Agustus 2014: Tindakan keras yang meluas terhadap masyarakat sipil semakin menguat

Ringkasan

Pada akhir bulan Agustus 2014, setidaknya terdapat 74 orang tahanan politik di penjara Papua.

Situasi di Papua semakin memburuk bulan ini, di mana tindakan keras kepada masyarakat sipil Papua oleh aparat keamanan semakin menguat. Pengacara hukum, aktivis, pembela hak asasi manusia, pendeta, kepala suku dan wartawan menjadi target penangkapan, intimidasi, pemukulan dan pembunuhan. Penangkapan dan penahanan berlanjut terhadap dua wartawan Perancis di Papua dan seorang kepala suku Papua yang menyoroti isu tentang pembatasan akses yang terus berlangsung di Papua.

Sementara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) secara konsisten telah menjadi target sejak dibentuk pada November 2008. Tindakan keras terhadap mereka semakin meningkat sejak April 2014. Dalam lima bulan terakhir,  sebanyak 81 anggota KNPB telah ditangkap. Data yang dikumpulkan oleh Orang Papua Balik Jeruji menunjukkan bahwa dalam bulan April, terjadi enam penangkapan dan dalam bulan Mei terdapat tiga penangkapan lebih lanjut. Jumlah penangkapan terhadap KNPB dalam bulan Juni meningkat menjadi 24 orang di mana pihak Indonesia menangkap mereka dengan maksud untuk mencegah acara damai pada 1 Juli, tanggal yang diakui sebagai hari kemerdekaan oleh banyak orang Papua. Pada bulan Juli, terdapat 36 penangkapan terhadap anggota KNPB berkaitan dengan rencana boikot terhadap pemilihan presiden Indonesia, jumlah penangkapan yang paling tinggi pada tahun 2014. Pola ini berlanjut pada bulan Agustus dengan tindakan penangkapan terhadap 12 anggota KNPB. Satu dari 12 yang ditangkap adalah seorang anak berumur 16 tahun, yang menghadapi penganiayaan dari anggota TNI AL di Manokwari. Martinus Yohame, ketua KNPB Sorong, diculik, disiksa dan dibunuh. LSM HAM Amnesty Internasional mengeluarkan pernyataan mengutuk pembunuhan itu dan memanggil pihak Indonesia untuk melakukan penyelidikan dengan cepat, menyeluruh, kompeten, dan imparsial.

Pada Juni dan Juli 2014, penangkapan massal terjadi di Boven Digoel, Wamena dan Timika. Pola atas penangkapan massal berlanjut bulan ini terhadap 20 orang termasuk perempuan dan anak-anak, di Distrik Nimbokrang dengan alasan dugaan kaitan dengan Tentara Papua Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM). Mereka ditahan tanpa surat perintah penangkapan dan dipukul pada saat penangkapan. Pengacara HAM terus dihalangi dalam upaya untuk mendapatkan akses kepada tahanan dalam kasus ini.

Situasi kemanusiaan di Kabupaten Lanny Jaya menjadi perhatian khusus terkait pembakaran honai oleh aparat militer dan kepolisian Indonesia. Informasi yang diterima dari Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM (JAPHAM) Pegunungan Tengah Papua dan Pesekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, antara lain menggambarkan serangan pembalasan terhadap warga sipil di Pirime di Lanny Jaya. Beberapa orang yang belum dapat dikonfirmasi jumlahnya masih menjadi pengungsi dan tidak dapat pulang ke kampung mereka karena aktivitas militer yang mengacaukan wilayah Pirime.

Penangkapan

Lima warga Papua dan dua wartawan asing ditangkap di Wamena

Pada 6 Agustus, lima warga Papua – Areki Wanimbo, Deni Douw, Enius Wanimbo, Jornus Wenda dan Ahky Logo – dan dua wartawan Perancis; Thomas Charles Dandois dan Valentine Bourrat, ditangkap oleh anggota Polres Jayawijaya. Areki Wanimbo, Dandois dan Bourrat masih ditahan sementara yang lainnya telah dibebaskan tanpa tuduhan.

Pada hari mereka ditangkap, Dandois dan Bourrat bertemu dengan Areki Wanimbo, seorang kepala suku dari Lanny Jaya, di rumahnya di Wamena. Laporan dari aktivis HAM di Wamena menyatakan bahwa kedua wartawan tersebut bermaksud untuk bertanya kepada kepala suku tentang situasi kemanusiaan menyusul pertempuran di Lanny Jaya antara pasukan keamanan dan gerakan bersenjata yang dipimpin oleh Enden Wanimbo (Lihat laporan lengkap di bawah). Setelah pertemuan tersebut, kedua wartawan kembali ke hotel mereka. Dandois bersama dengan Ahky Logo mengunakan sepeda motor. Kedua orang itu diikuti oleh tiga petugas intelijen dari Polres Jayapura, yang bermaksud menangkap mereka dalam perjalanan. Aktivis HAM Theo Hesegem, yang mengantar Bourrat ke hotelnya, sempat dihentikan oleh petugas intelijen yang mengatakan bahwa mereka akan menghubungi kembali. Hesegem kembali ke rumahnya setelah mengantarkan Bourrat ke hotel. Tak lama setelah itu, Bourrat ditangkap di hotel oleh aparat Polres Jayawijaya.

Setelah penangkapan Dandois, Bourrat dan Logo, polisi kembali ke rumah kepala suku Areki Wanimbo dan menggeledah rumahnya. Polisi juga menangkap Areki Wanimbo, Deni Douw dan Jornus Wenda di rumah mereka. Seorang warga Papua mengakui bahwa Enius Wanimbo juga ditangkap dan kemudian dibebaskan tanpa tuduhan, tetapi tidak jelas kapan dan di mana. Informasi dari pengacara dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), yang mewakili Areki Wanimbo, melaporkan bahwa tiga orang tersebut dilecehkan lewat kata-kata dan diancam untuk dibunuh oleh polisi pada saat penangkapan.

Menurut informasi dari pekerja HAM yang berbasis di Wamena, keesokan harinya, Enius Wanimbo, Deni Douw, Jornus Wenda dan Ahky Logo (Kepala Yayasan Pendidikan Pengajaran Dan Pembangunan Rakyat, YP3R), dibebaskan tanpa tuduhan setelah diinterogasi semalaman tanpa pendampingan hukum.

Tuduhan awal terhadap Areki Wanimbo dan empat orang Papua lainnya berkaitan dengan pelanggaran peraturan imigrasi yang membiarkan kedua wartawan asing bekerja menggunakan visa turis. Interogasi dialihkan menjadi interogasi mengenai situasi di Lanny Jaya. Areki Wanimbo juga dituduh membeli amunisi untuk diberikan kepada gerakan bersenjata pro-kemerdekaan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Awalnya dia menghadapi tuduhan atas kepemilikan amunisi berdasarkan UU Darurat 12/1951 dan melanggar peraturan imigrasi berdasarkan Pasal 122 UU 6/2011 tentang Keimigrasian. Kini dia menghadapi tuduhan konspirasi untuk melakukan makar berdasarkan Pasal 106 dan 110 KUHP. Pengacara ALDP mengkritik cara penanganan kasus Areki Wanimbo yang tidak profesional, serta perubahan tuduhan dan bukti yang tidak sesuai.

Pada 9 Agustus, Dandois dan Bourrat dipindahkan ke Polda Papua, untuk diinterogasi lebih lanjut. Saat ini mereka menghadapi tuduhan melanggar aturan imigrasi berdasarkan pasal 122 UU 6/2011 tentang Keimigrasian, dengan hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp. 500 juta (sekitar USD 42,700). Polisi juga telah menyatakan bahwa keduanya diduga menjadi mata-mata dan mencoba untuk mengacaukan Papua. Penyelidikan lebih lanjut akan terus dijalankan. Sebuah organisasi jurnalis, Reporters Without Borders telah mengeluarkan pernyataan yang meminta pemerintah Indonesia untuk membebaskan mereka dengan segera.

Pada tanggal 12 Agustus, Wanimbo dipindahkan ke Polda Papua, tanpa sepengetahuan pengacaranya untuk menjalani interogasi lebih lanjut dalam proses menunggu persidangan. Keempat orang Papua yang dibebaskan tanpa tuduhan, bersama dengan aktivis hak asasi manusia Theo Hesegem, kini telah dipanggil sebagai saksi dalam persidangan Wanimbo, Dandois dan Bourrat.

Seorang pastor ditangkap dalam pertempuran antara pasukan keamanan dan kelompok bersenjata di Lanny Jaya

Laporan yang diterima dari organisasi masyarakat sipil di Papua, termasuk ALDP, Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Papua (JAPHAM) dan Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua menguraikan peristiwa 28 Juli hingga 5 Agustus yang menyoroti kejadian pelanggaran HAM yang serius termasuk penangkapan Pastor Ruten Wakerkwa.

Informasi dari JAPHAM dan Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua menguraikan pertemuan pada tanggal 28 Juli antara gerakan bersenjata pro-kemerdekaan yang dipimpin oleh Enden Wanimbo dan anggota Polres Lanny Jaya terjadi saat jual beli senjata. Baku serang antara mereka, dipercaya terjadi karena kehadiran brigade polisi yang tidak terlibat dalam kesepakatan tersebut. Berdasarkan laporan yang diterima setidaknya satu orang anggota polisi tewas dan beberapa lainnya cedera. Kelompok bersenjata dilaporkan menyita empat senjata dan ribuan peluru sebelum melarikan diri ke dalam hutan. Namun beberapa situs berita Indonesia melaporkan versi yang berbeda dari peristiwa tersebut, laporan di mana pasukan keamanan telah diserang oleh kelompok bersenjata. Keesokan harinya, militer dan polisi dilaporkan membakar rumah-rumah tradisional honai di Yugumeya dan Wenam desa di Pirime sebagai aksi balas dendam. Pada tanggal 30 dan 31 Juli, pembakaran rumah honai dilaporkan berlanjut di kampung Indawa di kabupaten Awinayu dan kampung Ekanom di kabupaten Pirime. Abednego Wakerkwa, seorang anak laki-laki 10 tahun, dilaporkan ditemukan tewas di sebuah rumah honai yang dibakar. Dua ekor babi juga dilaporkan ditembak oleh pasukan keamanan di kampung Indawa.

Pada 1 Agustus, baku serang antara pasukan keamanan dan kelompok bersenjata yang dipimpin oleh Enden Wanimbo berlanjut di kampung Ekanom yang mengakibatkan cedera pada kedua belah pihak. Pastor Ruten Wakerkwa dari Gereja Baptis Jerusalam di kampung Tekun, kabupaten Pirime, ditangkap pada saat itu. Wakerkwa dipercaya telah ditahan di Polres Lanny Jaya. Tuduhan terhadapnya tidak jelas tetapi dia dilaporkan ditangkap saat polisi menemukan foto bendera Bintang Kejora di telepon genggamnya. Laporan awal menunjukkan bahwa ia mungkin disiksa dalam tahanan.

Sumber setempat melaporkan bahwa penduduk masih tidak dapat kembali ke kampung mereka akibat kegiatan militer di Lanny Jaya. Sejumlah orang yang tidak dapat dikonfirmasi dipercaya telah mengungsi karena peristiwa kekerasan tersebut.

Aktivis KNPB ditangkap dan dianiaya karena membuat grafiti di Manokwari

Pada 8 Agustus 2014, dua anggota KNPB, Robert Yelemaken, 16 tahun dan Onni Weya, 21 tahun ditangkap di Manokwari oleh tiga anggota militer dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan seorang polisi berpakaian preman. Berdasarkan laporan yang diterima dari berbagai aktivis HAM setempat, mereka ditangkap karena membuat grafiti yang menyebutkan slogan anti Hari Kemerdekaan Indonesia.

Menurut keterangan video dari Yelemaken, yang telah dibebaskan, mereka dipaksa untuk berbaring di tanah pada saat penangkapan dan kemudian ditendang dan dipukul oleh aparat keamanan dengan popor senapan dan batang rotan. Mereka kemudian dipaksa masuk truk polisi di mana mereka terus ditendang dan dipukul sampai tiba di Polres Manokwari. Polisi menuangkan cat yang digunakan untuk grafiti ke tubuh mereka, dan dilaporkan memaksa mereka untuk meminum cat tersebut. Dua aktivis mengalami berbagai cedera akibat pemukulan. Yelemaken mengalami mata bengkak dan Weya menderita luka pada dagu.

Majalah Selangkah melaporkan bahwa pada tanggal 18 Agustus, aktivis mahasiswa dari Universitas Negeri Papua (UNIPA) dan berbagai anggota masyarakat mengadakan demonstrasi di Manokwari untuk menuntut pembebasan kedua orang aktivis KNPB tersebut. Yelemaken dibebaskan pada hari yang sama, dilaporkan tanpa sepengetahuan pengacaranya dari Lembaga Penelitian, Pengkajian Dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH). Pada tanggal 2 September, pengacara menerima informasi bahwa Weya juga dibebaskan tanpa pengetahuan mereka. Sebelumnya dia menghadapi tuduhan menghasut berdasarkan Pasal 160 KUHP Indonesia.

12 orang ditahan dalam pengekangan dan didakwa dalam pengekangan di Nimbokrang 

Sebagaimana dilaporkan pada laporan sebelumnya, pada bulan Juli Brigade Mobil (Brimob) dari Kepolisian Daerah Papua (Polda Papua) telah melakukan penggerebekan di Kampung Berab di Distrik Nimbokrang, setelah dilaporkan menerima informasi tentang kamp pro-kemerdekaan bersenjata di kampung tersebut. Laporan terkini yang di terima dari pembela HAM di Jayapura, mengkonfirmasi terjadinya penangkapan lebih lanjut dan berlangsungnya pengawasan oleh pihak polisi  di Distrik Nimbokrang. Pada tanggal 10 Agustus 2014, 20 orang, termasuk empat perempuan dan seorang anak, ditangkap di Warambaim di wilayah Nimbokrang dengan tuduhan sebagai anggota TPN/OPM.

Informasi yang diterima dari pengacara hukum setempat menyatakan bahwa pada saat penangkapan, beberapa dari mereka yang ditangkap dipukul oleh anggota Polsek Nimbokrang dan Polres Jayapura. 20 orang telah dibawa ke Polsek Doyo. Keesokan harinya, delapan orang dibebaskan tanpa tuduhan, termasuk empat perempuan, satu orang anak, dan tiga orang lainnya – Paulus Logo, Wene Naftali Hisage dan Albert Matuan. Sekalipun secara hukum mereka telah dibebaskan tanpa tuduhan, beberapa anggota  polisi terus menginterogasi berkenaan dengan identitas mereka dan memerintahkan mereka tetap berada di kantor polisi. Pada 13 Agustus, pengacara dari KontraS Papua tidak diberi akses kepada 12 tahanan lainnya. Petugas tidak bisa memberikan informasi mengenai para tahanan, bahkan meminta pengacara untuk berkoordinasi dengan Kepala Unit Reserse and Kriminal (Kanit Reskrim) Polsek Doyo. Ketika mereka berkoordinasi dengan Kanit Reskrim, mereka hanya diberikan akses kepada delapan orang yang secara teknis dibebaskan namun tetap ditahan selama tiga hari setelah mereka ditangkap. Setelah pertemuan dan mendengar penderitaan dari dengan delapan orang tersebut, pengacara menuntut pembebasan terhadap mereka. Mereka dibebaskan satu jam kemudian.

Pengacara terus ditolak aksesnya kepada 12 tahanan lain – Filemon Yarem, Loserek Loho, Sahayu Loho, Enos Hisage, Herman Siep, Nius Alom, Jhon Lakopa Pigai, Gad Mabel, Anton Gobay, Yos Watei, Matius Yaung dan Alpi Pahabol. Para penyelidik di Polsek Doyo menolak permintaan untuk memberikan salinan surat perintah penangkapan tanpa ijin dari Kapolsek. Pada tanggal 14 Agustus, setelah beberapa jam negosiasi dengan polisi, pengacara berhasil mendapatkan surat perintah penangkapan hanya bagi empat tahanan – Filemon Yare, Loserek Loho, Sahayu Loho dan Enos Hisage. Pada 18 Agustus, pengacara diizinkan menemui empat tahanan lain untuk mendapatkan tanda tangan surat kuasa, tetapi tidak diperbolehkan untuk berdiskusi dengan mereka.

Beberapa hari berikutnya, setelah menghadapi hambatan berlanjut untuk mendapatkan akses, pengacara berhasil bernegosiasi dengan polisi untuk bertemu dengan delapan tahanan lainnya untuk mendapatkan tanda tangan surat kuasa. Menurut pengacara, enam tahanan tidak bisa berbahasa Indonesia sehingga mereka rentan terhadap proses hukum. 12 orang menghadapi tuduhan makar berdasarkan Pasal 106 KUHP. Pada tanggal 26 Agustus, pengacara mengajukan pengaduan kepada Kapolda Papua yang berisi uraian atas hambatan yang mereka hadapi untuk mendapatkan akses kepada 12 tahanan  serta tindakan penganiayaan yang dialami oleh para tahanan dalam proses penangkapan dan penahanan.

Pihak UNCEN terus bekerja dengan polisi untuk membubarkan demonstrasi; wartawan diserang

Pada 15 Agustus, sembilan aktivis mahasiswa temasuk Gerakan Mahasiswa Pemuda Rakyat Papua (GempaR) ditangkap saat demonstrasi menentang Persetujuan New York tahun 1962 di kampus Universitas Cenderawasih (UNCEN). Jubi melaporkan penangkapan dua dari sembilan orang mahasiswa tersebut – Regina Wenda dan Ribka Komba. Dipercaya bahwa mereka dibebaskan lebih awal. Ketujuh mahasiswa yang lain – Benny Hisage, Yason Ngelia, Klaos Pepuho, Gerson Rumrapuk, Bram Demetouw, Markus Dumupa dan Yulianus Dumupa – ditangkap oleh anggota Polsek Abepura di bawah arahan Rektor Pembantu UNCEN, Frederik Sokoy. Hal ini mirip dengan penangkapan di bulan Juli atas permintaan Paulina Watofa, mantan Dekan Fakultas Kedokteran.

Sumber media Papua Jubi dan Suara Papua melaporkan intimidasi dan serangan fisik terhadap wartawan Jubi Aprila Wayar. Ketika mengambil gambar di acara tersebut, Wayar didekati oleh lima anggota polisi yang mencoba menyita alat iPadnya. Kapolres dilaporkan memberitahu Wayar bahwa demonstrasi tersebut adalah ilegal, sehingga wartawan tidak diizinkan mengambil gambar di acara itu. Dia dicekik oleh seorang anggota polisi dan diseret menuju truk polisi. Bantahannya diabaikan, meskipun ia memberitahu polisi bahwa ia adalah seorang wartawan. Dia dibebaskan setelah beberapa orang lainnya bernegosiasi dengan polisi.

Pada saat penangkapan, Ngelia, Rumrapuk dan Hisage dipukul dengan popor senjata. Polisi menyita Rp. 200,000 dari Benny Hisage dan dua buah telepon genggam milik Dumupa dan Pepuho. Pada tanggal 16 Agustus, lima dari tujuh mahasiswa itu – Benny Hisage, Gerson Rumrapuk, Bram Demetouw, Markus Dumupa dan Yulianus Dumupa – dibebaskan tanpa tuduhan. Pada 20 Agustus, Klaos Pepuho dan Yason Ngelia dibebaskan sesuai dengan permintaan Pembantu Rektor Sokoy. Dakwaan atas Pepuho dan Ngelia ditangguhkan, yang memiliki resiko kemungkinan untuk ditangkap kembali dan tuduhan tersebut akan berlanjut jika mereka mengadakan demonstrasi lagi di kampus UNCEN.

Aktivis KNPB ditahan karena pembukaan kantor KNPB di Asmat

Pada 11 Agustus, sepuluh aktivis KNPB ditangkap di Asmat oleh Polres Asmat, dilaporkan atas permintaan Bupati Asmat. Mereka ditangkap dan diinterogasi selama empat jam berkaitan dengan pembukaan kantor KNPB di Asmat. Seorang aktivis HAM melaporkan bahwa sekitar 300 orang berdemonstrasi untuk menuntut pembebasan terhadap aktivis-aktivis KNPB yang ditahan tersebut. Ke-10 aktivis itu akhirnya dibebaskan.

Ketua kelompok budaya Papua ditangkap di Raja Ampat 

Pada 22 Agustus, sekitar pukul 23:00, Abner Bastian Wanma, Ketua Sanggar Budaya SARAK-Sorong, kelompok budaya Papua, ditangkap di Waisai, Raja Ampat oleh 11 anggota berpakaian preman dan bersenjata lengkap dari satuan tugas  yang terdiri dari Polda Papua dan Reserse Polres Raja Ampat. LP3BH telah mengeluarkan pernyataan atas penangkapan yang tidak sesuai dengan prosedur dan meminta pembebasan secara tidak bersyarat. Masih belum jelas apakah Wanma akan menghadapi tuduhan atau tidak, serta apa alasan penangkapannya.

Pembebasan

Victor Yeimo dibebaskan

Pada tanggal 5 Agustus, Victor Yeimo, Sekretaris Umum KNPB, dibebas bersyarat dari LP Abepura. Yeimo ditangkap pertama kali pada 21 Oktober 2009 dan awalnya dihukum tiga tahun penjara atas permufakatan jahat untuk melakukan makar. Vonisnya kemudian dikurangi satu tahun penjara. Dia kemudian ditangkap kedua kalinya pada tanggal 13 Mei 2013 saat memimpin demonstrasi. Ia diperintahkan untuk menjalani sisa hukuman tiga tahun penjara yang diberikan pada tahun 2009, meskipun hukumannya telah dikurangi satu tahun penjara.

Lima orang tahanan dalam kasus Timika 1 Mei dibebaskan

Informasi kredibel dari sumber setempat di Timika mengkonfirmasikan pembebasan lima orang tahanan dalam kasus Timika 1 Mei – Domi Mom, Alfisu Wamang, Musa Elas, Eminus Waker and Yacob Onawame. Lima orang tersebut disidangkan karena mengibarkan bendera bintang kejora dalam aksi damai di Timika pada bulan Mei 2013 dan mendapatkan vonis delapan bulan penjara pada 25 November 2013. Mereka dihukum atas permufakatan jahat untuk melakukan makar karena keterlibatan dalam acara tersebut. Dilaporkan bahwa mereka telah disiksa saat penangkapan dan menghadapi berbagai masalah kesehatan pada saat dalam penjara, dimana mereka tidak mendapatkan perawatan medis.

Kristianus Madai dibebaskan

Pengacara HAM dari KontraS Papua melaporkan pembebasan Kristianus Delgion Madai dari LP Abepura pada 3 Agustus 2014 saat berakhirnya masa hukuman enam bulan penjara. Dia didakwa dengan kepemilikian amunisi di bawah UU 12/1951 saat ditangkap karena diduga menyeludupkan delapan peluru kaliber 8.4 mm dalam transit di Bandara Sentani. Pengacara melaporkan bahwa ada kemungkinan Madai dihukum karena aktivitas sebelumnya dalam demonstrasi mahasiswa damai di Jakarta, semasa kunjungan Melanesian Spearhead Group (MSG) ke Indonesia.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Tahanan Sasawa didakwa dengan pemberontakan

Pengacara pada Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) melaporkan bahwa tujuh tahanan dalam kasus penangkapan di Sasawa telah didakwa dengan pemberontakan di bawah Pasal 108 KUHP karena diduga terlibat dalam gerakan pro-kemerdekaan bersenjata Tentara Nasional Papua Barat (TNPB). Dakwaan ini tidak termasuk dakwaan makar di bawah Pasal 106 KUHP dan kepemilikian senjata tajam di bawah UU 12/1951. Persidangan berikutnya akan diadakan pada tanggal 1 September dengan agenda pemeriksaan saksi.

Menurut informasi dari pembela HAM setempat, para tersangka Salmon Windesi, Peneas Reri, Kornelius Woniana, Obeth Kayoi, Rudi Otis Barangkea, Jemi Yermias Kapanai dan Septinus Wonawoai ditangkap saat penyisiran militer di kampung Sasawa yang menargetkan anggota TPN/OPM. Informasi yang diterbitkan di situs web ALDP melaporkan bahwa ketujuh orang itu menghadapi penyiksaan pada saat penangkapan dari aparat kepolisian dan militer. Pengacara dari ALDP menyatakan bahwa ketujuh orang itu bukan anggota dari gerekan bersenjata, namun hanya warga sipil dari kampung Sasawa yang memiliki pekerjaan tetap.

Lima orang ditahan dalam peristiwa boikot 9 Juli dan menghadapi dakwaan permufakatan untuk membahayakan keamanan orang atau benda

Pengacara ALDP melaporkan bahwa Yosep Siep, Ibrahim Marian, Marsel Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut, yang ditangkap pada tanggal 9 Juli, menghadapi dakwaan berdasarkan Pasal 186 dan 164 KUHP berupa permufakatan untuk membahayakan keamanan orang atau benda, karena dilaporkan membuat dan menggunakan bahan peledak. Kelima orang itu ditangkap bersama 13 orang lainnya yang sudah dibebaskan, karena keterlibatan dalam penyaluran brosur yang mengajak boikot dalam pemilihan presiden. Pengacara ALDP diberitahu oleh kelima tahanan dan keluarganya bahwa mereka menghadapi penyiksaan pada saat penangkapan.

Dua orang dalam kasus pengibaran bendera Yalengga tidak lagi dalam tahanan

Laporan diterima dari pengacara ALDP menyatakan bahwa Obed Kosay dan Oskar Hilago yang didakwa dalam kasus pengibaran bendera Yalengga tidak lagi berada dalam tahanan. Dipercaya bahwa mereka telah melarikan diri dari LP Wamena. Pengajuan grasi dalam kasus ini sedang diperiksa di Sekretariat Negara Republik Indonesia (Setneg). Meki Elosak dan Wiki Meaga masih ditahan di LP Wamena.

Laporan mengungkap informasi terperinci baru dalam kasus penembakan Pirime 2012

Laporan baru yang diterima dari sumber HAM Jayapura mengungkapkan informasi tambahan berkaitan dengan kasus Yogor Telenggen. Informasi tentang kasus ini sulit untuk didapatkan, dan laporan awal yang diterima mengindikasikan bahwa Telenggen kemungkinan adalah seorang tahanan politik, sesuai dengan pedoman Orang Papua di balik Jeruji. Namun laporan yang lebih rinci menyarankan sebaliknya dan karena itu dia sudah dikeluarkan dari daftar tahanan politik. Namun, laporan tersebut mengungkapkan rincian yang mengkhawatirkan dalam kasus ini, termasuk penangkapan terhadap tiga orang lainnya.

Pada 10 Maret 2013, Yogor Telenggen ditangkap oleh polisi Jayapura dan dibawa ke Polda Papua atas tuduhan penyerangan Polsek Pirime pada 27 November 2012. Dalam perjalanan ke kantor polisi, dia dipukul di bagian wajah dan dipukul enam kali di punggung dengan popor senjata. Keluarganya dilaporkan tidak diberitahu atas penangkapan tersebut. Pada tanggal 5 Juli 2013, Usmin Telenggen, seorang mahasiswa, ditangkap oleh polisi Jayapura berkaitan dengan kasus yang sama. Saat penahanan dalam Polda Papua, kedua tahanan tidak diizinkan mendapatkan pendampingan hukum. Pada tanggal 2 Oktober 2013, mereka dipindahkan ke Polres Wamena sambil menunggu persidangan. Mereka tidak diberikan akses pendampingan hukum sepanjang waktu persidangan. Pada tanggal 15 Juni 2014, keduanya divonis 10 tahun penjara. Dua hari kemudian, mereka dihukum lagi dengan hukuman seumur hidup setelah diputus bersalah atas pembunuhan dan kekerasan terhadap orang dan barang di bawah Pasal 340, 338, 170 dan 251 KUHP dan kepemilikian senjata di bawah UU 12/1951. Setelah diputus bersalah, mereka dipindah ke LP Abepura untuk menjalani hukuman.

Laporan tersebut juga menjelaskan penangkapan dua orang lain di Puncak Jaya. Berkaitan dengan kasus ini, Gision Wonda ditangkap pada 4 April 2014, disusul Dimion Telenggen ditangkap dua hari kemudian. Mereka awalnya ditahan di Polda Papua tetapi kemudian dipindahkan ke Polres Wamena. Mereka berdua dilaporkan menghadapi penyiksaan dan intimidasi dalam tahanan. Pekerja HAM melaporkan bahwa mereka disetrum, dipukul dengan popor senjata dan dipukul hebat dalam penahanan. Di bawah tindakan penyiksaan, mereka dilaporkan mengakui keterlibatan dalam penyerangan di Polsek Pirime pada tanggal 27 November 2012. Pada saat ini, mereka tidak mempunyai pendamping hukum.

Kasus yang menjadi perhatian

Ketua KNPB Sorong diculik dan dibunuh

Laporan yang diterima dari aktivis KNPB menggambarkan penculikan dan pembunuhan terhadap Martinus Yohame, Kepala KNPB Sorong. Pada tanggal 19 Agustus, Yohame bersama dengan anggota KNPB lain dan anggota Parlemen Rakyat Daerah (PRD) mengadakan konferensi pers di Sorong mengenai kunjungan presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang bertujuan untuk mempromosikan pariwisata di Raja Ampat. Yohame mengkritik langkah itu sebagai tindakan berbahaya bagi ekosistem dan lingkungan di Papua. Setelah konferensi pers tersebut, dia dilaporkan menerima panggilan telepon dari seorang perempuan yang mengatakan berasal dari Komnas HAM di Jakarta. Penelepon tersebut meminta pertemuan dengan Yohame dan ia menyetujuinya.  Mereka bertemu di depan kantor Walikota dan perempuan itu mengundangnya untuk makan siang. Seorang laki-laki juga hadir, dan dilaporkan merekam pembicaraan mereka. Sebelum berpisah, perempuan tersebut mengatakan kepada Yohame bahwa mereka akan menghubunginya lagi. Para aktivis menduga bahwa Yohame hilang pada tanggal 20 Agustus setelah ia meninggalkan rumah pada pukul 12:00 untuk menjawab panggilan telepon dari perempuan tersebut. Dia diduga diminta oleh penelepon untuk meyeberang jalan dari rumahnya.

Seperti dilaporkan dalam Jubi, pada 26 Agustus, mayat Martinus Yohame ditemukan oleh seorang nelayan dekat pantai pulau Nana, di daerah kepulauan Doom di Sorong. Dia ditemukan dalam karung, dengan kaki dan tangan yang diikat. Menurut laporan otopsi rumah sakit, Yoame ditembak pada dada kirinya dan dipukul keras pada bagian muka sehingga tidak berbentuk lagi. Lubang selebar 1x1cm ditemukan di dada kiri dan lubang selebar 2×3 cm ditemukan di perut kanannya yang menunjukkan luka tembak. Tinggi badannya 1.79 meter dan mempunyai rambut gimbal, sesuai dengan deskripsi Yohame. KNPB telah mengatakan bahwa mereka percaya Yohame diculik dan dibunuh oleh anggota Kopassus.

Yohame sebelumnya telah ditangkap karena keterlibatannya dalam aktivitas politik secara damai. Pada tanggal 26 November 2013, Yohame dan dua aktivis KNPB lainnya ditangkap dan ditahan selama beberapa jam karena keterlibatan mereka dalam demonstrasi mendukung kampanye Sorong ke Samarai, yang bertujuan untuk mengumpulkan tandatangan dari seluruh Papua Nugini dalam mendukung pengajuan keanggotaan Papua Barat ke Melanesian Spearhead Group (MSG).

Pengancara HAM dipanggil dua kali oleh kepolisian Jayapura

Pengacara HAM Papua terkemuka Gustaf Kawer menerima dua panggilan di bawah tuduhan kekerasan atau ancaman kekerasan karena dianggap melawan seorang pejabat berdasarkan Pasal 211 dan 212 KUHP. Pada tanggal 22 Agustus, panggilan pertama menyatakan bahwa Kawer telah dipanggil untuk menjadi saksi dalam kasus terhadap dirinya sendiri. Pada tanggal 25 Agustus, dia dipanggil kedua kalinya yang menyatakan bahwa dia telah dilaporkan oleh seorang hakim dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini berkenaan dengan protes Kawer terhadap hakim di PTUN Jayapura pada saat sidang sengketa tanah adat dengan pemerintah pada tanggal 12 Juni 2014. Kawer protes terhadap keputusan hakim yang mengabaikan permintaanya untuk penundaan dan mengadakan sidang itu tanpa kehadirannya. Pada tahun 2012, Kawer diancam dengan penuntutan ketika ia mendampingi para terdakwa Lima Jayapura yang dituduh makar.

Berita

Filep Karma menolak tawaran remisi Hari Kemerdekaan Indonesia

Pada tanggal 17 Agustus, Filep Karma menolak remisi enam bulan yang ditawarkan kepadanya sebagai bagian dari remisi yang diberikan kepada tahanan setiap tahun pada Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Karma menyatakan bahwa menerima remisi sama seperti mengakui kesalahannya yang ia sangkal. Karma sedang menjalani hukuman 15 tahun penjara karena menyelenggarakan upacara pengibaran bendera di Abepura pada tahun 2004. Bulan Desember depan ini merupakan tahun kesepuluh masa tahanannya.

Tahanan politik Papua bulan Agustus 2014

  Tahanan politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Abner Bastian Wanma 22 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan ketua kelompok budaya di Raja Ampat Tidak jelas Tidak jelas Raja Ampat
2 Philemon Yarem 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
3 Loserek Loho 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
4 Sahayu Loho 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
5 Enos Hisage 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
6 Herman Siep 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
7 Nius Alom 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
8 Jhon Lakopa Pigai 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
9 Gad Mabel 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
10 Anton Gobay 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
11 Yos Watei 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
12 Matius Yaung 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
13 Alpi Pahabol 10 Agustus 2014 Pasal 106, 87, 53 Dibawah Penyidikan Penangkapan Nimbokran Tidak jelas Tidak jelas Polres Doyo
14 Areki Wanimbo 6 Agustus 2014 Pasal 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan wartawan Perancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polda Papua
15 Pendeta Ruten Wakerkwa 1 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan penyisiran militer Lanny Jaya 2014 Tidak jelas Tidak jelas Polres Lanny Jaya
16 Sudi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
17 Elius Elosak 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
18 Domi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
19 Agus Doga 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
20 Yosep Siep 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
21 Ibrahim Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
22 Marsel Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
23 Yance Walilo 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
24 Yosasam Serabut 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
25 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
26 Ferdinandus Blagaize 24 May 2014 Unknown Police investigation pending Merauke KNPB arrests No Uncertain Okaba District police station
27 Selestinus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
28 Lendeng Omu 21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
29 Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
30 Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
31 Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
32 Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
33 Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
34 Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
35 Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
36 Yenite Morib 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
37 Tiragud Enumby 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
38 Deber Enumby 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
39 Soleman Fonataba 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
40 Edison Werimon 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
41 Piethein Manggaprouw 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
42 Apolos Sewa* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan penahanan
43 Yohanis Goram Gaman* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penanggunahan Penahanan
44 Amandus Mirino* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
45 Samuel Klasjok* 28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
46 Stefanus Banal 19 Mei 2013 170 )1 1 tahun and 7 bulan Penyisiran polisi di Pegunungan Bintang 2013 Ya Ya Abepura
47 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
48 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
49 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
50 George Syors Simyapen 1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
51 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
52 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 year and 6 months Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
53 Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
54 Obaja Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
55 Antonius Saruf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
56 Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
57 Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
58 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
59 Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
60 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
61 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
62 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
63 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2.5 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
64 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
65 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
66 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
67 George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
68 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
69 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
70 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
71 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
72 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
73 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
74 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

* Apolos Sewa, Yohanis Goram Gaman, Amandus Mirino dan Samuel Klasjok saat ini menghadapi dakwaan makar. Walaupun mereka dibebas bersyarat sehari setelah penangkapan mereka, mereka masih menjalani pemeriksaan dan rentan untuk ditahan lagi. Pada saat ini mereka dikenakan wajib lapor ke kepolisian dua kali seminggu.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share