
Jefri Wandikbo, seorang aktivis Komisi Nasional Papua Barat (KNPB) ditangkap pada 7 Juni 2012 bersama Buchtar Tabuni dan Assa Alua. Ketiga pria dilaporkan dalam perjalanan kembali dari pertemuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Papua apabila mereka dihentikan dan digeledah oleh polisi dalam operasi sweeping. Wandikbo dibawa ke Polres Jayapura untuk diinterogasi di mana polisi menemukan tulang kasuari, sebuahalat tradisional Papua, dalam tasnya. Menurut Wandikbo, ia telah memperoleh alat tersebut di pasar Sentani untuk dikirim ke orang tuanya di Wamena untuk penggunaan pribadi. Pada tanggal 21 Nopember 2012, Wandikbo dijatuhkan hukuman 10 bulan penjara karena memiliki senjata berdasarkan UU Darurat 12/1951 karena membawa tulang kasuari dalam tasnya pada saat penangkapan.
Selama interogasi di Polres Jayapura selepas penangkapannya, polisi kemudian menuduh Wandikbo atas keterlibatannya dalam pembunuhan seorang sopir ojek di Waena pada tanggal 22 Mei 2012. Dia juga disiksa di tahanan oleh polisi untuk mendapatkan pengakuan paksa darinya. Sebuah laporan yang diterima dari seorang aktivis HAM setempat menyatakan bahwa tangan dan kaki Wandikbo ditindih di bawah kaki meja yang berat. Dia dilaporkan ditelanjangi dan kemaluannya berulang kali ditusuk dengan hulu sapu. Wandikbo ditolak akses pengacara hukum selama masa interogasi dan dipaksa untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan diancaman bunuh jika ia menolak.
Polisi menuduh Wandikbo melakukan pembunuhan pada tanggal 22 Mei 2012 di Waena, meskipunia menyatakan bahwa antara 10 April 2012 dan 30 Mei 2012, ia berada di Wamena mengunjungi orang tuanya. Pada tanggal 19 Desember 2012, Wandikbo dijatuhi hukuman delapan tahun penjara atas tuduhan pembunuhan berdasarkan Pasal 340 dan 56 KUHP dan UU 8/1981 Hukum Acara Pidana Indonesia. Para pengacaranya telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi diikuti dengan pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung tetapi keduanya ditolak.
Sumber
Laporan dari aktivis lokal dari laporan bernama “Yufry Wandikbo.”