia dipukul di bagian wajah dan dipukul enam kali di punggung dengan popor senjata. Keluarganya dilaporkan tidak diberitahu atas penangkapan tersebut. Pada tanggal 5 Juli 2013, Usmin Telenggen, seorang mahasiswa, ditangkap oleh polisi Jayapura berkaitan dengan kasus yang sama. Saat penahanan dalam Polda Papua, kedua tahanan tidak diizinkan mendapatkan pendampingan hukum. Pada tanggal 2 Oktober 2013, mereka dipindahkan ke Polres Wamena sambil menunggu persidangan. Mereka tidak diberikan akses pendampingan hukum sepanjang waktu persidangan. Pada tanggal 15 Juni 2014, keduanya divonis 10 tahun penjara. Dua hari kemudian, mereka dihukum lagi dengan hukuman seumur hidup setelah diputus bersalah atas pembunuhan dan kekerasan terhadap orang dan barang di bawah Pasal 340, 338, 170 dan 251 KUHP dan kepemilikian senjata di bawah UU 12/1951. Setelah diputus bersalah, mereka dipindah ke LP Abepura untuk menjalani hukuman.

Laporan tersebut juga menjelaskan penangkapan dua orang lain di Puncak Jaya. Berkaitan dengan kasus ini, Gision Wonda ditangkap pada 4 April 2014, disusul Dimion Telenggen ditangkap dua hari kemudian. Mereka awalnya ditahan di Polda Papua tetapi kemudian dipindahkan ke Polres Wamena. Mereka berdua dilaporkan menghadapi penyiksaan dan intimidasi dalam tahanan. Pekerja HAM melaporkan bahwa mereka disetrum, dipukul dengan popor senjata dan dipukul hebat dalam penahanan. Di bawah tindakan penyiksaan, mereka dilaporkan mengakui keterlibatan dalam penyerangan di Polsek Pirime pada tanggal 27 November 2012. Pada saat ini, mereka tidak mempunyai pendamping hukum.

Kasus yang menjadi perhatian

Ketua KNPB Sorong diculik dan dibunuh

Laporan yang diterima dari aktivis KNPB menggambarkan penculikan dan pembunuhan terhadap Martinus Yohame, Kepala KNPB Sorong. Pada tanggal 19 Agustus, Yohame bersama dengan anggota KNPB lain dan anggota Parlemen Rakyat Daerah (PRD) mengadakan konferensi pers di Sorong mengenai kunjungan presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang bertujuan untuk mempromosikan pariwisata di Raja Ampat. Yohame mengkritik langkah itu sebagai tindakan berbahaya bagi ekosistem dan lingkungan di Papua. Setelah konferensi pers tersebut, dia dilaporkan menerima panggilan telepon dari seorang perempuan yang mengatakan berasal dari Komnas HAM di Jakarta. Penelepon tersebut meminta pertemuan dengan Yohame dan ia menyetujuinya.  Mereka bertemu di depan kantor Walikota dan perempuan itu mengundangnya untuk makan siang. Seorang laki-laki juga hadir, dan dilaporkan merekam pembicaraan mereka. Sebelum berpisah, perempuan tersebut mengatakan kepada Yohame bahwa mereka akan menghubunginya lagi. Para aktivis menduga bahwa Yohame hilang pada tanggal 20 Agustus setelah ia meninggalkan rumah pada pukul 12:00 untuk menjawab panggilan telepon dari perempuan tersebut. Dia diduga diminta oleh penelepon untuk meyeberang jalan dari rumahnya.

Seperti dilaporkan dalam Jubi, pada 26 Agustus, mayat Martinus Yohame ditemukan oleh seorang nelayan dekat pantai pulau Nana, di daerah kepulauan Doom di Sorong. Dia ditemukan dalam karung, dengan kaki dan tangan yang diikat. Menurut laporan otopsi rumah sakit, Yoame ditembak pada dada kirinya dan dipukul keras pada bagian muka sehingga tidak berbentuk lagi. Lubang selebar 1x1cm ditemukan di dada kiri dan lubang selebar 2×3 cm ditemukan di perut kanannya yang menunjukkan luka tembak. Tinggi badannya 1.79 meter dan mempunyai rambut gimbal, sesuai dengan deskripsi Yohame. KNPB telah mengatakan bahwa mereka percaya Yohame diculik dan dibunuh oleh anggota Kopassus.

Yohame sebelumnya telah ditangkap karena keterlibatannya dalam aktivitas politik secara damai. Pada tanggal 26 November 2013, Yohame dan dua aktivis KNPB lainnya ditangkap dan ditahan selama beberapa jam karena keterlibatan mereka dalam demonstrasi mendukung kampanye Sorong ke Samarai, yang bertujuan untuk mengumpulkan tandatangan dari seluruh Papua Nugini dalam mendukung pengajuan keanggotaan Papua Barat ke Melanesian Spearhead Group (MSG).

Pengancara HAM dipanggil dua kali oleh kepolisian Jayapura

Pengacara HAM Papua terkemuka Gustaf Kawer menerima dua panggilan di bawah tuduhan kekerasan atau ancaman kekerasan karena dianggap melawan seorang pejabat berdasarkan Pasal 211 dan 212 KUHP. Pada tanggal 22 Agustus, panggilan pertama menyatakan bahwa Kawer telah dipanggil untuk menjadi saksi dalam kasus terhadap dirinya sendiri. Pada tanggal 25 Agustus, dia dipanggil kedua kalinya yang menyatakan bahwa dia telah dilaporkan oleh seorang hakim dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini berkenaan dengan protes Kawer terhadap hakim di PTUN Jayapura pada saat sidang sengketa tanah adat dengan pemerintah pada tanggal 12 Juni 2014. Kawer protes terhadap keputusan hakim yang mengabaikan permintaanya untuk penundaan dan mengadakan sidang itu tanpa kehadirannya. Pada tahun 2012, Kawer diancam dengan penuntutan ketika ia mendampingi para terdakwa Lima Jayapura yang dituduh makar.

Berita

Filep Karma menolak tawaran remisi Hari Kemerdekaan Indonesia

Pada tanggal 17 Agustus, Filep Karma menolak remisi enam bulan yang ditawarkan kepadanya sebagai bagian dari remisi yang diberikan kepada tahanan setiap tahun pada Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Karma menyatakan bahwa menerima remisi sama seperti mengakui kesalahannya yang ia sangkal. Karma sedang menjalani hukuman 15 tahun penjara karena menyelenggarakan upacara pengibaran bendera di Abepura pada tahun 2004. Bulan Desember depan ini merupakan tahun kesepuluh masa tahanannya.

Tahanan politik Papua bulan Agustus 2014

  Tahanan politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Abner Bastian Wanma 22 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan ketua kelompok budaya di Raja Ampat Tidak jelas Tidak jelas Raja Ampat
2 Philemon Yarem 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
3 Loserek Loho 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
4 Sahayu Loho 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
5 Enos Hisage 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
6 Herman Siep 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
7 Nius Alom 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
8 Jhon Lakopa Pigai 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
9 Gad Mabel 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
10 Anton Gobay 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
11 Yos Watei 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
12 Matius Yaung 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
13 Alpi Pahabol 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
14 Areki Wanimbo 6 Agustus 2014 Pasal 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan wartawan Perancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polda Papua
15 Pendeta Ruten Wakerkwa 1 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan penyisiran militer Lanny Jaya 2014 Tidak jelas Tidak jelas Polres Lanny Jaya
16 Sudi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
17 Elius Elosak 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
18 Domi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
19 Agus Doga 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
20 Yosep Siep 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
21 Ibrahim Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
22 Marsel Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
23 Yance Walilo 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
24 Yosasam Serabut 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
25 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
26 Ferdinandus Blagaize 24 May 2014 Unknown Police investigation pending Merauke KNPB arrests No Uncertain Okaba District police station
27 Selestinus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
28 Lendeng Omu 21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
29 Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
30 Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
31 Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
32 Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
33 Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
34 Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
35 Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
36 Yenite Morib 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
37 Tiragud Enumby 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
38 Deber Enumby 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
39 Soleman Fonataba 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
40 Edison Werimon 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
41 Piethein Manggaprouw 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
42 Apolos Sewa* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan penahanan
43 Yohanis Goram Gaman* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penanggunahan Penahanan
44 Amandus Mirino* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
45 Samuel Klasjok* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
46 Stefanus Banal 19 Mei 2013 170 )1 1 tahun and 7 bulan Penyisiran polisi di Pegunungan Bintang 2013 Ya Ya Abepura
47 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
48 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
49 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
50 George Syors Simyapen 1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
51 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
52 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 year and 6 months Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
53 Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
54 Obaja Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
55 Antonius Saruf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
56 Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
57 Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
58 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
59 Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
60 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
61 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
62 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
63 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2.5 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
64 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
65 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
66 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
67 George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
68 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
69 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
70 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
71 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
72 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
73 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
74 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

* Apolos Sewa, Yohanis Goram Gaman, Amandus Mirino dan Samuel Klasjok saat ini menghadapi dakwaan makar. Walaupun mereka dibebas bersyarat sehari setelah penangkapan mereka, mereka masih menjalani pemeriksaan dan rentan untuk ditahan lagi. Pada saat ini mereka dikenakan wajib lapor ke kepolisian dua kali seminggu.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

Juli 2014: Penangkapan semasa pemilu menandakan kurangnya hak demokrasi di Papua

Ringkasan

Pada akhir bulan Juli 2014, setidaknya terdapat 69 tahanan politik di penjara Papua.

Jumlah tahanan politik Papua menurun bulan ini mengikut pembebasan 17 tahanan politik dalam tiga kasus terpisah; kasus Konggres Papua Tiga, penangkapan tanggal 26 November dan kasus warga sipil Nabire dituduh OPM. 16 dari 17 penangkapan ini adalah karena penyelesaian hukuman penjara. Sementara itu, setidaknya terdapat 70 penangkapan bernuansa politik pada bulan ini, jumlah yang tercatat tertinggi pada tahun ini. Penangkapan secara sewenang ini termasuk penangkapan massal atas 25 orang di Timika di sebuah demonstrasi damai, termasuknya setidaknya lima perempuan dan empat anak berumur satu setengah dan dua tahun.Kebanyakan orang ditangkap bulan ini menghadapi penganiayaan pada saat penangkapan atau dalam penahanan. Bilim Wenda, seorang dari 25 pendemo di Timika itu mengalami penyiksaan dan perlakuan kejam dan merendahkan dalam penahanan.

Banyak dari penangkapan bulan ini terkait dengan Pemilihan Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang belakangan ini. Setidaknya  ada 36  orang penangkapan bernuansa politik berkaitan dengan seruan aksi damai aktivis Papua atas boikot pemilihan, mengikut demonstrasi damai dan penyebaran pamflet. Kebebasan untuk tidak mengambil bagian dalam proses demokrasi, atau untuk mengkampanyekan untuk boikot adalah elemen yang tidak bisa terbantahkan dalam kebebasan demokrasi. Kriminalisasi aksi-aksi seperti ini di Papua juga telah didokumentasikan oleh Orang Papua di balik Jeruji berkaitan dengan pemilu pada tahun 2004 and 2009.

Penangkapan dan pembebasan selanjutnya atas enam orang berkaitan dengan perbedaan pendapat internal di antara mahasiswa dan pihak berwenang di Universitas Cenderawasih (UNCEN) merupakan perkembangan terbaru dalam situasi paling memburuk yang bermula pada pertengahan tahun 2012. Terdapatnya langkah yang lebih melibatkan kepolisian atau aparat keamanan yang lain dalam menanggapi pengorganisasian mahasiswa dan demonstrasi yang berkaitan dengan hak asasi manusia, dan kebebasan demokratis dan isu-isu internal kampus. Ini telah disertai dengan penurunan peran universitas dalam melindungi secara efektif hak-hak mahasiswa untuk kebebasan berekspresi dan berkumpul.

Sebuah peristiwa di pasar Youtefa di Jayapura pada 2 Juli yang disebabkan oleh pembunuhan seorang anggota polisi yang menuntut suap mengakibatkan kematian,tiga orang dibunuh oleh aparat keamanan dan beberapa penangkapan. Laporan keterlibatan pendatang non-Papua dalam penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan umum dan pemukulan terhadap orang asli pengunungan – atas undangan polisi – adalah perkembangan yang mengkhawatirkan.  Peristiwa ini, melibatkan penggunaan kekuatan yang berlebihan dan pembunuhan di luar hukum sebagai hukuman kolektif kepada orang asli Papua merupakan dakwaan serius atas tingkah laku yang di lakukan oleh polisi di Papua. Ia juga mendemonstrasikan bahwa di tingkat lokal, iklim impunitas yang menerus di Indonesia lebih diperpanjang oleh aparat keamanan terhadap kelompok lain yang mereka lihat sebagai sekutu.

Penangkapan

Puluhan aktivis ditangkap karena mengadakan boikot damai atas Pilihan Presiden tanggal 9 Juli

Setidaknya 36 orang ditangkap di Jayapura, Timika, Fak-Fak dan Wamena selama bulan Juli 2014. Untuk keterlibatan aksi damai mereka dalam menyerukan boikot Pemilu Presiden Indonesia pada tanggal 9 Juli. Aktivis HAM setempat melaporkan bahwa orang Papua dalam daerah-daerah tersebut menghadapi intimidasi dan kekerasan yang hebat dari polisi yang mencoba memaksa mereka untuk memilih.

Jayapura

Pada 3 Juli, enam aktivis dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ditangkap di depan kampus Universitas Cenderawasih (UNCEN) karena menyebarkan pamflet yang menyerukan untuk boikot pemilu. Keenam orang antara lain; Ono Balingga, Hakul Kobak, Yandri Heselo, Gesman Tabuni, Ronal Wenda dan seorang  lagi tidak diketahui namanya, dia dipukul pada saat penangkapan dan diinterogasi oleh polisi di Polres Jayapura.Mereka sudah dibebaskan tanpa dakwaan.

Timika

Pada 4 Juli, tujuh anggota KNPB ditangkap karena menyebarkan pamphlet menyerukan boikot pemilu. Ketujuh orang itu adalah; Ruben Kayun, Deky Akum, Kaitanus Siminak, Apollos Simare, Yanuarius Enakat, Gerson Banam dan Anthon Damkokor, mereka ditangkap oleh anggota militer sebelum diserahkan kepada Polres Timika. Kecuali Kayun, semua yang ditahan dibebaskan tanpa dakwaan selepas beberapa jam dalam penahanan.  KNPB melaporkan bahwa Kayun awalnya didakwa dengan Pasal 160 atas penghasutan tetapi kemudian dibebaskan pada tanggal 16 Juli. Belum jelas kalau dakwaan ini sudah dijatuhkan atau tidak. Kesaksian dari Kayun atas waktunya dalam penahanan mengatakan bahwa dia menghadapi penganiayaan dari polisi Timika. Selepas dibebaskan polisi mengikutnya pulang ke rumah dimana mereka menfoto rumahnya dalam upaya untuk mengintimidasinya.

Fak-Fak

Pada tanggal 5 Juli, Mama Umi Safisa ditangkap oleh polisi karena menyebarkan pamflet menyerukan boikot pemilu pada tanggal 9 Juli. Anggota-anggota KNPB berkumpul di luar Polres Kaimana,  dimana Mama Safisa ditahan dan mencoba untuk bernegosiasi pembebasannya, namun mereka dibubarkan secara paksa oleh polisi. Ketua KNPB Kaimana Ruben Furay, yang di antara mereka yang memprotes penahanannya, dilaporkan bahwa dipukul oleh polisi.

Wamena

Laporan yang diterima secara email dari aktivis setempat melaporkan bahwa jumlah total 22 orang di tangkap, penangkapan ini berkaitan dengan boikot pemilu, dengan sembilan orang masih dalam tahanan. Pada tanggal 9 Juli, 18 orang ditangkap di Wamena karena keterlibatan mereka dalam menyebarkan pamflet yang menyerukan boikot pemilu. Di antara 18 orang yang ditangkap, 13 orang sudah dibebaskan dari Polres Jayawijaya. Lima orang yang dilaporkan masih ditahan adalah Yosep Siep, Ibrahim Marian, Marsel Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut. Pada 14 Juli, empat orang lagi ditangkap oleh aparat keamanan, dilaporkan karena mereka memilih untuk tidak mengambil bagian dalam Pemilu Presiden. Keempat orang diantaranya; Sudi Wetipo, Elius Elosak, Domi Wetipo and Agus Doga  mereka dilaporkan masih ada dalam penahanan di Polres Jayawijaya.

Yahukimo

Sebuah laporan diterima dari seorang penyidik HAM menggambar gangguan dan ancaman terhadap kepala desa di kampung Tomon I dan Tomon II di Yahukimo untuk mengajukan berita acara atas nama masyarakat-masyarakat mereka, walaupun mereka sudah memilih untuk boikot pemilu tanggal 9 Juli itu.

Tiga orang ditangkap berikut peniyisiran Kampung Berab di Jayapura

Laporan yang diterima dari penyelidik HAM setempat melaporkan penangkapan sewenang-wenang atas tiga orang berikut penyisiran di Kampung Berab di Jayapura. Pada 20 Juli sekitar pukul 13:30 waktu Papua, anggota Brimob dan Polda Papua menggerebek dua rumah di Kampung Berab milik dua orang, Z Tarko dan Elim Berab. Menurut wawancara dengan penyelidik HAM tersebut, Berab mengatakan bahwa polisi Jayapura melakukan penyisiran dalam menanggapi informasi yang diterima tentang dugaan keberadaan kubu pro-kemerdekaan kepemiliian David Tarko dan Terianus Satto di kampung itu, dan upacara peresmian yang akan diadakan pada 22 Juli.

Pada saat penggerebekan rumah Z Tarko, aparat keamanan menggeldah rumahnya dan menghancurkan banyak perabotan. Tiga sepeda motor diparkir luar rumahnya juga dihancurkan dengan batu dan papan kayu. Uang sejumlah 7 juta rupiah dan beras, sagu juga disita dari rumah itu. Sementara itu, aparat keamanan masih juga melakukan penggerebekan di rumah Elim Barab, seorang mantan kepala sekolah dasar lokal. Sekitar jam 17:00, anggota Brimob pulang ke rumah Z Tarko, mengelilinginya dan melepaskan tiga tembakan peringatan.

Selepas penyisiran itu, polisi melakukan sweeping di jalan Demta Sarmi, memberhentikan sebuah bus lokal dan menangkap secara sewenang-wenang tiga orang asli Papua yakni; Jekeer Kalaka, Jhon Aboka dan Yosepus Taplo. Kalaka dan Abolka adalah pekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit lokal yang dimiliki oleh PT Sinar Mas. Mereka bertiga ditahan selama  empat hari di Polres Jayapura dan dibebaskan pada 24 Juli. Mereka dilaporkan ditargetkan karena mereka datang dari pegunungan Papua, dimana sentiment pro-kemerdekaan kuat, menurut aparat keamanan. Berikut setelah penangkapan dan penyisiran ini, aparat keamanan terus menjaga kampung itu dengan ketat, memeriksa gerakan dan melakukan pemeriksaan terhadap masyarakat setempat

25 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, ditangkap di Timika dalam demo referendum

Menurut beberapa sumber berita dan juga laporan yang diterima oleh aktivis setempat, pada 17 Juli 2014, pasukan gabungan TNI dan kepolisian melakukan penangkapan masal atas setidaknya 24 orang di Timika. Sementara laporan awal mengindikasi bahwa 24 orang ditangkap, laporan rinci yang diterbitkan oleh situs berita Umagi News mengatakan bahwa 25 orang ditangkap termasuk lima perempuan dan empat anak muda. Mereka ditangkap saat demonstrasi damai menuntut referendum untuk Papua Barat. Semua yang ditangkap dibebaskan setelah beberapa jam kemudian kecuali Kepala KNPB Timika Sektor SP 13, Leson Tabuni, dia tahan selama beberapa hari kemudian dibebaskan pada tanggal 23 Juli.

Ke-16 lelaki yang ditangkap sewenang wenang adalah Neles Tabuni, Ismael Wenda, Bilim Wenda, Lasarus Kogoya, Yandoa Tabuni, Efri Tabuni, Sem Tabuni, Nius Tabuni, Ev. Mirius Wenda, Kendi Keoway, Sole Tabuni, Linto Kossay,  Stevanus Koga, Leson Tabuni, Lerius Wenda dan Wenemuk Kogoya. Kelima wanita yang ditangkap sewenang-wenang adalah Eliana Tabuni, Lepina Wenda, Diana Wenda, Amerina Tabuni dan Merlin Wenda. Empat anak juga ditangkap sewenang-wenang, berumur satu tahun setengah dan dua tahun mereka adalah; Alfa Tabuni, Jekson Tabuni, Rani Wenda and Tinggris Tabuni.

Menurut laporan-laporan tersebut, di sekitar pukul 09:00 waktu Papua, aparat keamanan bermula untuk membubarkan demonstrasi secara paksa dan menyita atribut spanduk, megapon dan barang pribadi pendemo seperti HP dan dompet. Selepas menangkap 25 orang itu, ada di antara mereka yang tidak langsung berkaitan dengan demo itu, mereka dibawa ke Polres Mimika 32.

Menurut kesaksian mereka yang ditangkap, seperti diterbitkan di Umagi News, beberapa orang dipukul berat pada saat penangkapan dengan pengunaan popor senjata dan juga ditendang dan ditumbuk. Amerina Tabuni, berusia 23 tahun, mengatakan bahwa dia bertanggapan marah semasa penangkapan dan melemparkan batu ke seorang anggota polisi. Polisi terus menariknya, memukulnya dengan popor senjata di arah belakang dan menamparnya di muka sebelum melakukan  penangkapan. Pada saat penangkapan, Bilim Wenda dipukul di testis dengan popor senjata sementara Yondoa Tabuni diinjik-injik oleh beberapa anggota polisi memakai sepatu laras. Linto Kossay dipukul di kepala dengan popor senjata, menerita kepala berdarah luka, dan juga dipukul di testis. Saat penahanan setidaknya satu orang, Bilim Wenda, dilaporkan disiksa dan menghadapi perlakuan kejam dan merendahkan. Polisi memotong rambut gimbalnya and mengancam untuk memotong alat kelaminnya. Dia juga dipaksa membuka baju berbadan telanjang dan alcohol dituang ke dalam hidungnya. Setidaknya dua orang lain juga menghadapi perlakuan kejam dan merendahkan. Amerina Tabuni mengatakan bahwa dalam penahanan seorang anggota polisi memakai sepatu laras menendangnya. Barang pribadi para tahanan, termasuk HP dan dompet yang disita tidak dipulangkan selepas mereka dibebaskan.

Kepala KNPB Timika Sektor SP 13, Leson Tabuni, terus ditahan sampai tanggal 23 Juli sementara ke-24 tahanan lain juga dibebaskan. Tabuni mengatakan dia diancam dan dipukul berat oleh Polres Timika semasa dalam tahanan. Dia dipercaya didakwa dengan penghasutan di bawah Pasal 160 KUHP, tetapi kurang jelas apakah dia masih menghadapi dakwaan itu selepas pembebasannya.

Enam ditangkap di UNCEN

Pada tanggal 22 Juli, enam orang ditangkap sewenang-wenang oleh polisi di Polsek Jayapura di bawah permintaan mantan Dekan Fakultas Kedokteran di UNCEN, Paulina Watofa. Menurut informasi dari pengacara HAM di KontraS Papua, satu dari mereka yang ditangkap adalah siswa SMA dan kemudian dibebaskan. Lima tahanan yang lain adalah mahasiswa UNCEN.

Informasi diberi oleh pengacara mengindikasi bahwa penangkapan tersebut berikut demonstrasi mahasiswa yang diadakan diantara pada tangal  8, 10, 11 and 19 Juli, yang menyerukan pergantian Dekan Fakultas Kedoteran. Dekan itu kemudian diganti, dan Watofa, dekan yang sebelumnya, melaporkan mahasiswa tersebut ke polisi. Hanya satu dari lima yang ditangkap adalah di antara mahasiswa yang dilaporkan oleh Watofa ke polisi. Dilaporkan tidak adanya bukti yang menghubungkan empat mahasiswa yang lain itu kepada demonstrasi. Dua hari sebelum penangkapan ini, satu dari kelima mahasiswa itu dipukul dengan helm oleh seorang tidak kenal di kampus.

Sementara dalam penahanan di Polsek Jayapura, kelima mahasiswa UNCEN tidak diinterogasi tetapi segera ditentukan sebagai tersangka dan dipaksa untuk menandatangai surat penangkapan dan surat yang lain, isinya mereka tidak ketahui. Pengacara HAM yang mendampingi kelima mahasiswa itu mengatakan bahwa surat itu mungkin mengandungi kententuan berjanji untuk tidak mengadakan demo lagi di kampus, seperti yang terjadi semasa penangkapan mahasiswa UNCEN November lalu.

Hari berikutnya persetujuan internal dicapai antara polisi dan Aloysius Giyai, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dan lima mahasiswa dibebaskan. Menurut pengacara mereka, lima mahasiswa itu masih menghadapi resiko dakwaan atau penangkapan lagi, terutamanya kalau mereka coba mendemonstrasi lagi.

Pengacara HAM berbasis di Jayapura, Gustaf Kawer, mengatakan bahwa pengacara-pengacara berarti untuk mengajukan aplikasi pemeriksaan praperadilan terhadap Kapolsek Kompol Decky Hursepuny untuk memeriksa penangkapan kelima mahasiswa itu. Dia mengkritis penangkapan itu sebagai tidak sesuai dengan prosedur.

Pembebasan

Jayapura Lima dibebaskan

Pada tanggal 21 Juli, Jayapura Lima orang  – Forkorus Yaboisembut, August Kraar, Dominikus Surabut, Selpius Bobii and Edison Waromi mereka dibebaskan dari LP Abepura selepas dua tahun dan sembilan bulan di penjara. August Kraar, yang dilaporkan secara tidak akurat dalam update kami sebelumnya sebagai telah dibebaskan pada 21 Juni 2014, sebenarnya dikeluarkan pada tanggal 21 Juli 2014. Menurut seorang pekerja HAM, sementara Kraar telah menerima remisi tambahan ke atas hukumannya, dia memilih untuk dikeluarkan pada waktu sama seperti keempat tahanan lain dalam kasus itu.

Kelima orang itu ditangkap pada 19 Oktober 2011 untuk keterliatan mereka dalam Kongress Masyarakat Papua Ketiga, di mana pengumuman politik dibuat atas penentuan nasib sendiri bagi orang Papua dibacakan oleh Yaboisembut dan Waromi. Kongress itu telah memilih kedua rang itu sebagai kepala politik untuk apa yang diumumkan sebagai Negara Federal Republik Papua Barat. Berikut penutupan Konggres itu, aparat keamanan melepaskan tembakan, mengguna gas air mata dan memukul dan menangkap ratusan peserta.

Jayapura Lima itu divonis tiga tahun penjara tetapi mereka diberikan remisi tiga bulan. Ribuan orang Papua dilaporkan bergabung dalam prosesi menyambut pembebesan lima pemimpin Papua itu. Saat pembebasan, Yaboisembut mengatakan kepada pers lokal Papua bahwa kelima mereka akan terus bekerja menuju ke pengakuan kemerdekaan Papua. Pendeta Neles Tebay, Rektor Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur di Abepura, mengatakan kepada ucanews.com bahwa kelima orang itu masih beresiko ditangkap kembali, tetapi menurut pendapatnya, penangkapan politik “tidak akan menyelesaikan masalah dengan orang Papua dan pemerintah Indonesia oleh sebab itu pemerintah Inonseia dan perwakilan Papua harus duduk bersama dalam dialog.”

Sepuluh tahanan tersisa dalam kasus 26 November dibebaskan

Wawancara yang dilakukan oleh pekerja HAM setempat mengungkapkan   bahwa sepuluh tahanan tersisa ditangkap berkaitan dengan demonstrasi pada 26 November 2013 dibebaskan pada tanggal 25 Juli 2014. Pendius Tabuni, Muli Hisage, Karmil Murib, Tomius Mul, Nius Lepi, Tinus Meage, Mathius Habel, Agus Togoti, Natan Kogoya dan Nikolai Waisal dibebaskan selepas penyelesaian hukuman penjara delapan bulan. Mereka dihukum atas kekerasan terhadap orang dan barang di bawah Pasal 170 dan 351 KUHP. Sebelumnya, pada 11 Februari, Nikson Mul yang berumur 16 tahun dibebasan. Pada bulan April 2014, Penius Tabuni dibebaskan selepas menerima hukuman penjara lima bulan.

Semua 12 tahanan dalam kasus ini ditangkap sewenang-wenang berkaitan dengan demonstrasi pada tangal 26 November 2013 di Jayapura yang menyebabkan bentrokan di antara polisi dan para pendemo. Semua 12 tahanan itu sebelumnya membuat kegiatan yang lain pada saat demo dan langsung tida terlibat dalam demo itu. Laporan dari pekerja HAM setempat mengatakan bahwa mereka disiksa dalam penahanan di Polres Jayapura. Ke-12 mereka mengatakan bahwa berita acara pemeriksaan (BAP) mereka direkayasakan.

Dua dalam kasus makar Sarmi ditangguhkan

Pada tanggal 25 Juli, Edison Werimon dan Soleman Fonataba diberikan penangguhan penahanan. Kedua orang itu akan masih menjalani persidangan permufakatan untuk melakukan makar di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP. Persidangan selanjutnya diharapkan akan diadakan pada tanggal 6 Agustus.

Otis Waropen dibebaskan

Informasi yang diterima dari penyidik local pekerja HAM melaporkan pembebasan Otis Waropen dari Polres Nabire. Kurang jelas kapan dia dibebaskan, namun informasi diterima mengindikasi bahwa  pembebasannya dijamin oleh kepala suku setempat. Waropen ditangkap pada 2 Maret di Kampung Sima di bawah tuduhan beranggota OPM, gerakan pro-kemerdekaan. Dia sudah dibebaskan tanpa dakwaan.
Pembebasan tiga tahanan dalam kasus kematian polisi Yapen

Dalam update kami sebelumnya, kami melaporkan pemindahan tiga tahanan politik yakni Yahya Bonay, Astro Kaaba dan Hans Arrongear – dari daftar tapol-napol karena sudah satu tahun tidak menerima informasi tentang kasus mereka. Informasi baru diterima oleh individu-individu dari Yapen mengkonfirmasikan bahwa ketiga orang itu sudah dibebaskan. Mereka bertiga ditangkap oleh aparat mereka mengalami pukulan dan penyiksaan berkaitan dengan pembunuhan anggota Brimob Jefri Sesa.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Grasi untuk tahanan Yalengga lagi dipertimbangkan oleh Setneg

Aliansi Demokrasi untuk Papua, ALDP melaporkan bahwa kasus Yalengga lagi dipertimbangkan oleh Sektretariat Negara (Setneg) dan perlu dimonitor. Keempat tahanan dalam kasus ini adalah; Meki Elosak, Wiki Meaga, Oskar Hilago dan Obed Kosay mengalami pemukulan dan penyiksaan oleh aparat militer pada saat penangkapan. Mereka mau menunju ke duka seorang kerabat k keluarga mereka. Ketika ditangkap mereka dituduh karena membawa bendera Bintang Kejora dalam perjalanan. Bendera dimaksudkan untuk ditaruh di tempat kuburan sih almarhum. Keempat laki-laki ini sedang menjalani hukuman penjara delapan tahun di kenakan makar dengan pasal 106 KUHP.

Sidang kasus Sasawa sudah mulai pada akhir bulan Juli

Persidangan untuk ketujuh tahanan dalam kasus Sasawa sudah mulai pada akhir bulan Juli. Seperti disampaikan di situs berita ALDP, Ida Kelasin, salah satu pengacara untuk tujuh tahanan ini sudah mengatakan  bahwa mereka semua sehat dan dia harap bahwa persidangan nanti dijalankan secara adil dan tanpa ada campur tangan politik. Menurut Peneas Reri, salah satu ketujuh tahanan, masa penahanan mereka sudah di perpanjangkan sampai tanggal 15 Agustus 2014. Mereka masing-masing disiksa pada saat ditangkap dalam pengerebeken militer di kampong Sasawa yang menargetkan anggota kelompok bersenjata Tentara Nasional Papua Barat, TNPB.

Kasus yang menjadi perhatian

Tiga tewas dan beberapa ditangkap setelah pembunuhan seorang polisi di pasar Yotefa

Pada 2 Juli, tiga orang ditewaskan dan beberapa orang ditangkap setelah terjadi bentrokan di pasar di antara sekelompok pemain judi dan dua anggot polisi Jayapura di pasar Yotefa, Jayapura. Menurut informasi yang diterima dari seoarang pekerja HAM setempat, perjudian ditolerensi oleh polisi karena mereka menerima suap-suap. Pada hari kejadian ini, terjadi percekcokan di antara polisi sama pemain judi ketika pemain judi tidak mau memberikan suap. Penyanggahan ini cepat menjadi bentrokan. Satu senjata api dicuri dari seorang polisi oleh pemain judi yang langsung melarikan diri. Setelah itu beberapa pemain judi memukul salah satu seorang anggota polisi sampai dia meninggal dunia, lalu melarikan diri. Anggota polisi yang kedua meminta back-up, dan beberapa jam kemudian, anggota polisi dan aparat keamanan lain yang berpakaian preman tiba di tempat kejadian. Masyarakat setempat lari untuk mengamankan diri dan aparat keamanan mengeluarkan tembakan.

Menurut laporan yang tersedia pada saat ini, tiga orang yang tidak terlibat persoalan judi yang tersebut telah ditewaskan dalam insiden ini. Laporan dari pekerja HAM setempat menyatakan bahwa Sabuse Kabak dan Yenias Wendikbo ditewaskan oleh aparat keamanan yang berpakain preman. Majalah Selengkah dan Tabloid Jubi sudah konfirmasi meninggalnya Demi Kepno, yang menurut sumber-sumber itu dipaksa masuk ke mobil oleh aparat keamanan yang berpakaian preman. Dia diduga dibawah ke pos polisi Yanmor di Tanah Hitam, distrik Abepura, dan diperiksa. Wendikbo berusaha untuk melarikan diri, tetapi ditembak lalu disiksa sampai meninggal.

Mayat ketiga korban diperkirkan sudah dibawa ke Rumah Sakit Bhayankara untuk satu malam setelah kejadian, lalu, diserahkan kepada pihak keluarga masing-masing.Keluarga Kabak sudah mendesak supaya polisi Jayapura bertanggungjawab atas kematian-kematian ini dan pelaku harus di adili.

Jumlah penangkapan yang berkaitan dengan peristiwa pasar Yotefa ini belum bisa dipastikan, namun dari laporan dan dari wawancara awal, jumlah bisa di perkirakan antara sekitar 20 orang. Beberapa orang dari yang ditangkap dipikirkan masih dalam penyelidikan di tahanan Polres Jayapura. Orang Papua di Balik Jeruji akan terus melaporkan kasus ini jika informasi tambahan datang ke cahaya.

Tahanan politik Papua bulan Juli 2014

  Tahanan politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Sudi Wetipo 14 Juli 2014 Belum diketahui Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
2 Elius Elosak 14 Juli 2014 Belum diketahui Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
3 Domi Wetipo 14 Juli 2014 Belum diketahui Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
4 Agus Doga 14 Juli 2014 Belum diketahui Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
5 Yosep Siep 9 Juli 2014 Belum diketahui Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
6 Ibrahim Marian 9 Juli 2014 Belum diketahui Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
7 Marsel Marian 9 Juli 2014 Belum diketahui Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
8 Yance Walilo 9 Juli 2014 Belum diketahui Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
9 Yosasam Serabut 9 July 2014 Belum diketahui Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
10 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
11 Ferdinandus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
12 Selestinus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
13 Lendeng Omu 21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
14 Kristianus Delgion Madai 3 Februari 2014 UU Darurat 12/1951 6 bulan Penangkapan penyelundupan amunisi di Sentani Ya Tidak Penahanan Pengadilan Negeri Jayapura
15 Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
16 Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
17 Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
18 Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
19 Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
20 Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
21 Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
22 Yenite Morib 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
23 Tiragud Enumby 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
24 Deber Enumby 4 Januari 2014 UU Darurat 12/1951 Penyidikan polisi tertunda Penangkapan senjata api Kurilik Ya Ya Polda Papua
25 Soleman Fonataba 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
26 Edison Werimon 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
27 Piethein Manggaprouw 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
28 Apolos Sewa* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan penahanan
29 Yohanis Goram Gaman* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penanggunahan Penahanan
30 Amandus Mirino* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
31 Samuel Klasjok* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
32 Stefanus Banal 19 Mei 2013 170 )1 1 tahun and 7 bulan Penyisiran polisi di Pegunungan Bintang 2013 Ya Ya Abepura
33 Victor Yeimo 13 Mei 2013 160 3 tahun years  (divonis pada 2009) Demo tahun 2009; Demo 13 Mei di Jayapura Tidak Ya Abepura
34 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
35 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
36 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
37 George Syors Simyapen 1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
38 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
39 Domi Mom 1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
40 Alfisu Wamang 1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
41 Musa Elas 1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
42 Eminus Waker 1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
43 Yacob Onawame 1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
44 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 year and 6 months Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
45 Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
46 Obaja Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
47 Antonius Saruf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
48 Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
49 Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
50 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
51 Yogor Telenggen 10 Maret 2013 340, 338, 170, 251, UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penembakan Pirime tahun 2012 Ya Ya Wamena
52 Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
53 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
54 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
55 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
56 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2.5 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
57 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
58 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
59 Oskar Hilago 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
60 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
61 Obed Kosay 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
62 George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
63 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
64 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
65 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
66 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
67 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
68 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
69 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

* Apolos Sewa, Yohanis Goram Gaman, Amandus Mirino dan Samuel Klasjok saat ini menghadapi dakwaan makar. Walaupun mereka dibebas bersyarat sehari setelah penangkapan mereka, mereka masih menjalani pemeriksaan dan rentan untuk ditahan lagi. Pada saat ini mereka dikenakan wajib lapor ke kepolisian dua kali seminggu.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share