(English) Ferry Gombo

Ferry Gombo is the head of the Student Council at Universitas Cenderawasih (Uncen) in Jayapura. He chaired a meeting on 18 August 2019 at which representatives of almost all West Papuan student and movement organisations were engaged in planning a peaceful protest on 19 August 2019 in Jayapura. Mr Gombo was selected as the protest coordinator, and was responsible for drafting and delivering the protest Notification Letter to Jayapura Police Resort.

He was arrested without arrest warrant on 6 September 2019 by Papua Regional Police at Sentani airport over the 29th August protest. 

On 4 October 2019, Ferry Gombo and six other prisoners were transferred from Papua Regional Police Detention Center, Jayapura, Papua Province to East Kalimantan Province for “security reasons”. This transfer was in breach of Indonesian criminal procedure law; it was conducted, inter alia, without informing their lawyers and families, and without the requisite approval from the Supreme Court. Further to these breaches, the transfer has resulted in a significant increase in legal aid costs (due to the airfares needed to attend each trial), and has cut the prisoners off from their families and culture.
He was detained Balikpapan Prison Class IIB, Balikpapan, East Kalimantan Province until his release in July 2020.

Share

Boas Gombo

Laporan yang diterima dari seorang aktivis setempat yang telah mewawancarai Boas Gombo mengatakan bahwa pada tanggal 27 Februari, Gombo sedang dalam perjalanan kembali ke Yako Vanimo di Kabupaten Sandaun, Papua Nugini dari pasar perbatasan di wilayah Maura Tami, Jayapura, apabila ia dilapor dihenti dan dipukul hebat oleh Nurdin Makausang, seorang anggota polisi Indonesia yang berada di perbatasan, sekitar 15:00 waktu Papua. Gombo melarikan diri dari Yako Vanimo, tetapi dilaporkan mengembali hari berikutnya untuk berhadapan muka dengan anggota polisi tersebut mengenai perlakuan kejam ditimpakan kepadanya. Informasi yang diterima melaporkan bahwa Gombo, dalam keadaan marah, menurunkan dan melipatkan bendera NKRI, sementara berteriak protes melawan kebrutalan polisi di Papua. Ia kemudian ditangkap dan ditahan semalam di Polsek Muara Tami.

Dalam penahanan Gombo diborgol dan kemudian dipukul berat dengan batang rotan, batang besi dan ujung senapan, dan ditendang oleh anggota memakai sepatu lars. Ini mengakibatkan cedera bibir bawah sobek, luka mulut, tumit kaki digilas dan dan lutut kaki sebelah-sebelah pukul berdarah. Hari berikutnya pada 1 Maret, dia dipindah ke Polresta Jayapura di mana dia diinterogasi untuk dua hari. Pada masa interogasi dia tidak diberi akses ke penasehat hukum. Selepas diinterogasi, dia ditahan di rutan Polresta dalam kondisi memburuk akibat penganiayaan dihadapi pada hari sebelumnya. Dia ditolak akses ke sorotan medis dan kujungan dari keluarganya. Pada 8 April, kasusnya dilimpahkan ke JPU dan dia dipindah ke LP Abepura.

Pada 2 Juli, Boas Gombo dihukum ke sembilan bulan penjara kurang waktu sudah dihabiskan dalam tahanan, didakwa dengan Pasal 24 dan 66 UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, yang diancam hukuman maksimal lima tahun penjara. Walaupun pengacara HAM meminta Gombo didampingi pengacara hukum, ia tetap tidak diwakili sepanjang proses persidangan.

Pada 14 September 2013, sumber HAM setempat melaporkan bahwa sejak 11 September, kesehatan mental Gombo menurun secara drastis akibat pukulan berat ia menderita semasa ditahan di Polsek Muara Tami, termasuk beberapa pukulan hebat ke kepalanya. Ia dilaporkan tidak menerima perawatan medis yang memadai sementara di LP Abepura, dan hanya diberi obat penenang. Pada tanggal 27 September 2013, Gombo dibebaskan bersyarat dan diwajib lapor ke polisi untuk dua bulan.

Sumber

Komunikasi email dengan sumber HAM setempat, April – September 2013

Laporan diterima oleh pekerja HAM setempat berjudul, “Mohon Advokasi Sakit Jiwa Boas Gombo,” 14 September 2013

Laporan diterima oleh sumber setempat berjudul, “Kronologis Penangkapan Boas Gombo.”

 

 

Share

Orang Papua di balik Jeruji: Mei 2013

Ringkasan

Pada akhir Mei 2013, terdapat 76 orang tahanan politik dalam Lembaga Pemasyarakatan di Papua. Dalam minggu pertama setelah 30 April, tampak peningkatan jumlah penangkapan demonstrasi karena aktivitas mereka pada 1 Mei 2013 dalam memperingati 50 tahun Pemindahan Administrasi Papua ke Indonesia. Telah terjadi penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan berkenaan dengan aktivitas dalam peringatan tersebut. Sebanyak 3 orang aktivis meninggal dunia di Sorong, 36 orang ditangkap – 30 orang diantaranya masih ditahan dan diduga mengalami penyiksaan di Timika dan Jayapura.

Sebagaimana disampaikan dalam laporan sebelumnya, dalam kasus pembunuhan polisi di Yapen, informasi baru menunjukkan terjadinya dugaan penyiksaan, terhadap dua orang dari yang masih ditahan, beresiko mengalami penyiksaan dalam tahanan. Luis Gedi telah dibebaskan, sementara pengadilan terhadap Boas Gombo pada peristiwa Hari Masyarakat Adat Yapen, penangkapan di Sarmi dan kasus peledakan di Biak masih terus berlangsung. Kasus peledakan di Timika telah diputuskan di pengadilan.

Penangkapan

Penangkapan dan penggunaan kekuatan berlebihan dalam menghadapi perayaan 1 Mei

Selama periode 30 April sampai 13 Mei 2013, tiga orang aktivis Papua dibunuh di Sorong, 36 orang ditangkap di Timika, Sorong, Biak, Abepura dan Jayapura, 30 orang diantaranya masih berada dalam tahanan dan setidaknya 12 orang terluka karena tindakan brutal aparat keamanan dalam menangani  peringatan 1 Mei, yang tahun ini bertepatan dengan 50 tahun pemindahan administrasi Papua ke Indonesia pada 1963. Sebelumnya, Pemerintah Indonesia  menyatakan  larangan demonstrasi 1 Mei 2013. Hal ini merupakan pelanggaran atas hak fundamental dari kebebasan berekspresi, berkumpul dan berpendapat sebagaimana dijamin oleh konstitusi Indonesia.

Pada 30 April, sekitar pukul 17.00 WITA, terdapat pertemuan sekelompok masyarakat di rumah Isak Klaibin, di Aimas, kabupaten Sorong, dengan maksud untuk memperingati 1 Mei. Laporan dari sumber HAM menyatakan bahwa aparat polisi dan militer datang dengan menggunakan 4 kendaraan pada pukul 20.00 WIB, dan mengelilingi rumah. Pasukan keamanan menembakkan beberapa tembakan peringatan, yang membuat para demonstrans berlari menuju kendaraan tersebut. Kelompok HAM melaporkan bahwa pasukan keamanan menanggapinya dengan melakukan penembakan selama 20 menit, yang menyebabkan kematian terhadap dua orang aktivis, Apner Malagawak dan Thomas Blesia.

Sebanyak 7 orang telah ditangkap – Isak Klaibin, Klemens Kodimko, Obeth Kamesrar, Antonius Safuf, Obaja Kamesrar, Yordan Magablo dan Hengky Mangamis – pasca kejadian ini dan telah  dituduh melakukan makar di bawah pasal 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 KUHP. Isak Klaibin juga dituduh sebagai pemimpin TPN-OPM. Menurut Yan Christian Warinussy, Direktur dari LP3BH, yang mendampingi 7 orang aktivis yang ditahan di kantor Polres Sorong, polisi menggunakan pasal 115 KUHAP dalam upaya untuk menghalangi akses mereka pada penasihat hukum. Pasal 115 menyatakan bahwa dalam kasus-kasus orang yang dicurigai melakukan makar, pengacara hanya bisa melihat kliennya diperiksa oleh polisi, tetapi ia tidak boleh mendengar isi pembicaraan atau proses pemeriksaan dalam kasus tersebut. Warinussy menyatakan  bahwa polisi tidak biasanya menggunakan aturan ini.

Pemantau HAM setempat melaporkan bahwa setidaknya dua orang demonstran mendapatkan luka dalam penembakan tersebut. Herman Lokden, yang ditembak di bagian belakang berada pada kondisi kritis, dimana Andareas Safisa menderita luka tembak di kakinya. Pemantau LP3BH di Manokwari melaporkan bahwa setelah penyelidikan intensif, terdapat indikasi yang kuat bahwa aparat keamanan Indonesia telah bertindak secara ilegal dengan melakukan penembakan ke arah kerumunan tanpa peringatan terlebih dahulu dan hal ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Aktivis ketiga, Salomina Klaibin, saudara perempuan dari Isak Klaibin, yang tertembak di perut, paha dan bahu meninggal di rumah sakit beberapa hari kemudian. Pemantau HAM setempat melaporkan keadaan yang mencurigakan seputar kematian Salomina menyatakan bahwa Saloma tampaknya sudah mulai pulih setelah operasi 3 Mei, bahkan pada 7 Mei, dokter menyatakan ia sudah boleh pulang keesokan harinya. Pada 7 Mei, sekitar pukul 11.00 WITA, Kapolres dan Wakapolres mengunjunginya di rumah sakit. Sumber lokal menyebutkan bahwa pada saat tersebut, polisi mencegah keluarga Solamina untuk masuk ke kamarnya. Sebelumnya, aparat keamanan diduga mengunjungi Solamina di rumah sakit untuk menanyainya, namun gagal mendapatkan informasi. Aparat tersebut diduga menanyakan tentang saudara laki-lakinya, Isak Klaibin, yang saat ini sedang dalam tahanan polisi. Keluarga yang bersaksi menuduh bahwa pada malam 7 Mei, sekitar pukul 21.00 WITA, seorang laki-laki berpakaian jas dokter dan celana jins hitam mendatangi kamar Solamina dengan membawa jarum suntik diisi dengan cairan hitam. Tanpa penjelasan apapun, laki-laki ini diduga menyuntikkan cairan dalam jarum suntik ke dalam infus, dan kemudian meninggalkan ruangan dengan terburu-buru. Beberapa menit kemudian, Solamina mulai kejang-kejang dan mengompol di tempat tidur. Staf rumah sakit berusaha untuk menyadarkannya, tetapi ia meninggal dunia pada 23.20 WITA. Kelompok HAM LP3BH telah menyerukan agar dilakukan otopsi terhadap Solamina.

Pada 1 Mei di Timika, kelompok sipil melakukan perayaan dengan mengibarkan bendera, menyebabkan penembakan terhadap 15 orang, yang diduga beresiko untuk disiksa. Aktivis lokal melaporkan bahwa 15 orang ini ditahan di Polres Mimika – Domi Mom, Altinus Uamang, Musa Elas, Jhoni Niwilingame, Hari Natal Magai, Jhon Kum, Semuil Deikme, Miryam Stenamun, Mon Deikme, Aminus Hagabal, Yakob Onawame, Heri Onawame, Biru Kogoya, Beanal and Alpon – setidaknya 10 orang diantaranya dilapor menghadapi tuduhan makar. Pemantau HAM setempat melaporkan bahwa setidaknya dua orang sipil terluka dalam insiden ini dimana aparat keamanan menembak mereka di tengah kerumunan. Aktivis setempat juga melaporkan bahwa saat mengunjungi Polres Mimika, mereka tidak boleh melihat para tahanan yang dipisahkan satu sama lain. Hingga laporan ini dibuat, tidak jelas apakah 15 orang ini telah mendapatkan pendampingan hukum.

Berdasarkan sumber HAM, situasi serupa terjadi di Biak yang menyebabkan setidaknya penangkapan terhadap 6 orang aktivis, 5 orang diantaranya telah jelas identitasnya. Pada 1 Mei, polisi menembak ke arah kerumunan terhadap 50 orang yang berkumpul untuk peringatan pengibaran bendera. Sumber HAM lokal menyebutkan bahwa setidaknya 1 orang terluka pada insiden ini. Aktivis HAM lokal juga melaporkan bahwa Oktofianus Warnares, yang memimpin upacara bendera, telah ditangkap bersama dengan with Yosepus Arwakon, George Syors Simyapen, Yona Rumawak dan John Sauyas. Tidak jelas dakwaan apa yang akan dihadapi dan apakah mereka memiliki pendamping hukum.

Aktivis lokal melaporkan penangkapan terhadap pemimpin KNPB Sorong, Martinus Yohami, pada 1 Mei ketika memberikan peryataan dalam demonstasi damai. Tidak jelas tuduhan yang akan dihadapinya atau apakah ia telah memiliki pendamping hukum. Markus Yemu, yang dilaporkan pada perkembangan April, menjadi target polisi berkenaan dengan keterlibatannya pada demonstrasi damai kembali ditangkap oleh polisi pada 1 Mei. Sumber HAM lokal melaporkan bahwa polisi memindahkan penangkapannya dalam perayaan demonstrasi di Jayapura, tetapi para demonstrasi berdiri di antara Markus dan polisi, membiarkan ia menghilangkan diri di atara kerumunan.

Pada 13 Mei, menanggapi penembakan yang menyebabkan kematian, penangkapan dan para pihak yang luka-luka saat peringatan 1 May, sebuah koalisi kelompok HAM dan organisasi masyarakat sipil menyelenggarakan demonstrasi di propinsi meminta pertanggungjawaban pemerintah. Di Jayapura, para demonstran berkumpul di luar universitas Cendrawasih mempersiapkan demonstrasi, tetapi dihentikan oleh polisi. Majalah Selangkah, situs independen berita Papua melaporkan penangkapan terhadap pemimpin KNPB, Victor Yeimo, yang berusaha untuk bernegosiasi dengan polisi untuk memperbolehkan demonstrasi berlangsung, serta penangkapan kepada tiga orang aktivis : Yongky Ulimpa, Ely Kobak and Marthen Manggaprouw. Laporan yang diterima oleh aktivis lokal yang hadir pada saat demonstrasi menyatakan bahwa empat orang aktivis dipukul dengan sangat keras pada saat penangkapan dan mereka diduga dipukul dengan tongkat rotan, serta ditendang dan dipukul dalam tahanan. Aktivis lokal juga melaporkan terjadinya penangkapan dan penganiayaan terhadap tiga orang aktivis lainnya Nius Matuan, Wily Kombo and Markus Giban, para mahasiswa Universitas Cendrawasih. Situs Suara Papua melaporkan dugaan penyiksaan di dalam tahanan terhadap Markus Giban oleh aparat Polda Jayapura, menyebabkan mahasiswa tersebut menderita karena lengannya patah. Sumber lokal menyebutkan bahwa 6 orang aktivis (semuanya kecuali Victor Yeimo) diduga diancam oleh polisi dengan tuduhan makar, tetapi mereka dibebaskan beberapa jam kemudian ketika polisi tidak bisa menemukan bukti-bukti.

Victor Yeimo telah dipindahkan ke LP Abepura dan ditahan. Sumber lokal melaporkan bahwa ia ditahan berkaitan dengan kasus sebelumnya di tahun 2009, ketika ia dijatuhi hukuman satu tahun penjara atas keterlibatannya dalam demonstrasi damai. Victor Yeimo dilaporkan menjalani sembilan bulan penjara. Ia diharapkan menyelesaikan sisa hukuman penjara di tahun 2009, tetapi beberapa panjang hukuman ini belum jelas. Victor mendapatkan pendampingan hukum dari pengacaranya, Manfret Naa.

Oktavianus Pogau, jurnalis di Suara Papua melaporkan polisi menggunakan kekuatan berlebihan kepada para demonstran di Universitas Cendrawasih, memukul dengan keras dan merusak motor saat mencoba membubarkan aksi. Setelah aksi ini, aktivis lokal melaporkan peningkatan kehadiran aparat keamanan di Sentani, Abepura dan Kota Jayapura. Tank-tank dan kendaraan polisi membawa peralatan gas air mata dan water cannon.

Tahun lalu, 13 orang ditangkap dalam peristiwa serupa pada 1 Mei 2012 dimana mereka berpartisipasi dalam demonstrasi memperingati 1 Mei saat Bendera Bintang Kejora dikibarkan. Semua telah dibebaskan kecuali Timor Wakerkwa dan Dorius Kogoya dimana mereka terbukti melakukan makar dan menjalani hukuman masing-masing tiga dan dua setengah tahun penjara. Kelompok hak asasi manusia telah menyoroti memburuknya situasi HAM di Papua dan membandingkan respon terhadap perayaaan tersebut di tahun sebelumnya.

Penangkapan lainnya berkaitan dengan pembunuhan polisi di Yapen

Pemantau HAM setempat melaporkan penangkapan empat warga sipil yang diduga telah disiksa dalam kaitannya dengan pembunuhan terhadap Jefri Sesa, seorang anggota Polres Yapen. Pada 3 Mei 2013, Astro Kaaba ditangkap oleh aparat Brimob yang diduga di bawah kewenangan Polres Yapen. Ia dibawa ke Polres Yapen dmana ia dilaporkan mengalami penyiksaan berat hingga ia kehilangan kesadaran selama hampir 20 jam. Sumber lokal melaporkan bahwa Hans Aronggear yang berusia 17 tahun dan Astro Kaaba sedang menjalani pemeriksaan dan sekarang ditahan di Polres Serui, dilaporkan menghadapi tuntutan makar. Sumber ini juga melaporkan adanya penangkapan terhadap dua orang  warga sipil, Luis Samai dan Musa Samai, yang telah dibebaskan dan saat ini dalam kondisi kritis karena penyiksaan berat. Tidak jelas apakah tiga orang ini masih berada dalam tahanan dan memiliki akses untuk pendampingan hukum.

Penyiar radio ditangkap di Manokwari

Pada Mei 2013, Dimas Anggoro, seorang penyiar radio Matoa FM yang berbasis di Manokwari dilaporkan ditangkap setelah menyiarkan secara langsung persoalan kesulitan keuangan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Manokwari. Kritik terhadap pemerintah Indonesia juga diduga disiarkan dalam acara tersebut. Anggoro – yang didampingi oleh rekan-rekan Aliansi Jurnalis Independen – ditahan di Polsek Sanggeng. Wally Jack, Koordinator AJI Jayapura, meminta otoritas Indonesia untuk mengacu pada UU Pers daripada tindakan penangkapan. Ia secara spesifik mengutip UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang mengacu pada prosedur pengaduan dimana seseorang atau kelompok merasa dirugikan atas sebuat pemberitaan. Siaran pers oleh Forum Kebebasan Pasifik (Pacific Freedom Forum) menyatakan kekhawatiran terhadap keselamatan Anggoro dan rekan-rekannya, sebagai informasi yang diterima pasca penangkapannya.

Pembebasan

Luis Gedi dibebaskan

Luis Gedi telah dibebaskan dari LP Abepura dan harus melakuan lapor diri setiap bulan kepada polisi selama kurang lebih tiga tahun ke depan. Gedi menerima hukuman 15 tahun penjara setelah didakwa melakukan tindak pidana di bawah pasal 212 dan 214 KUHP dalam kaitannya dengan kekerasan yang terjadi pada 16 Maret 2006. Bentrokan antara para demonstran – yang meminta penutupan tambang Freeport – dan aparat keamanan meletus yang menyebabkan tiga orang polisi dan satu orang aparat intelejen TNI AU meninggal dunia. Gedi adalah salah satu diantara 23 orang yang didakwa berkaitan dengan peristiwa ini. Penyiksaan yang dilakukan pada 16 dan 17 April 2006 telah didokumentasikan oleh Working Group on Advocacy Against Torture/Kelompok Kerja Advokasi Menentang Penyiksaan. Ia juga disulut dengan rokok dan dipukul dengan balok kayu. Pemantau HAM melaporkan bahwa Gedi, di bawah penyiksaan, mengaku membunuh aparat polisi, Rahman Arizona dan memberi nama lain yang terlibat, yaitu Ferdinand Pakage. Saat ini Pakage masih menjalani hukuman 15 tahun di LP Abepura.

Pengadilan bernuansa politik dan penilaian tentang kasus

Kasus Perayaan Masyarakat Adat Yapen : Peradilan yang tidak jujur

Pada 8 Mei 2013, pengadilan terhadap Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi pada kasus Masyarakat Adat Yapen berlangsung, dengan agenda pemeriksaan saksi. Aktivis HAM setempat melaporkan bahwa selama pengadilan berlangsung, jaksa penuntut umum memerintahkan polisi untuk menyita kamera dan telepon genggam para pemantau, yang menyebabkan keributan dalam ruang persidangan. Pemantau HAM setempat menyatakan bahwa situasi menjadi normal ketika polisi menjamin akan mengembalikan barang-barang tersebut. Seperti dilaporkan sebelumnya di Update April, Jaksa Matius Matulesi meminta mantan tahanan politik Jon Nuntian, dan Jamal Omrik Manitori, untuk menjadi saksi bagi Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi. Sumber HAM setempat melaporkan bahwa Manitori dipaksa oleh Matulesi untuk menandatangani surat setuju untuk menjadi saksi untuk kasus ini. Manitori menolak untuk menyetujui ini dan tidak bersaksi melawan Kendi dan Maniamboi. Namun, sumber-sumber setempat melaporkan bahwa pernyataan yang diduga dibuat oleh Jon Nuntian terhadap Kendi dan Maniamboi, sebagaimana dicatat dalam menit polisi kasus itu, dibacakan oleh Jaksa. Jaksa dilaporkan menyatakan bahwa pemeriksaan saksi selesai meskipun ada empat saksi lain yang tidak hadir karena mereka berada di luar kota. Pada 16 Mei, agenda persidangan adalah pemeriksaan terdakwa, Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi, tetapi persidangan ditunda karena ketidakhadiran jaksa penuntut umum.

Aktivis lokal melaporkan bahwa pada sidang selanjutnya, 20 Mei, dengan agenda pemeriksaan terdakwa, para terdakwa mengungkapkan bahwa laporan polisi cacat dan dicabut oleh terdakwa. Tidak jelas apakah Kendi dan Maniamboi tidak mendapatkan pendamping hukum saat pemeriksaan penyelidikan berlangsung. Mereka tidak diberitahu oleh polisi bahwa laporan penyelidikan ditandatangani oleh pengacara mereka. Saat persidangan juga dilaporkan bahwa jaksa penuntut umum memperlihatkan bukti foto dan video demonstrasi yang dipimpin oleh dua orang terdawa di Jayapura, mengklaim bahwa materi tersebut menunjukkan bukti partisipasi mereka dalam demonstrasi di Serui. Hal ini ditolak oleh pengacara kedua aktivis. Mereka menyatakan bahwa bukti tersebut tidak ada kaitannya dengan kasus demonstrasi yang dilakukan pada 1 Mei 2012 dan 9 Agustus 2012 di Serui, Kepulauan Yapen.

Sidang selanjutnya yang sedianya akan dilaksanakan pada 28 Mei dengan agenda tuntutan jaksa penuntut umum terhadap dua orang aktivis ditunda hingga 4 Juni 2013 karena berkas tuntutan belum diterima oleh Pengadilan Negeri Serui dari Pengadilan Negeri Jayapura.

Pengadilan dimulai untuk Boas Gombo, akses untuk pendampingan hukum ditolak

Pengadilan kepada Goas Bombo, yang ditangkap pada 28 Februari 2013 di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini, dilaporkan dimulai meskipun tidak ada pendamping hukum bagi Gombo. Pengacara HAM setempat melaporkan bahwa mereka meminta Gombo untuk mendampingi sebagai kuasa hukum, tetapi pengadilan dilaporkan terus berlangsung.

Pengadilan berlanjut untuk penangkapan Sarmi

Dalam Update April, Papuans Behind Bars belum lagi menerima informasi yang cukup untuk mengkonfirmasi jika Isak Demetouw (Alex Makabori), Daniel Norotouw, Niko Sasomar dan Sileman Teno dapat dianggap sebagai tahanan politik. Informasi baru diterima dari sumber-sumber HAM setempat mengindikasikan bahwa perkara ini sekarang dapat dikonfirmasi, mengikut laporan bahwa keempatnya, yang ditangkap pada 3 Maret 2013 diduga telah dijerat tuduhan palsu oleh satuan tugas aparat militer dan polisi di Sarmi .

Menurut versi kejadian mereka, diberikan dalam sebuah wawancara dengan seorang aktivis setempat, keempatnya menuju ke Sarmi dari Jayapura pada tanggal 1 Maret dengan tujuan melaksanakan acara sosialisasi bagi warga di Sarmi, ditujukan untuk meningkatkan kesadaran tentang perkembangan politik di Papua dan pelanggaran yang terjadi selama konflik berlangsung. Sebuah sumber setempat melaporkan bahwa acara ini berlangsung pada tanggal 2 Maret, 19:00-20:30 waktu setempat, di mana keempatnya menerima informasi bahwa militer Indonesia tahu atas keberadaan dan aktivitas mereka. Keempatnya menyatakan bahwa pada tanggal 3 Maret satuan tugas aparat militer mengejar mereka di kampung Yanma, di mana mereka diduga ditangkap tanpa surat perintah penahanan dan ditangani dengan cara yang brutal. Mereka juga menuduh bahwa bukti ditanam oleh aparat militer dan polisi untuk mendakwa mereka, termasuk botol obat, senjata dan dokumen TPN OPM. Selama interogasi, keempatnya diduga menghadapi intimidasi dan ancaman kematian dari aparat keamanan dan tidak diberi akses ke pengacara.

Pengacara  HAM melaporkan bahwa mereka didakwa dengan makar dan konspirasi untuk melakukan kekerasan di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP. Sumber-sumber setempat menyatakan bahwa sejak tanggal penangkapan mereka, keempat orang itu ditahan di kantor polisi Sarmi selama 21 hari, setelah itu perpanjangan penahanan sampai 3 Mei dikeluarkan. Pada tanggal 28 April mereka dipindahkan ke Polda Papua untuk penahanan lebih lanjut. Pada tanggal 3 Mei kasus mereka dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum dan mereka kemudian dipindahkan ke LP Abepura, di mana mereka saat ini ditahan, menunggu sidang mereka yang akan didengar di Pengadilan Negeri Jayapura.

Keputusan dijadwalkan untuk pengadilan kasus bahan peledak di Biak

Seperti dilaporkan di Update Maret, banding yang diajukan oleh pengacara pembela untuk aktivis KNPB Paulus Alua dan Bastian Mansoben, yang didakwa dengan UU Darurat No 12/1951 karena memiliki bahan peledak, ditolak oleh pengadilan. Pengacara HAM telah melaporkan bahwa keputusan untuk kasus ini akan disampaikan oleh Pengadilan Negeri Biak pada tanggal 11 Juni 2013.

Vonis untuk kasus keenam aktivis Timika disampaikan

Pada tanggal 14 Mei 2013, vonis disampaikan untuk enam KNPB Timika aktivis – Stephen Itlay, Romario Yatipai, Paulus Marsyom, Alfret Marsyom, Jack Wansior dan Yantho Awerkion – yang didakwa dengan makar. Mereka dijatuhi hukuman 8 bulan penjara, kurang waktu dalam tahanan dan diharapkan akan dibebas pada bulan Juni 2013. Pengacara HAM menyatakan bahwa Yantho Awerkion, yang menghadapi dakwaan primer tambahan untuk kepemilikan bahan peledak, tidak akan diberi hukuman penjara tambahan di atas hukuman 8 bulan yang pertama. Keputusan ini datang meskipun pengadilan dilaporkan menemukan Awerkion bersalah atas kepemilikan bahan peledak.

Waktu penahanan untuk Jamal Omrik Manitori diperpanjang sampai 22 Juni 2013

Penyelidik HAM setempat telah melaporkan bahwa dalam kasus Serui TPN, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan banding menuntut hukuman lebih lama untuk Jamal Omrik Manitori daripada satu tahun penjara yang diputuskan oleh pengadilan. Manitori, yang telah ditahan sejak 3 Juli 2012, saat ini sedang menjalani masa penahanan kedua berlangsung 60 hari, dari 1 Mei – 22 Juni 2013 selama proses banding.

Berita

Masyarakat sipil nasional dan masyarakat internasional menanggapi peristiwa brutal 1 Mei

Pada 2 Mei 2013, mengikuti acara peringatan 1 Mei (lihat ‘Penangkapan’), Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Navi Pillay, menyuarakan keprihatinannya atas penindasan kebebasan berekspresi dan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap demonstran di Papua, menyerukan Pemerintah Indonesia untuk mengizinkan protes damai dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi. Dia meminta Pemerintah untuk melaksanakan rekomendasi yang diajukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tentang kebebasan berekspresi dan menekankan kurangnya transparansi dalam menangani pelanggaran HAM berat di Papua.

Pada tanggal 4 Mei, pernyataan bersama yang diterbitkan oleh NAPAS, KontraS, Sekretariat Bersama (SEKBER Buruh), Politik Rakyat, Perempuan Mahardhika, Forum Mahasiswa Demokrasi (FORMAD), KPO-Perjuangan Rakyat Pekerja (KPO-PRP) dan Yayasan Pusaka, mendesak Pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan menyeluruh atas insiden di kabupaten Aimas, Sorong (lihat ‘Penangkapan’), untuk segera membebaskan semua aktivis dan untuk mencabut Peraturan 77/2007, yang telah digunakan untuk menstigmatisasi orang Papua sebagai separatis. Sebuah koalisi 11 organisasi internasional yang terdiri dari TAPOL, Koalisi Internasional untuk Papua, Survival International, Fransiskan International, Tim Advokasi Papua Barat, Timor-Leste dan Indonesia Action Network, Papua Barat Aksi Auckland, Australia West Papua Association (Sydney), Peace Movement Aorearoa , Pacific Media Centre dan Pasifik Scoop mengajukan seruan mendesak kepada Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi, Frank La Rue, untuk mengambil tindakan dengan meningkatkan masalah ini dengan Pemerintah Indonesia. Seruan itu menyoroti pembunuhan, penangkapan sewenang-wenang dan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap demonstran damai di Papua antara 30 April dan 13 Mei.

Tapol Papua menolak tawaran grasi SBY

Yunus Wonda, seorang wakil ketua legislatif provinsi Papua telah menyatakan bahwa Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dikabarkan akan menawarkan semua tahanan politik di Papua grasi bawah program pemerintah ‘otsus plus’. Penawaran ini muncul semasa pertemuan di kediaman pribadi Wonda yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Papua termasuk Gubernur Papua Lukas Enembe. Sebagai reaksi atas tawaran ini, 25 tahanan politik di LP Abepura mengajukan pernyataan kuat menolak grasi. Pernyataan ini, yang antara lain termasuk tanda tangan dari Victor Yeimo, Dominikus Surabut, Daniel Gobay, Timus Wakerkwa dan Boas Gombo, menyerukan hak-hak politik dan menyatakan bahwa setiap tawaran amnesti atau grasi yang ditawarkan oleh presiden Indonesia akan ditolak. Pernyataan penjelasan ditandatangani oleh Selpius Bobii, menyatakan bahwa posisi mereka sebagai tahanan politik memberitahu masyarakat internasional tentang situasi di Papua dan menyerukan “langkah-langkah nyata untuk mengakhiri status sengketa politik dan hukum Papua.” Filep Karma juga dilaporkan menolak istilah ‘narapidana politik (napol)’ atau tahanan politik yang dihukum, karena menunjukkan bahwa tindakan kekerasan itu dilakukan, ketika sebagian besar tahanan politik yang ditahan karena keyakinan politik mereka.

OMCT masalah seruan mendesak atas nama Matan Klembiap

Pada tanggal 27 Mei 2013, Sekretariat Internasional dari Organisasi Dunia Menentang Penyiksaan (World Organisation Against Torture, OMCT) mengeluarkan seruan mendesak atas nama Matan Klembiap, yang saat ini ditahan di LP Abepura di mana dia sedang menunggu persidangan. Seruan itu menyoroti penyiksaan luas yang dialami Klembiap dan mendesak pihak berwenang, antara lain, untuk menjamin integritas fisik dan psikologis Klembiap dan untuk melaksanakan investigasi yang cepat, efektif, menyeluruh, independen dan imparsial atas dugaan tersebut. Informasi baru yang diterima dari  sumber-sumber HAM setempat mengindikasikan bahwa Klembiap beresiko cacat fisik dan mental setelah mengalami penyiksaan parah selama penahanannya di Polres Jayapura dari 15 – 18 Februari 2013.

Aksi NAPAS dan KontraS di Jakarta

Pada tanggal 16 Mei, para aktivis dari Nasional Papua Solidaritas (NAPAS) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), melaksanakan diskusi publik mengenai tahanan politik, menandai peluncuran Papuans Behind Bars di Jakarta. Diskusi yang dilakukan di kantor KontraS di  Jakarta, menantang pernyataan sebelumnya yang dibuat oleh pemerintah, termasuk Menko Pohulkam, Djoko Suyanto bahwa tidak ada tahanan politik di Papua. Hal ini juga membahas penggunaan Pasal 106 – 110 KUHP untuk menarget aktivis dan kurangnya akses tapol ke pelayanan kesehatan. Acara ini mengadakan diskusi interaktif dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, dan Albert Hasibuan, penasihat hukum utama kepada Presiden mengenai Hukum dan HAM. Setelah diskusi publik itu, aktivis dari KontraS dan NAPAS berbaris ke Kemenko Polhukam dan Istana Presiden Indonesia untuk menuntut pembebasan tahanan politik Papua.

Tahanan politik Papua bulan Mei 2013

  Tahanan Tanggal Penahanan Dakwaan Hukuman Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/Penjara
1 Victor Yeimo 13 Mei 2013 160 3 tahun Demo 2009; demo di Jayapura menuntut pertanggungjawaban terkait peringatan 1 Mei Tidak Ya Abepura
2 Dimas Anggoro 3 Mei 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Acara radio Manokwari Tidak Tertunda Polsek Sanggeng
3 Astro Kaaba 3 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Tertunda Polres Serui
4 Hans Arrongear Unknown Makar Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Tertunda Polres Serui
5 Martinus Yohami 1 Mei 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Demo Abepura, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Abepura
6 Unknown 1 Mei 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Tahanan polres Biak
7 Oktofianus Warnares 1 Mei 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Tahanan polres Biak
8 Yosepus Arwakon 1 Mei 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Tahanan polres Biak
9 George Syors Simyapen 1 Mei 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Tahanan polres Biak
10 Yona Rumawak 1 Mei 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Tahanan polres Biak
11 John Sauyas 1 Mei 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Tahanan polres Biak
12 Domi Mom 1 Me 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
13 Altinus Uamang 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
14 Musa Elas 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
15 Jhoni Niwilingame 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
16 Hari Natal Magai 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
17 Jhon Kum 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
18 Semuil Deikme 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
19 Miryam Stenamun 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
20 Mon Deikme 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
21 Aminus Hagabal 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
22 Yakob Onawame 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
23 Heri Onawame 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
24 Biru Kogoya 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
25 Beanal 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
26 Alpon 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Tertunda Polres Mimika
27 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
28 Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
29 Obaja Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
30 Antonius Safuf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
31 Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
32 Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
33 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei; dituduh TPN/OPM Tidak Ya Polres Sorong
34 Yahya Bonay 27 April 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Tertunda Tahanan polres Serui
35 Yosia Karoba 1 April 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Polres Tolikara
36 Nonggop Tabuni 9 Maret 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Tidak diketahui
37 Delemu Enumby 9 Maret 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Tidak diketahui
38 Jelek Enembe 9 Maret 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Tidak diketahui
39 Isak Demetouw(alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Dituduh TPN/OPM Tidak Tertunda Sarmi
40 Daniel Norotouw 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Dituduh TPN/OPM Tidak Tertunda Sarmi
41 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Dituduh TPN/OPM Tidak Tertunda Sarmi
42 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Dituduh TPN/OPM Tidak Tertunda Sarmi
43 Boas Gombo 28 Februari 2013 Tidak diketahui Dalam persidangan Bendera Indonesia perbatasan dengan PNG Tidak Tertunda Abepura
44 Matan Klembiap 15 Februari 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Afiliasi dengan Terianus Satto dan Sebby Sambom Tidak Ya Tahanan polres Jayapura
45 Daniel Gobay 15 Februari 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Afiliasi dengan Terianus Satto dan Sebby Sambom Tidak Ya Tahanan polres Jayapura
46 Alfret Marsyom 19 Oktober 2012 106 8 bulan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikian bahan peledak Ya Timika
47 Jack Wansior 19 Oktober 2012 106 8 bulan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikian bahan peledak Ya Timika
48 Yantho Awerkion 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 8 bulan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikian bahan peledak Ya Timika
49 Paulus Marsyom 19 Oktober 2012 106 8 bulan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikian bahan peledak Ya Timika
50 Romario Yatipai 19 Oktober 2012 106 8 bulan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikian bahan peledak Ya Timika
51 Stephen Itlay 19 Oktober 2012 106 8 bulan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikian bahan peledak Ya Timika
52 Yan Piet Maniamboy 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ya Serui
53 Edison Kendi 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ya Serui
54 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera Tidak Tidak Abepura
55 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera Tidak Tidak Abepura
56 Paulus Alua 21 Oktober 2012 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus bahan peledak di Biak Kepemilikan bahan peledak Ya Biak
57 Bastian Mansoben 21 Oktober 2012 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus bahan peledak di Biak Kepemilikan bahan peledak Tidak Biak
58 Forkorus Yaboisembut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
59 Edison Waromi 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
60 Dominikus Surabut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
61 August Kraar 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
62 Selphius Bobii 20 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
63 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
64 Oskar Hilago 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
65 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
66 Obed Kosay 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
67 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
68 Dipenus Wenda 28 Maret 2004 106 14 tahun Pemboikotan Pilkada Bokondini Tidak jelas Tidak Wamena
69 George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
70 Filep Karma 1 December 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
71 Ferdinand Pakage 16 Maret 2006 214 15 tahun Kasus Abepura tahun 2006 Ya Ya Abepura
72 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
73 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
74 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
75 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
76 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu proyek tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

(English) Ferry Pakage

Ferry Pakage was arrested on 23rd February 2021 and charged with incitement of racial hatred for posting a video showing a group of Papuan university students demanding to burn an Indonesian flag. As of end of March 2021, the police’s dossier has been sent to the Jayapura Prosecutor Office

Share

Juni 2015: Akses kepada pengacara ditolak saat tahanan mengalami penyiksaan

Ringkasan

Pada akhir Juni 2015, setidaknya terdapat 45 orang tahanan politik di Papua.

Informasi yang diterima dari pengacara di Manokwari menyatakan bahwa tiga orang tahanan yang ditangkap bulan lalu atas keterlibatan mereka dalam demonstrasi damai telah dipukul berkali-kali dalam tahanan oleh para aparat Brimob. Setidaknya salah satu dari 3 orang tersebut, anggota KNPB Alexander Nekenem telah disiksa dengan cara disundut rokok oleh anggota Brimob. Di bawah instruksi dari Kapolres Manokwari, AKP Tommy H. Pontororing, para pengacara dilarang untuk menemui ketiga orang klien mereka, setelah Narko Murib, tahanan keempat pada kasus yang sama melarikan diri. Karena keterbatasan tersebut, para pengacara hanya menemukan tindakan penyiksaan dan perlakuan buruk yang dialami oleh tahanan beberapa hari setelah kejadian tersebut.

Kasus kedua tentang kekerasan yang dilakukan oleh petugas Brimob adalah penembakan kepada pemuda Papua berusia 19 tahun, Yoteni Agapa, di Desa Ugapuga, Kabupaten Dogiyai. Petugas Brimob menembak Agapa ketika ia mulai berdebat dengan mereka mengenai peristiwa bentrok yang terjadi pada hari sebelumnya. Ada kecenderungan dari anggota Brimob untuk menanggapi semua masalah dengan cara buru-buru menembak dan hal ini menjadi hal yang biasa.

Sejak awal 2015, setidaknya dua orang meninggal dunia dan tujuh orang terluka akibat penggunaan kekuatan yang berlebihan dan penyalahgunaan senjata api oleh polisi di Papua. Sejauh ini, belum ada penyelidikan independen atas insiden ini sehingga para pelaku terus menikmati impunitas total.

Sementara itu, penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM atas insiden ‘Paniai Berdarah’ pada Desember 2014 tampaknya telah terhenti dengan alasan kurangnya dana. Selain itu, penyelidiani terpisah yang dilakukan oleh Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan bersama Polda Papua dikritik oleh pengamat hak asasi manusia karena kurang kredible, sehingga dikhawatirkan akan justru memperumit persoalan.

Empat belas orang mahasiswa ditangkap di Abepura dan Waena karena melakukan penggalangan dana untuk mendukung penyelidikan Komnas HAM atas kasus Paniai Berdarah. Kejadian ini serupa dengan peristiwa penangkapan Yahukimo pada Maret 2015, di mana lebih dari seratus orang ditangkap dalam kaitannya dengan acara penggalangan dana selama seminggu untuk korban Topan Pam di Vanuatu. Penangkapan ini menunjukkan bahwa demonstrasi publik apapun di Papua terus dibatasi bahkan untuk tujuan kemanusiaan.

Penangkapan

Anggota KNPB Yahukimo ditangkap di Sentani

Majalah Selangkah melaporkan bahwa pada tanggal 15 Juni, Arnes Silak, anggota KNPB Yahukimo telah ditangkap di Bandara Sentani Jayapura. Silak sedang dalam perjalanan kembali ke Yahukimo setelah menjalani perawatan medis di Jayapura. Pemimpin KNPB Yahukimo, Marten Suhuniap menyatakan dalam Majalah Selangkah bahwa anggota KNPB di Yahukimo sebelumnya menerima ancaman dan terus-menerus diikuti oleh perwira intelijen. Masih belum jelas apa dakwaan yang akan dihadapi Silak. Ia ditahan di Polda Papua saat ini.

23 orang ditahan selama 24 jam karena berpartisipasi dalam pertemuan damai

Pada 3 Juni di sekitar pukul 16:00 waktu Papua, 23 orang ditangkap karena berpartisipasi dalam sebuah pertemuan yang diadakan di Kantor Dewan Adat Sinapuk di Wamena. Informasi yang diterima dari Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Papua, JAPH & HAM melaporkan bahwa tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mengadakan diskusi tentang upaya  membuka ruang demokrasi di Papua dan melakukan evaluasi dari demonstrasi yang direncanakan selama 28 Mei. Namun acara tersebut dilarang oleh Polres Jayawijaya.

Selama penangkapan, polisi menyita barang-barang milik Dewan Adat Sinapuk, termasuk 56 buah anak panah, empat busur, dua sumbu, tujuh pisau dan sebuah buku tentang United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Sebanyak 23 orang tahanan dibawa ke Polres Jayawijaya.

Merespon penangkapan tersebut, pada hari berikutnya, tanggal 4 Juni, sebanyak ratusan anggota masyarakat berunjuk rasa di luar kantor polisi untuk menuntut pembebasan 23 tahanan. Mereka dibebaskan pukul 16.00 waktu Papua.

Aksi ULMWP dibubarkan di Sorong; Satu orang anggota KNPB ditangkap

Situs berita Papua melaporkan bahwa pada tanggal 16 Juni, Nando Kagoya ditangkap di Sorong dan diinterogasi selama beberapa jam sebelum dibebaskan tanpa dakwaan. Kogoya ditangkap saat dalam perjalanan untuk berpartisipasi dalam pawai yang diorganisir KNPB untuk mendukung tawaran ULMWP bagi keanggotaan MSG. Demonstran yang mengambil bagian dalam pawai secara paksa dibubarkan oleh Polres Sorong. Kogoya ditangkap jalan yang ditutup  saat menghentikan dan menggeledah pengendara di daerah. Dia ditahan ketika polisi menemukan selebaran KNPB dalam tasnya.

Empat belas mahasiswa ditangkap karena mengumpulkan dana bagi penyelidikan Komnas HAM

Pada 22 Juni, empat belas orang mahasiswa ditangkap di Abepura dan Waena saat mengumpulkan sumbangan untuk mendukung penyelidikan oleh Komnas HAM atas insiden ‘Paniai Berdarah’ yang berlangsung Desember lalu. Media Papua melaporkan bahwa tidak ada kemajuan yang dibuat oleh Tim Ad Hoc Komnas HAM yang bertugas melakukan penyelidikan atas insiden itu karena kurangnya pendanaan. Empat belas orang siswa anggota Mahasiswa Forum Independen Mahasiswa, FIM ditahan selama beberapa jam di Polres Jayapura sebelum dibebaskan tanpa dakwaan. Berdasarkan laporan oleh KontraS Papua dan Bersatu untuk Kebenaran (BUK), para siswa mengumpulkan sumbangan sebagai tindakan protes terhadap Komnas HAM yang telah dikritik sebagai tindakan lambat dan tidak efektif dalam penyelidikan kasus Paniai Berdarah.

Pembebasan

Dua tahanan Pisugi dibebaskan saat menunggu putusan banding; dua orang melarikan diri

Pengacara Aliansi Demokrasi untuk Papua ALDP melaporkan bahwa Jhoni Marian dan Marthen Marian telah dibebaskan setelah menjalani masa satu tahun penjara. Sedangkan Yali Walilo dan Ibrahim Marian dilaporkan melarikan diri dari penjara pada bulan lalu. Yosep Siep, yang menderita penyakit psikologis dan fisik, telah kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Pisugi. Persidangan diharapkan akan dilanjutkan setelah ia menerima perawatan medis dan dianggap sehat untuk diadili.

Meskipun Jhoni Marian dan Marthen Marian telah dibebaskan, Pengadilan Tinggi Jayapura memutuskan hukuman 3 tahun penjara, lebih tinggi 2 tahun dari putusan Pengadilan Negeri. Mereka masih beresiko tinggi untuk tetap ditahan dalam penjara. Namun, pengacara dari ALDP mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Pengacara beranggapan bahwa para terpidana tidak harus berada dalam penjara saat proses hukum kasasi masih berjalan. Putusan Mahkamah Agung yang akan menentukan apakah dua orang ini akan menjalani hukuman penjara hasil dari putusan Pengadilan Tinggi.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Wamena menghukum Jhoni Marian, Marthen Marian, Yali Walilo dan Ibrahim Marian masing-masing satu tahun penjara di bawah dakwaan bersama-sama melakukan tindakan terncana yang membahayakan keamanan berdasarkan Pasal 187 dan 164 KUHP Indonesia. Mereka dituduh membuat bom Molotov yang mengganggu pemilihan umum selama pemilihan Presiden Juli 2014.

Pengacara Aliansi Demokrasi untuk Papua ALDP menyatakan bahwa dakwaan tersebut tetap diajukan meskipun terdapat keterangan saksi dari polisi yang menyatakan bahwa empat orang tidak terlibat dalam tindakan pembakaran yang mereka dicurigai. Selain itu, empat orang tersebut disiksa dalam tahanan di Polres Jayawijaya. Selama persidangan di bulan Maret, mereka bersaksi bahwa mereka telah dipaksa untuk mengakui tuduhan di bawah tindakan penyiksaan.

As Jhoni Marian dan Marthen Marian masih dalam resiko untuk ditahan kemali dan Yosep Siep tetap dalam resiko untuk diajukan dalam persidangan. Mereka berada dalam daftar tahanan politik kami.

Pengadilan Politik dan Ringkasan Kasus

Tiga orang yang aksi MSG di Manokwari mendapatkan perlakuan buruk dalam tahanan; seorang tahanan melarikan diri

Pengacara dari LP3BH (Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum) melaporkan bahwa Alexander Nekenem, Yoram Magai dan Othen Gombo (alias Maikel Aso) telah mendapatkan perlakuan yang buruk di dalam tahanan, setelah seorang tahanan untuk kasus yang sama, Narko Murib (alias Novi Umawak) melarikan diri dari Markas Brimob di Manokwari pada 15 Juni.

Pada 20 Mei, Nekenem, Magai, Gombo dan Murib ditangkap karena keterlibatan mereka dalam demonstrasi mendukung upaya ULMWP untuk keanggotaan MSG. Mereka didakwa dengan tindakan menghasut berdasarkan Pasal 160 KUHP Indonesia.

Pada tanggal 1 Juni, Nekenem, Murib dan Gombo ditanya mengenai keterlibatan mereka dengan KNPB. Ketika ditanya, Murib menyatakan bahwa ia telah memimpin sesi doa selama demonstrasi sebelum demonstrasi tersebut dibubarkan paksa. Setelah pembubaran demonstrasi, ia kembali menghadiri kelas di Universitas Negeri Papua (Universitas Papua, UNIPA), di mana ia terdaftar sebagai mahasiswa. Murib kemudian menerima kabar bahwa teman-temannya telah ditahan menyusul pembubaran demonstrasi tersebut. Mereka juga tidak boleh makan dalam masa tahanan. Setelah mendengar hal ini, ia memutuskan membawa makanan untuk mereka yang ditahan di Markas Brimob. Namun, ketika tiba di Markas Brimob, ia sendiri ikut ditahan, karena terlihat ikut terlibat dalam demonstrasi pada hari sebelumnya. Pada tanggal 9 Juni, masa penahanan empat orang laki-laki tersebut diperpanjang hingga 19 Juli 2015.

Pada tanggal 15 Juni, pengacara LP3BH menerima informasi bahwa Narko Murib telah melarikan diri dari Markas Brimob. Hari berikutnya, pengacara bertemu dengan Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polda Manokwari, AKP Tommy H. Pontororing, dan meminta untuk bertemu dengan tiga tahanan yang tersisa yang telah dipindahkan dari Markas Brimob untuk ditahan di Polres Manokwari. Namun, polisi memberitahu pengacara bahwa mereka tidak diizinkan untuk mengunjungi tiga tahanan pada saat itu dan mengatakan kepada mereka untuk kembali keesokan harinya.

Keesokan harinya, setelah mendapatkan akses kepada Nekenem, Magai dan Gombo, pengacara menemukan bahwa tiga orang telah dipukuli oleh empat petugas Brimob dalam tahanan di Markas Brimob. Nekenem disiksa oleh petugas Brimob dengan menyundut rokok pada tubuhnya. Dia juga menderita memar di rahang akibat pemukulan berat. Ketiga orang tersebut saat ini ditahan di sel isolasi di Polres Manokwari. Mereka dilaporkan tidak mendapatkan akses atas sanitasi yang layak atau toilet dan hanya diberi kantong plastik dan botol. Mereka dipaksa untuk tidak makan sebagian besar makanan yang dibawa oleh keluarga mereka karena kurangnya akses atas toilet yang bersih.

Kasus-kasus Penting

Kelompok pemuda Papua diserang oleh Brimob di District Dogiyai; satu orang ditembak

Menurut informasi yang diterima dari beberapa sumber hak asasi manusia, pada tanggal 25 Juni, sekelompok pemuda Papua yang berjumlah 10 orang dilaporkan diserang oleh petugas Brimob di desa Ugapuga di Kabupaten Dogiyai. Sebuah laporan dari pemantau HAM di Nabire menyatakan bahwa sepuluh orang tersebut diserang oleh petugas Brimob menyusul kecelakaan di jalan yang menyebabkan telah melukai anjing milik salah seorang dari mereka. Karena marah, mereka berusaha untuk mengambil uang dari supir yang lewat. Hal ini kemudian dilaporkan oleh salah satu supir kepada polisi, sehingga petugas Brimob tiba di lokasi kejadian.

Menurut saksi mata yang dicatat oleh KontraS Papua, BUK dan Dewan Adat Paniai,  petugas Brimob tiba di sekitar pukul 22.00, di dalam mobil Toyota Avanza dan berhadapan dengan kelompok tersebut. Ketika Yoteni Agapa, salah satu orang dalam kelompok tersebut beradu mulut, ia ditembak di dada dua kali. Dia kemudian mencoba untuk melarikan diri, namun ditembak lagi sebanyak dua kali di lengan kanan. Beberapa detik kemudian ia jatuh ke lantai dan meninggal dunia. Salah satu orang dalam kelompok, Melianus Mote, lengannya disayat dengan pisau bayonet ketika ia mau melarikan diri. Menurut sebuah laporan dari Jubi, delapan orang lainnya dalam kelompok ini mungkin juga menderita luka ketika mereka melarikan diri. Petugas Brimob dilaporkan terus menendang dan memukuli Agapa dengan popor senapan meskipun ia sudah tak bernyawa.

Pada sekitar pukul  00:00, tubuh Agapa ini dibawa kembali ke desa asalnya, desa Jigiugi di distrik Ugapuga. Anggota masyarakat di daerah juga menemukan dan menyimpan selongsong peluru dari penembakan Agapa ini. Dua hari berikutnya, pada 26 dan 27 Juni, polisi di Kabupaten Ugapuga dan petugas Brimob mengunjungi keluarga Agapa untuk meminta izin agar mereka dapat mengoutopsi Agapa dan meminta keluarga mengembalikian selongsong perluru yang mereka temukan di lokasi kejadian. Kedua permintaan tersebut ditolak oleh keluarga.

Berita

DPR RI menolak memberikan ampunan kepada tahanan politik

Jakarta Post melaporkan bahwa pada 22 Juni, usulan yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo untuk membebaskan tahanan politik yang lebih banyak ditolak dalam dengar pendapat Komisi I DPR RI. Ada kekhawatiran bahwa ” pembebasan tersebut akan mengobarkan upaya separatisme.” Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya menyatakan kepada pers Indonesia bahwa “peta jalan komprehensif” untuk Papua harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum mendukung rencana pembebasan ini.

Setelah pertemuan tersebut, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan kepada media Indonesia bahwa TNI tetap akan mempertimbangkan untuk “menunjuk pendamping untuk menemani wartawan asing tersebut.”

Acara Budaya Papua itu Kita bertujuan untuk menghapus stigmatisasi kepada Orang Papua

Pada tanggal 13 Juni, aktivis dari Papua Itu Kita, sebuah gerakan kampanye yang berbasis di Jakarta, mengadakan acara di Taman Ismail Marzuki (TIM) yang bertujuan untuk menyebarkan kesadaran atas budaya Papua melalui lagu, tari dan dongeng. Acara sehari penuh tersebut dihadiri oleh ratusan peserta, termasuk anggota masyarakat, aktivis Papua dan kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Jakarta. Pendeta Benny Giay, pemimpin Gereja Tabernakel di Papua (Kingmi Papua), yang berbicara pada acara tersebut mengangkat isu sejarah kekerasan di Papua dan menyarankan hari berkabung nasional di Indonesia mengingat korban pelanggaran hak asasi manusia di Papua .

Tahanan Politik Papua Juni 2015

 

No Tahanan poltik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Arnes Silak 15 Juni 2015 Tidak jelas Penyelidikan polisi tertunda

 

Penangkapan KNPB di Bandara Sentani Tidak jelas Tidak jelas Polda Papua
2 Yafet Keiya 28 Mei 2015 Tidak jelas Penyelidikan polisi tertunda

Demo MSG di Nabire Tidak jelas Tidak jelas Nabire

 

 

3 Ottis Munipa 28 Mei 2015 Tidak jelas Penyelidikan polisi tertunda Demo MSG di Nabire Tidak jelas Tidak jelas Nabire

 

 

4 Wamoka Yudas Kossay 22 Mei 2015 Pasal 160 Menunggu persidangan Demo MSG di Biak

 

Tidak jelas Tidak jelas Biak
5 Apolos Sroyer 20 Mei 2015 Pasal 160 Menunggu persidangan Demo MSG di Biak

 

Tidak jelas Tidak jelas Biak
6 Dorteus Bonsapia 20 Mei 2015 Pasal 160 Menunggu persidangan Demo MSG di Biak Tidak jelas Tidak jelas Biak
7 Alexander Nekenem 20 Mei 2015 Pasal 160 Menunggu persidangan Demo MSG di Manokwari Tidak jelas Tidak jelas Manokwari
8 Yoram Magai 20 Mei 2015 Pasal 160 Menunggu persidangan Demo MSG di Manokwari Tidak jelas Tidak jelas Manokwari
9 Othen Gombo 20 Mei 2015 Pasal 160 Menunggu persidangan Demo MSG di Manokwari Tidak jelas Tidak jelas Manokwari
10 Ruben Furay 1 Mei 2015 Tidak jelas Penyelidikan polisi tertunda Kaimana 1 Mei 2015 Tidak jelas Tidak jelas Kaimana
11 Sepi Surbay 1 Mei 2015 Tidak jelas Penyelidikan polisi tertunda

 

Kaimana 1 Mei 2015 Tidak jelas

 

Tidak jelas Kaimana
12 Domingus Babika 1 Mei 2015 Tidak jelas Penyelidikan polisi tertunda

 

Manokwari 1 Mei 2015 Tidak jelas

 

Tidak jelas

 

Polres Manokwari
13 Dr Don Flassy* 14 April 2015 Pasal 106, 55(1),53(1) Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Tidak jelas

 

Tidak jelas

 

Tahanan kota Jayapura
14 Dr Lawrence Mehue* 14 April 2015 Pasal 106, 55(1),53(1) Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Tidak jelas

 

Tidak jelas

 

Tahanan kota Jayapura
15 Mas Jhon Ebied Suebu* 14 April 2015 Pasal 106, 108(2), 55(1), 53(1) Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Tidak jelas

 

Tidak jelas

 

Tahanan kota Jayapura
16 Onesimus Banundi* 14 April 2015 Pasal 106, 108(2), 55(1), 53(1) Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Tidak jelas

 

Tidak jelas

 

Tahanan kota Jayapura
17 Elias Ayakeding* 14 April 2015 Pasal 106, 160 Penangguhan penahanan Penangkapan makar KIP Tidak jelas

 

Tidak jelas

 

Tahanan kota Jayapura
18 Kelpis Wenda 17 Maret 2015 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Penyiksaan Lanny Jaya Ya Ya Wamena
19 Kamori Murib 9 Desember 2014 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Penyiksaan Lanny Jaya Ya Ya Wamena
20 Yosep Siep 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu banding Mahkamah Agung Pisugi Election Boycott Ya Ya Bebas demi hukum
21 Marthen Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu banding Mahkamah Agung Boikot Pilpres di Pisugi Ya Ya Bebas demi hukum

 

22 Jhoni Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu banding Mahkamah Agung Boikot Pilpres di Pisugi Ya Ya Bebas demi hukum
23 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak jelas

Penyelidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
 24

 

 

Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014

 

Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun

 

Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
25

 

 

Septinus Wonawoai 1 Februari 2014

 

Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun

 

Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
26

 

 

 

Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun

 

Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
27

 

Kornelius Woniana 1 Februari 2014

 

Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun

 

Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
28

 

 

Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
29

 

 

Salmon Windesi 1 Februari 2014

 

Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun

 

Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
30

 

 

Obeth Kayoi 1 Februari 2014

 

Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 3.5 tahun

 

Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
31 Soleman Fonataba* 17 Desember 2013 Pasal 106, 110)1, 53, 55 1.5 tahun tahanan kota, banding tertunda Penangkapan Sarmi 2013 bendera Melanesia Tidak / belum jelas Tidak Tahanan kota Sarmi

 

32 Edison Werimon* 13 Desember 2013 Pasal 106, 110)1, 53, 55 1.5 tahun tahanan kota, banding tertunda Penangkapan Sarmi 2013 bendera Melanesia Tidak / belum jelas Tidak Tahanan kota Sarmi
33

 

Piethein Manggaprouw 19 Oktober 2013 Pasal 106, 110 2 tahun Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
34

 

 

Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
35

 

 

Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan  6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
36

 

 

Markus Sawias 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
37 George Syors Simyapen 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
38 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 Pasal 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun dan 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
39 Isak Klaibin 30 April

2013

Pasal 106, 107, 108, 110, 160 and 164 3 tahun dan 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
40 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 Pasal 340, 56,  UU 8/1981

8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
41

 

Darius Kogoya 1 Mei 2012 Pasal 106

3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
42

 

Wiki Meaga 20 November 2010 Pasal 106

 

8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
43

 

Meki Elosak 20 November 2010 Pasal 106

 

8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
44 Filep Karma 1 Desember 2004 Pasal 106

 

15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
45 Yusanur Wenda 30 April 2004 Pasal 106

 

17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena

* Walaupun para tahanan tersebut telah ditangguhkan, mereka terus menghadapi dakwaan dan masih diselidiki polisi. Karena mereka menghadapi resiko besar ditangkap kembali, kami akan terus memantau perkembangan dalam kasus-kasus ini.

Share

Orang Papua di balik Jeruji: September 2013

Ringkasan

Pada akhir September 2013, terdapat 53 orang tahanan politik dalam penjara di Papua. Di Waghete, seorang warga sipil ditembak mati dan empat lainnya ditangkap dalam operasi sweeping oleh aparat khusus Brigade Mobil. Puluhan warga sipil dan aktivis ditangkap terkait dengan demonstrasi merayakan Hari Demokrasi Internasional. Aktivis terkenal menjadi sasaran di Pulau Biak dan Yapen di mana prosesi diadakan untuk menyambut air suci dan abu yang disampaikan oleh Freedom Flotilla dari Australia. Di Waena, seorang warga sipil ditahan sewenang-wenang dan disiksa oleh polisi.

Boas Gombo dan Dipenus Wenda keduanya telah dibebaskan. Terdapat laporan tentang kekhawatiran bagi kesehatan mental Yohanes Borseren dan Obeth Kamesrar. Sebuah laporan oleh KontraS Papua mengungkapkan kekhawatiran serius tentang kesehatan tahanan dan kondisi kehidupan di LP Abepura. Aplikasi Cuti Bersyarat (CB) oleh kelima tahanan dalam kasus pembobolan gudang senjata di Wamena telah ditolak, sementara keempat tahanan dalam kasus pengibaran bendera di Yalengga meminta remisi.

Penangkapan

Sipil ditembak dan empat ditangkap oleh anggota Brimob dalam operasi sweeping di Waghete

Sebuah artikel oleh Tabloid Jubi melaporkan penembakan warga sipil Alpius Mote pada tanggal 23 September di Waghete oleh anggota polisi Brigade Mobil (Brimob) yang sedang melakukan operasi sweeping. Kedua anggota Brimbob tersebut dilaporkan terlibat dalam operasi perhentian dan pencarian di pasar Waghete, di mana mereka menghentikan dua pria tua dalam pencarian untuk senjata. Hal ini menyebabkan protes dari orang-orang yang telah berkumpul, menyebabkan pelemparan batu ke kedua anggota Brimbob itu. Sebagai tanggapan, kedua anggota melepaskan tembakan ke kerumunan, menyebabkan dalam kematian Alpius Mote, seorang mahasiswa, dan tiga orang lainnya terluka – Aprida Dogopia, Alex dan Frans Mote Dogopia.

Ada juga laporan bahwa para anggota menargetkan pria dengan rambut gimbal dan jenggot. Sebuah pernyataan oleh tahanan politik Selpius Bobii menggambarkan taktik ini sebagai serangan terhadap adat kebiasaan Papua. Hal ini diduga digunakan oleh aparat untuk mengidentifikasikan orang yang mereka memanggil ‘separatis’. Pernyataan oleh  Bobii juga melaporkan penangkapan empat warga sipil setelah penembakan tersebut, meskipun ia tidak jelas jika mereka masih berada dalam tahanan. Human Rights Watch telah menyerukan Indonesia untuk menyelidiki kemungkinan penggunaan kekuatan mematikan yang tidak perlu oleh aparat polisi.

Jumlah penangkapan di Papua untuk memperingati Hari Demokrasi Internasional

Beberapa sumber HAM dan situs terbaru melaporkan bahwa pada 16 September, setidaknya 94 orang telah ditangkap lalu dibebaskan tanpa tuduhan oleh polisi dalam pembubaran demonstrasi di Papua saat memperingati Hari Demokrasi Internasional, 15 September. Ribuan orang Papua ikut serta dalam demonstrasi, yang juga didukung oleh rencana negara Vanuatu untuk mengangkat pertanyaan tentang status politik Papua pada sesi ke-68 Majelis Umum PBB pada September 2013.

Kepolisian Papua menyampaikan larangan berdemonstrasi pada 11 September, menolak pemberitahuan dari Komite Nasional Papua Barat/KNPB yang bermaksud untuk mengadakan demonstrasi di beberapa kota pada 16 September. Dilaporkan, hal ini dikarenakan logo KNPB yang digunakan dalam surat pemberitahuan berisi simbol dari bendera Bintang Kejora Papua. Sumber-sumber di lapangan dan situs-situs baru melaporkan bahwa gas air mata digunakan untuk membubarkan demonstrasi di Waena, Jayapura.

Sentani

Berdasarkan laporan yang komprehensif dari pemantau HAM setempat, terdapat dua peristiwa terpisah di Sentani, Jayapura yang melahirkan penangkapan terhadap 29 orang. Seorang aktivis KNPB yang dikutip dalam laporan menyatakan bahwa pada pukul 7.00 WITA, 9 orang demonstran yang terdiri dari 4 orang aktivis KNPB dan 5 orang masyarakat sipil ditangkap di Sentani Sektor Toladan oleh kepolisian dari Polsek Sentani. Aktivis setempat lainnya melaporkan bahwa polisi melakukan taktik intimidasi kepada para demonstran yang melakukan aksi damai dan menghalangi para demonstran di beberapa tempat untuk membubarkan demonstrasi. Sebanyak 9 orang yang ditangkap ditahan di Polsek Sentani sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuntutan beberapa jam kemudian.

Pada penangkapan yang terpisah di Sentani Sektor Gunung Merah, Polres Jayapura menangkap 20 orang demonstran sekitar pukul 7.15 WITA. Para demonstran dipimpin oleh Ketua KNPB, Alen Halitopo, salah seorang dari 20 orang yang ditangkap. Sebuah artikel dalam situs KNPB menyatakan bahwa para demonstran ditangkap dan diperlakukan secara tidak manusiawi oleh polisi yang juga menyita barang-barang milik para demonstran. Mereka ditahan di Polres Jayapura selama lebih dari 1 jam sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuduhan.

Sumber KNPB juga menyatakan bahwa polisi di sektor Prodadi membubarkan demonstrasi saat para demonstran menuju Pasar Lama di Sentani. Polisi menyita megafon, bendera dan spanduk KNPB.

Waena

Kami menerima laporan atas dua peristiwa penangkapan di Waena dimana 10 orang ditahan sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuduhan. Laporan komprehensif menyebutkan rincian informasi atas penangkapan tiga orang aktivis KNPB – Agus Kosay, Ucak Logo dan Jon Komba – sekitar pukul 7.00 WITA di depan kampus Universitas Cendrawasih dimana orasi dilakukan sebagai bagian dari demonstrasi. Mereka dibebaskan tanpa tuduhan oleh polisi dari Polres Papua, lima jam kemudian.

Majalah berita online di Papua, Majalah Selangkah melaporkan putaran kedua penangkapan pada pukul 9.00 WITA, dimana gabungan gugus tugas TNI dan Polri menangkap 7 orang aktivis KNPB – Warius Warpo Wetipo, Henny Rumkorem, Uum Himan, Anton Gobay, Yas Wenda, Yufri Wenda dan Rinal Wenda. Polisi diduga memukul para aktivis dalam proses penangkapan dan menyita brosur-brosur dan spanduk-spanduk. Para demonstran diduga berupaya untuk melakukan negosiasi dengan aparat keamanan yang menghalangi jalan, sebelum dipaksa untuk dibubarkan. Sumber di lapangan dan laporan berita menyampaikan bahwa polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan para demonstran di Waena. Kapolres Jayapura, Kiki Kurnia, menyampaikan kepada Tabloid Jubi bahwa sebelum menggunakan gas air mata, aparat keamanan memberikan waktu lima menit kepada para demonstran untuk membubarkan diri sebagai tanda tidak diberi “izin” untuk terus berdemonstrasi oleh otoritas penegak hukum.

Taman Imbi, Jayapura

Berdasarkan artikel yang sama di Majalah Selangkah, 14 orang aktivis KNPB ditangkap di Taman Imbi, Jayapura sebelum mereka menyampaikan orasi yang direncanakan disana. Mereka dibebaskan tanpa tuduhan pada 11.40 WITA setelah ditahan di Polres Jayapura selama 4 jam.

Sorong

Laporan yang disebutkan di atas juga memberikan rincian terhadap dua penangkapan terpisah di Sorong, dimana sebanyak 27 orang telah ditangkap sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuduhan. Sekitar pukul 9 WITA, Polres Sorong menangkap 20 orang, sebagian besar adalah aktivis KNPB. Ketua KNPB Sorong, Martinus Yohami memimpin barisan menuju Toko Tio. Polisi diduga menghentikan para demonstran dan menangkap saat mereka membentangkan spanduk yang menyatakan “Indonesia Buka Ruang Demokrasi  di Papua, Hentikan Kekerasan.” Sebanyak 20 orang ditangkap dan ditahan selama enam jam di Polres Sorong sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuduhan. Penangkapan lainnya dilakukan di depan Mesjid King di kota Sorong, dimana tujuh orang ditangkap dan ditahan di Polres Sorong. Mereka dibebaskan pada saat yang sama dengan 20 orang lainnya.

Nabire

Aktivis setempat melaporkan penangkapan kepada 14 orang aktivis KNPB di Nabire oleh gabungan TNI dan Polri pada demonstrasi pada 16 September. Mereka dilaporkan dipukul dalam proses penangkapan, sementara 5 orang aktivis  – Otto Kudiai, Yafet Keiya, Anipa Pigai, Agustina and Yulianus Nawipa – mengalami pemukulan yang keras yang menyebabkan luka serius. Perangkat yang digunakan dalam demonstrasi juga disita. Karena desakan dari Kepala DPRD Meepago, Habel Nawipa, 14 orang aktivis tersebut dibebaskan tanpa tuduhan dari kantor Polres Nabire.

Di Timika, aktivis setempat melaporkan bahwa Polres Mimika menggunakan taktik intimidasi dalam menghadapi para demonstran. Peringatan Hari Demokrasi Internasional juga dilaksanakan di Dogiyai, Yahukimo, Merauke, Timika, Manokwari dan Biak, meskipun tidak ada penangkapan yang dilaporkan pada wilayah ini.

Berkas para aktivis yang ditangkap di Pulau Biak dan Yapen dalam kaitannya dengan rencana prosesi menyambut air suci dan abu Aborigin oleh Freedom Flotilla

Berdasarkan laporan-laporan dari sumber HAM di Papua, empat orang aktivis telah ditahan dan dibebaskan di Biak, sementara Edison Kendi dan Demianus Burumi ditangkap dan kemudian dibebaskan di Yapen saat polisi bermaksud untuk menghambat prosesi di kedua pulau tersebut. Proses tersebut direncanakan – pada 20 September di Biak dan 26 September di Yapen – untuk menyambut air suci dan abu yang disampaikan secara terpublikasi oleh Freedom Flotilla dari para pemimpin Aborigin di Australia.

Pulau Biak

Sebuah laporan diterima melalui email dan artikel yang diposting dalam situs Freedom Flotilla mendeskripsikan penangkapan kepada 4 orang pimpinan komunitas di Biak pada 18 September. Empat orang – Piet Hein Manggaprouw, Klemens Rumsarwir, Yoris Berotabui and Yan Piet Mandibodibo – telah tiba di Polres Biak Numfor untuk meminta konfirmasi atas pemberitahuan untuk demonstrasi yang telah disampaikan dua hari sebelumnya, pada 16 September. Pada saat kedatangan di kantor polisi mereka diinterogasi selama 17 jam di dua ruang yang berbeda.

Selama interogasi, mereka diancam dengan dakwaan makar karena surat pemberitahuan yang disampaikan menggunakan logo yang mengandung simbol gerakan pro kemerdekaan dari Negara Republik Federal Papua Barat (NRFB). Sepanjang interogasi, empat orang laki-laki tersebut dilarang untuk makan dan berkomunikasi dengan keluarga. Telepon genggam mereka juga disita. Sekitar pukul 2.00 WITA pada 19 September, mereka diantarkan pulang oleh truk polisi yang dijaga oleh tiga orang petugas polisi berseragam lengkap dan satu orang polisi berpakaian preman. Pada pagi pukul 11.00 WITA, mereka kembali dibawa dan diinterogasi di Polres Biak Numfor sebelum akhirnya dibebaskan 12 jam kemudian, pada pukul 23.00 WITA. Polisi diduga menginstruksikan kepada mereka untuk membatalkan seluruh rencana untuk prosesi dan memberitahu mereka bahwa mereka harus lapor diri ke polisi setiap 24 jam.

Meskipun dihadiri oleh anggota Polri dan TNI dalam jumlah yang banyak, prosesi tersebut tetap dilaksanakan pada 20 September. Pada hari itu, dalam perjalanan untuk lapor diri di Polres Biak Numfor, Piet Hein Manggaprouw dan Yoris Berotabui dihentikan oleh beberapa petugas intelejen dan dipaksa untuk memasuki kendaraan. Ketika mengamati prosesi dari dalam kendaraan, petugas intelijen diduga memaksa keduanya untuk mengidentifikasi aktivis NFRPB dalam prosesi. Mereka kemudian pergi ke bandara di mana mereka dipaksa untuk mengidentifikasi Dr Frans Kapisa, yang telah terbang ke Biak untuk memberikan air suci dan abu.

Petugas intelejen dilaporkan berkomunikasi dengan otoritas polisi lainnya melalui walkie talkie dalam kemungkinan rencana untuk menembak Kapisa pada saat kedatangannya dan menembak pimpinan aktivis lain yang terlibat pada prosesi untuk menyambut air suci dan abu. Di antara para aktivis yang disebutkan, terdapat Edison Kendi, Markus Yenu dan Marthinus Wandamani. Para petugas juga dilaporkan melakukan diskusi strategis untuk memaksa pembubaran demonstrasi, termasuk memukul atau menembak para demonstran yang tidak tunduk pada perintah.

Kami memahami bahwa keempat tokoh masyarakat tersebut belum didakwa dan sekarang tidak melapor ke polisi.

Kepulauan Yapen

Pada 25 September, sekitar pukul 17.00 WITA, dilaporkan bahwa Polres Yapen mengumumkan melalui radio nasional Indonesia yang menginstruksikan masyarakat untuk tidak menghadiri rencana prosesi pada 26 September. Malamnya, sekitar pukul 23.00 WITA, sebanyak 20 orang polisi berpakaian preman dan 2 aparat Kopasus TNI, sebagian diantaranya membawa senjata M-16 dan pistol, tiba di kediaman Edison Kendi di Serui, Kepulauan Yapen untuk menangkapnya. Dilaporkan bahwa ia ditahan karena keterlibatannya pada prosesi 26 September. Polisi diduga menyatakan bahwa berdasarkan UU tentang Organisasi Massa, persetujuan untuk berdemonstrasi tidak akan diberikan kepada kelompok-kelompok yang tidak terdaftar di Departemen Kesbangpol (Kesatuan Bangsa Dan Politik), sebuah badan dalam Kementerian Dalam Negeri (Depdagri). Penangkapan dipimpin oleh Kasat Reskrim Polres Yapen. Kendi menjalani proses penyelidikan di Polres Yapen. Setelah penangkapannya pada pukul 22.10 WITA, dua buah truk polisi tiba di kediaman Kendi dan dilaporkan menggeledah rumahnya untuk mencari dokumen yang berkaitan dengan aktivitas pro kemerdekaan.

Hari selanjutnya, pada 26 September, sekitar pukul 7.25 WITA Polres Yapen menangkap Demianus Burumi pada saat perjalanannya menuju bandara Serui untuk menyambut Dr. Frans Kapisa yang datang dari pulau Biak, membawa air suci dan abu.

Informasi terakhir mengindikasi bahwa Kendi dan Burumi telah dibebaskan dari tahanan.

Sebuah laporan dari pemantau HAM menyatakan bahwa pada saat prosesi di desa Mantebu pada 26 September telah dibubarkan secara paksa sekitar pukul 11.30 WITA oleh gabungan tugas TNI dan Polres Yapen. Polisi berusaha untuk menangkap Kapisa dan Markus Yenu tetapi kerumunan massa membuat mereka bisa melarikan diri. Berdasarkan laporan tersebut, aparat keamanan masih menjaga desa Mantembu.

Sumber online Papua melaporkan bahwa polisi juga menargetkan aktivis Yapen lainnya untuk ditangkap, termasuk Tinus Wandamani, Yan Piet Maniambo, Hendrik Warmetan, Pieter Hiowati dan Heppi Daimboa. Sebagaimana dilaporkan pada Update Agustus, polisi menggunakan taktik serupa di Kota Sorong, ketika 4 orang pimpinan komunitas – Apolos Sewa, Yohanis Goram Gaman, Amandus Mirino and Samuel Klasjok – ditangkap setelah prosesi doa dan menyampaikan pernyataan kepada media tentang solidaritas kepada Freedom Flotilla. Empat orang ini diinstruksikan untuk lapor kepada polisi dan telah didakwa melakukan tindakan makar dan menghasut.

Pembebasan

Boas Gombo dibebaskan setelah mengalami penurunan kesehatan mental

Informasi dari sumber HAM setempat menyampaikan perhatian atas penurunan kesehatan mental Boas Gombo, yang dibebaskan bersyarat pada 27 September. Boas Gombo ditahan pada 28 Februari 2013 dan dihukum 9 bulan penjara di LP Abepura setelah dihukum berdasarkan pasal 66 UU No. 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Kesehatan mentalnya menurun drastis sejak 11 September 2013, dilaporkan karena pemukulan keras yang dialaminya, termasuk pukulan bertubi-tubi di kepalanya, saat penahanan di Polsek Muara Tami. Dilaporkan, ia tidak menerima perawatan medis yang memadai di LP Abepura dan hanya diberi obat penenang. Ia akan diminta untuk lapor diri kepada pihak berwenang selama dua bulan.

Dipenus Wenda dibebaskan setelah hampir sepuluh tahun ditahan di penjara

Pengacara HAM melaporkan pembebasan Dipenus Wenda pada 19 Agustus. Pembebasannya adalah bagian dari remisi hari kemerdekaan pada 17 Agustus. Wenda ditahan pada 28 Maret 2004 ketika menyebarkan leaflet untuk kampanye boikot pemilu. Ia menghabiskan 9 tahun dan 7 bulan di LP Wamena.

Pengadilan bernuansa politik dan penilaian tentang kasus

Aplikasi Pembebasan Bersyarat untuk kasus pembobolan gudang senjata di Wamena ditolak

Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) telah melaporkan bahwa aplikasi pembebasan bersyarat disampaikan oleh salah satu pengacara atas nama kelima tahanan dalam kasus pembobolan gudang senjata di Wamenatelah ditolak. Pihak berwenang di Dirjen Pas (Direktor Jenderal Permasyarakatan) dilaporkan menyatakan bahwa aplikasi pembebasan bersyarat tidak diterima meskipun desakan pengacara bahwa ia telah diajukan tahun lalu. Ketika meminta klarifikasi, pihak berwenang di Dirjen Pas menjelaskan bahwa aplikasi yang lengkap diperlukan untuk hal tersebut untuk dipertimbangkan. Ini berarti bahwa dua dokumen harus diserahkan – Surat Jaminan dan Pernyataan Kesetiaan kepada Republik Indonesia –  karena lima tahanan didakwa dengan makar. Kelima para tahanan menolak menandatangani Pernyataan Kesetiaan, dan karena ini aplikasi mereka untuk pembebasan bersyarat didiskualifikasi. Aplikasi pembebasan bersyarat melalui berbagai tahap pertimbangan, mulai dari penguasa di LP ke Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia di Papua dan akhirnya ke Dirjen Pas.

Kelima tahanan – Apotnalogolik Lokobal, Kimanus Wenda, Linus Hiel Hiluka, Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen – didakwa dengan makar berdasarkan Pasal 106 KUHP Indonesia. Mereka ditangkap pada bulan April / Mei 2003, dalam operasi sweeping oleh militer di mana sembilan orang dibunuh dan 38 disiksa.

Tahanan pengibaran bendera di Yalengga meminta remisi

ALDP telah melaporkan bahwa empat orang dalam kasus pengibaran bendera di Yalengga – Meki Elosak, Wiki Meaga, Oskar Hilago dan Obed Kosay – meminta untuk remisi sebagai bagian kesepakatan remisi Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus. Ketika penyelidikan dibuat atas situasi mereka, otoritas LP Wamena dilaporkan menyatakan bahwa keempatnya akan menerima remisi dari Dirjen Pas. Pengaturan ini karena itu bukan bagian dari remisi 17 Agustus yang malah dikelola oleh Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia di Papua. Pengacara untuk empat pria tersebut juga akan mengajukan grasi. Keempat pria terus ditahan di LP Wamena.

Kekhawatiran tentang kesehatan mental tahanan 1 Mei

Informasi yang diterima dari sumber HAM di Papua melaporkan kekhawatiran tentang Yohanes Boseren di kasus 1 Mei di Biak dan Obeth Kamesrar di kasus 1 Mei di Aimas. Kedua orang itu ditangkap tahun ini sehubungan dengan kegiatan damai memperingati 1 Mei menandakan 50 tahun sejak transfer administrasi Papua ke Indonesia. Borseren dipukuli pada saat penangkapan, dan menerima beberapa pukulan keras ke kepala. Obeth Kamesrar, seorang tahanan tua berusia 68 tahun, dilaporkan sentiasa diam sejak penangkapan dan tampaknya menderita trauma.

Kasus yang menjadi perhatian

Warga sipil ditahan sewenang-wenang dan disiksa oleh polisi Waena

Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) Bagian Gereja Kingmi di Tanah Papua (GKI-TP) telah melaporkan penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan terhadap seorang warga sipil di Waena. Pada tanggal 26 September, Nahor Stefanus Yalak ditangkap oleh polisi Waena diduga karena mendapat panggilan dari warga atas teriakan yang terlalu bising di daerah tersebut. Pada 19.00, polisi membawa Yalak ke pos polisi terdekat di mana dia disiksa. Yalak dilaporkan dipaksa untuk berbaring di lantai dengan tangan terikat sementara polisi yang memakai sepatu bot yang berat menginjak tangannya, dan menendang dan memukulinya di punggung tangan, wajah, punggung, paha dan lutut. Dia juga dicambuk di bagian belakang dengan kabel tebal. Seorang anggota polisi juga dilaporkan merobek sebuah kalung salib dari leher Yalak itu. Satu jam kemudian, dia dibawa ke Polsek Abepura di mana ia ditahan semalam sebelum dibebaskan pada pukul 07.30 pada pagi berikutnya. Yalak menderita luka serius dan memiliki kesulitan berjalan.

Laporan KontraS Papua mengungkapkan keprihatinan tentang perawatan medis yang tidak memadai dan kondisi kehidupan di penjara Abepura

Sebuah laporan yang diterima dari organisasi HAM, KontraS Papua, tentang kunjungan mereka ke LP Abepura pada bulan Agustus telah mengungkapkan kekhawatiran serius tentang kesehatan medis yang tidak memadai dan kondisi kehidupan di LP Abepura. Jefrai Murib, dilaporkan dalam update Juli sebagai membutuhkan perawatan segera untuk stroke yang dialami, sudah mulai pulih dari penyakitnya dengan perlahan meskipun dia menerima perawatan medis yang tidak memadai. Dia sekarang dapat bergerak tangannya dan mendapatkan kembali rasa sentuhan. Otoritas LP masih tidak mematuhi rekomendasi mengenai jumlah kunjungan ke rumah sakit yang diperlukan. Laporan KontraS Papua menyatakan bahwa otoritas LP sering mengutip alasan kurangnya transportasi, staf atau waktu untuk menunda pengiriman Murib ke rumah sakit.

Laporan ini juga mengungkapkan masalah lain, termasuk kekurangan makanan bergizi di LP, kurangnya alas tidur dan air bersih, dan fasilitas toilet yang rusak. Tahanan seringkali dipaksa mengangkat air dari tangki apabila pipa kamar mandi berhenti bekerja. Ferdinand Pakage, yang menderita sakit kepala yang parah, dilaporkan tidak dapat mengangkat barang-barang berat karena kondisi ini dan sering mengalami sakit kepala keras jika dipaksa untuk melakukannya. Laporan tersebut menyatakan bahwa Pakage diberi obat yang tidak memadai untuk mengobati sakit kepalanya yang tidak menyembuhkan dia dari rasa sakitnya. Menurut salah satu dokter di LP Abepura, sakit kepala Pakage disebabkan oleh urat tersumbat dan pengobatan lebih lanjut harus diberikan. Namun ketika staf KontraS Papua meminta rincian lebih lanjut, staf Abepura lain tidak mengetahui adanya rencana untuk mencari perawatan medis lebih lanjut untuk Pakage. Kondisi Filep Karma, yang telah menderita efek dari penyakit jantung, dilaporkan telah membaik.

Polisi menggrebek kediaman mantan tahanan politik Buchtar Tabuni

Majalah Selangkah melaporkan penggerebekan di kediaman Buchtar Tabuni di Jayapura oleh sebuah gabungan aparat polisi dan militer pada tanggal 26 September. Penggerebekan itu dipimpin oleh Kepala Polres Jayapura, Alfret Papare, Komisaris Kepala Polisi, Kiki Kurnia, dan Kepala Polsek Abepura, dibantu oleh Infanteri dari Komando Daerah Militer. Aparat keamanan dilaporkan tiba dengan empat kendaraan dan bersenjata lengkap. Mereka menggeledah seluruh rumah, mencari Buchtar Tabuni. Beberapa aktivis KNPB yang datang ke tempat kejadian mencari jawaban atas mengapa rumah itu sedang diserbu, tetapi mereka menerima ancaman dari aparat keamanan. Mereka meninggal pada pukul 16.00 dan menuju ke kota Jayapura. Rupanya, tidak ada alasan yang diberikan mengapa mereka melakukan serangan itu.

Berita

16 tahanan politik di LP Abepura menandatangani surat dukungan dalam menanggapi pernyataan Vanuatu di Majelis Umum PBB tentang hak asasi manusia di Papua

Pada tanggal 28 September 2013, Perdana Menteri Republik Vanuatu, Moana Kalosil Karkas, meminta PBB untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat dan status politik wilayah Papua. 16 tahanan politik di penjara Abepura menandatangani surat dukungan untuk pernyataan ini dan menyatakan terima kasih mereka kepada Perdana Menteri dan Republik Vanuatu atas komitmen dan konsistensi mereka dalam mendukung perjuangan Papua Barat.

Tahanan politik Papua bulan September 2013

  Tahanan Tanggal Penahan Dakwaan Hukuman Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/Penjara
1 Victor Yeimo 13 Mei 2013 160 3 tahun  (dijatuhkan pada 2009) Demo tahun 2009; Demo 13 Mei di Jayapura Tidak Ya Abepura
2 Astro Kaaba 3 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Sidang tertunda Polres Serui
3 Hans Arrongear Tidak diketahui Makar Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Sidang tertunda Polres Serui
4 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
5 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
6 Yohanes Boseren 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
7 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
8 George Syors Simyapen 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
9 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
10 Domi Mom 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
11 Alfisu Wamang 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
12 Musa Elas 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
13 Eminus Waker 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
14 Yacob Onawame 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
15 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
16 Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
17 Obaja Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
18 Antonius Safuf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
19 Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
20 Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
21 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei; dituduh TPN/OPM Tidak Ya Polres Sorong
22 Yahya Bonay 27 April 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Sidang tertunda Tahanan polres Serui
23 Atis Rambo Wenda 4 April 2013 170 10 bulan Dituduh pidana kekerasan Ya Ya Abepura
24 Yogor Telenggen 10 Maret 2013 340, 338, 170, 251, UU Darurat 12/1951 Menunggu sidang Penembakan Pirime tahun 2012 Ya Ya Polda Papua
25 Isak Demetouw(alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Dituduh TPN/OPM Tidak Sidang tertunda Sarmi
26 Daniel Norotouw 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Dituduh TPN/OPM Tidak Sidang tertunda Sarmi
27 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Dituduh TPN/OPM Tidak Sidang tertunda Sarmi
28 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Dituduh TPN/OPM Tidak Sidang tertunda Sarmi
29 Andinus Karoba 10 Oktober 2012 365(2), UU 8/1981 Hukum Acara Pidana 1 tahun 10 bulan Aktivis Demak dituduh pencurian Ya Ya Abepura
30 Yan Piet Maniamboy 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ya Serui
31 Edison Kendi 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ya Serui
32 Jefri Wdanikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Dituduh pidana kekerasan di Wamena Ya Ya Abepura
33 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2.5 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
34 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
35 Bastian Mansoben 21 Oktober 2012 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus bahan peledak di Biak Possession of explosives Tidak Biak
36 Forkorus Yaboisembut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
37 Edison Waromi 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
38 Dominikus Surabut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
39 August Kraar 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
40 Selphius Bobii 20 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
41 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
42 Oskar Hilago 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
43 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
44 Obed Kosay 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
45 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
46 George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
47 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
48 Ferdindan Pakage 16 Maret 2006 214 15 tahun Kasus Abepura tahun 2006 Ya Ya Abepura
49 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Life Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
50 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
51 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
52 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Life Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
53 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu proyek tentang tahanan politik di Papua Barat.

Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

(English) Maikel Gombo

Maikel Gombo (20), Yermin Gombo (19), Urbanus Juka (26), Timinus Wenda (24) and Elly Dolame (20) were arrested on 21 August 2019 when they came out of their hiding in the forest a few hours after the unrest. The first three were accused of destroying the local legislative building, (DPRD Dewan Perwakilan Daerah) while the last two were accused of destroying a national anti-narcotics agency building (Badan Narkotika Nasional). They were all charged with Article 170 on collective violence against persons or objects of the Criminal Code. They were released because there was not enough evidence and the maximum period permitted under law to detain them had been exceeded.

Share

Othen Gombo

Ma\’af, halaman ini belum tersedia dalam Bahasa Indonesia.

Share

(English) Yermin Gombo

Yermin Gombo (19), Urbanus Juka (26), Timinus Wenda (24), Elly Dolame (20), and Maikel Gombo (20) were arrested on 21 August 2019 when they came out of their hiding in the forest a few hours after the unrest. The first three were accused of destroying the local legislative building, (DPRD Dewan Perwakilan Daerah) while the last two were accused of destroying a national anti-narcotics agency building (Badan Narkotika Nasional). They were all charged with Article 170 on collective violence against persons or objects of the Criminal Code. They were released because there was not enough evidence and the maximum period permitted under law to detain them had been exceeded.

Share

Orang Papua di Balik Jeruji: April 2013

Ringkasan

Pada akhir April 2013, setidaknya terdapat 40 orang tahanan politik di penjara. Sepanjang April, dilaporkan 9 orang mengalami penangkapan, termasuk penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan terhadap masyarakat oleh polisi. Peristiwa ini banyak terjadi di wilayah Puncak Jaya, dimana pelecehan dan intimidasi berlangsung secara meluas setelah penembakan di bulan Februari. Terdapat penangkapan bernuansa politik di pulau Yapen Tambrauw dan di perbatasan Papua Nugini.

Markus Yenu dilepaskan tanpa tuntutan pada Maret 2013. Kasus Perayaan Masyarakat Adat Yapen, Kasus makar dan peledakan Timika serta kasus amunisi di Abepura masih terus berlangsung. Putusan pengadilan terhadap kasus ‘kamp Serui’ sedang menjalani upaya banding, sedangkan putusan terhadap kasus demonstrasi dan pengibaran bendera 1 Mei 2012 telah dikuatkan oleh Pengadilan tinggi Jayapura dan tidak ada upaya banding yang diajukan. Pengadilan terhadap

Kasus Penyiksaan Depapre  telah dimulai bulan ini terhadap satu dari dua orang laki-laki yang dituduh.

Penangkapan

Penangkapan dan dugaan penyiksaan terhadap aktivitas nir-kekerasan di pulau Yapen dalam kaitannya dengan kematian polisi

Pada 27 April 2013, Yahya Bonay, aktivis dari Serui, pulau Yapen telah ditangkap dan diduga  disiksa oleh polisi Yapen. Sumber dari aktivis HAM lokal melaporkan bahwa  polisi telah menggerebek rumah Bonay di desa Paseni dan menyiksanya selama penangkapan, memukulinya serta menyeretnya keluar rumah. Saat ini Bonay ditahan di tahanan polisi dan dilaporkan polisi menolak kunjungan dari keluarga dan kawan-kawannya. Penangkapannya diduga berhubungan dengan serangan fatal  terhadap anggota polisi Jefri Sesa sebelumnya di hari yang sama. Sumber lokal menyebutkan bahwa Bonay diduga menghadapi penyiksaan di dalam tahanan. Pada saat penulisan laporan ini, belum jelas apakah dia sudah mendapatkan perwakilan hukum atau apa tuduhan yang diberikan padanya.

Aktivis di Tambrauw ditahan karena melaporkan pembunuhan masyarakat

Asian Human Rights Commission (AHRC) telah melaporkan penahanan sewenang-wenang dan intimidasi kepada dua orang aktivis pada 8 April, dimana mereka telah diambil dari rumahnya dan diinterogasi oleh Polsek Sausapor. Mereka ditangkap dalam hubungannya dengan laporan atas kematian penduduk desa di Kabupaten Tambrauw  sejak November 2012 hingga Maret 2013 karena tidak mendapatkan pelayanan medis atas berbagai penyakit, termasuk diare dan kekurangan gizi.

Yohanis diinterogasi berkenaan dengan penyelidikan yang dilakukan oleh ayahnya, aktivis lain dan dia sendiri tentang kematian di Kabupaten Tambraouw. Dua orang polisi menginterogasinya tentang organisasi di Papua yang diduga melawan pemerintah Indonesia dan nama organisasi dimana ia bekerja. Hans diinterogasi oleh empat orang polisi tak berseragam dan ditanya tentang penyelidikan yang dilaporkannya, pekerjaan aktivis lainnya dan jurnalis atau LSM yang menjadi jaringannya. Dia juga ditanyai tentang dana yang didapatnya untuk membiayai aktivitas ini. Di hari yang sama, baik Yohanis dan Hans dibebaskan tanpa tuduhan. Sebelumnya di bulan ini, Yohanis dan Hans Mambrasar dan aktivis lainnya menyelidiki kematian di Kabupaten Tambrauw yang diikuti oleh ancaman dan gangguan oleh polisi terhadap mereka.

Penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat di bawah tuduhan yang salah di wilayah Puncak Jaya

Pada 5 April 2013, aktivis HAM lokal melaporkan penangkapan sewenang-wenang di Puncak Jaya, Tolikara dan Paniai selama bulan Maret dan awal April. Pada Maret 2013, gabungan satuan tugas aparat tentara dan polisi menangkap 3 orang masyarakat di Pasar Lama, Mulia, Puncak Jaya  diduga untuk mengisi kuota jumlah penangkapan, sebagai bagian dari penumpasan bagi masyarakat sipil yang terus dianggap menyembunyikan aktivis pro kemerdekaan. Berdasarkan wawancara saksi dari aktivis HAM lokal, Nonggop Tabuni, Delemu Enumby dan Jelek Enembe ditangkap berdasarkan dugaan yang salah. Saat ini, tak banyak yang mengetahui dimana mereka ditahan dan apa tuduhan yang akan mereka hadapi. Pada saat penulisan laporan ini, tidak jelas apakah mereka mendapatkan pendampingan hukum.

Investigator lokal juga melaporkan penangkapan di Tolikara di bawah situasi yang sama atas tuduhan yang salah. Pada 1 April, Yosia Karoba, seorang petani telah ditangkap di depan sisi jalan kios oleh 4 orang aparat polisi Tolikara setelah gagal memperlihatkan KTP dan menyampaikan kepada polisi bahwa mereka dari Puncak Jaya. Saat ini ia ditahan di Polres Tolikoro dan keluarganya tidak mendapatkan informasi tentang alasan penangkapan, meskipun dilaporkan  adanya kekhawatiran atas keamanan dan bebas dari penyiksaan.

Laporan bersama dari Gereja Kingmi, GKI dan Baptis di Paniai mengungkapkan bahwa pada 6 Maret 2013, Silwanus Kudiay, seorang masyarakat sipil dari Paniai ditangkap oleh polisi ketika dia berada di kantor Pekerjaan Umum Paniai. Dia ditangkap setelah polisi melakukan pencarian melalui telepon genggam dan menemukan simbol Bintang Kejora dalam data teleponnya. Dia ditahan selama 4 malam di Polres Paniai sebelum dibebaskan.

Ketika penangkapan diduga terjadi pada bulan Maret, tempat-tempat itu saat ini berada di wilayah, atau dekat dengan operasi militer di Papua Barat. Sangat sulit dan beresiko bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi atau bagi pekerja HAM untuk menginvestigasi atau memverifikasi informasi. Kerentanan wartawan lokal dan nasional yang bekerja di wilayah itu diperburuk oleh pembatasan kepada wartawan internasional dan pekerja hak asasi manusia yang ingin masuk ke Papua Barat.

Seperti dilaporkan pada perkembangan bulan Maret, setelah penembakan Puncak Jaya di bulan Februari, terdapat peningkatan keberadaan aparat keamanan di wilayah Puncak Jaya. Sumber lokal melaporkan  penangkapan sewenang-wenang kepada masyarakat biasa dimana mereka menderita karena perlakuan yang tidak manusiawi atau penyiksaan dan kemudian dibebaskan tanpa tuduhan. Pada perkembangan di bulan Maret, ‘Orang di Balik Jeruji’ mendokumentasikan penangkapan dan pembebasan terhadap 11 orang masyarakat di Paniai, 9 orang diantaranya disiksa dan diperlakukan secara tidak manusiawi selama masa penahanan.

Pemuda ditangkap di perbatasan Indonesia – Papua Nugini karena insiden pelemparan bendera

Aktivis HAM lokal melaporkan bahwa seorang pemuda ditangkap pada 28 Februari 2013 karena menurunkan dan menginjak bendera Indonesia di imigrasi perbatasan Indonesia dan Papua Nugini, dan saat ini ditahan di LP Abepura. Boas Gombo dilaporkan menurunkan bendera, melemparnya ke tanah dan menginjak bendera tersebut sambil berteriak ‘Merdeka’ di kantor imigrasi. Ia pertama kali dibawa ke tahanan polisi sebelum diserahkan ke penuntut umum dan kemudian diserahkan ke LP Abepura, pada 8 April. Aktivis lokal melaporkan bahwa Gombo tidak mendapatkan akses bantuan hukum. Saat penulisan laporan ini, belum jelas tuduhan yang dihadapi.

Pembebasan

Markus Yenu dibebaskan

Berdasarkan informasi terkini yang didapatkan dari sumber lokal, Markus Yenu telah dibebaskan pada 6 March 2013, di hari yang sama saat ia ditangkap dan dituduh oleh polisi Manokwari melakukan makar dalam demonstrasi damai 17 Januari 2013. Polisi saat ini memutuskan untuk tidak melakukan upaya lebih lanjut terhadapnya, dimana sebelumnya mereka telah mengklaim memperoleh bukti yang cukup untuk membuktikan keterlibatan Yenu dalam tindakan memprovokasi pembakaran dan perusakan. Sumber aktivis HAM lokal melaporkan bahwa mereka memperbarui upaya untuk menangkap Yenu. Pada 29 April 2013, polisi Jayapura menggerebek asrama mahasiswa di Mamberamo, diduga dengan maksud untuk menangkap Yenu, tetapi tidak melakukan penangkapan karena kekurangan bukti yang memberatkan.

Kasus yang menjadi perhatian

Polisi menggeledah rumah aktivis HAM dalam pencarian pemimpin KNPB

Pada tanggal 3 April 2013, pasukan gabungan polisi berpakaian preman dilaporkan menggeledah rumah aktivis hak asasi manusia Iche Morip, anggota dari Pemudi Baptis Papua untuk mencari Danny Wenda, ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Polisi Jayapura tiba sekitar pukul 15.00 WIT ketika Morip, ibunya, adik berusia 9 tahun dan saudarinya berada di rumah, menyebabkan mereka panik dan trauma karena perilaku mereka yang dilaporkan agresif. Polisi menginterogasi ibu Iche Morip tentang keberadaan Danny Wenda dan ketika gagal memperolehi informasi, polisi mulai mencari seluruh rumah secara agresif. Morip mengatakan kepada situs berita independen Papua, Tabloid Jubi, bahwa seorang polisi menodong senjata dan keluarganya selama waktu penggeledahan. Setelah penggeledahan tersebut, polisi diduga mencari di rumah-rumah lain di kompleks sekitarnya , menendang pintu dan menginterogasi warga lain tentang Danny Wenda.

Tinjauan persidangan-persidangan dan kasus-kasus bernuansa politik

Sementara beberapa persidangan kasus bernuansa politik yang sedang berlangsung dilihat sebagai ‘semata-mata’ kasus politik, sementara persidangan lainnya dianggap melibatkan unsur-unsur kriminal dan juga elemen politik. Oleh karena kasus ini begitu rumit, Orang Papua di Balik Jeruji tidak dapat menentukan apakah para tersangka adalah tahanan politik sampai proses persidangan diketahui. Meskipun demikian, kami prihatin bahwa mereka memiliki resiko karena tidak menerima pendampingan hukum yang memadai atau mendapatkan persidangan yang wajar karena  disebabkan oleh persidangan yang jelas bersifat politis dan stigma yang melekat pada diri mereka.

Persidangan Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi dalam kasus Perayaan Hari Masyarakat Adat di Yapen berlangsung

Pada tanggal 9 April, saksi meberikan bukti di persidangan kasus Edison Kendi, Gubernur Wilayah Sireri dari Federasi Nasional Repulik Papua Barat dan Yan Piet Maniamboi, seorang aktivis yang terlibat dengan Otoritas Nasional Papua Barat, yang ditangkap pada 9 Agustus 2012 karena keterlibatan mereka dalam aksi damai memperingati Perayaan Hari Masyarakat Adat di pulau Yapen.

Menurut media Papua Barat, pengamat independen yang hadir pada sidang tersebut melaporkan, empat saksi mengatakan di pengadilan bahwa mereka mengalami penyiksaan oleh polisi Yapen dan dipaksa untuk mengakui di masa penahanan mereka. Jaksa Penuntut Umum Matius Matulesi diduga mengancam dua saksi yang memberi bukti tentang penganiayaan mereka saat di tahanan. Sementara persidangan pada tanggal 23 April dijadwalkan untuk mendatangkan dua saksi dari pihak polisi, namun dengan ketidakhadiran mereka, Jaksa Matulesi memanggil mantan tahanan politik Jon Nuntian, dan Jamal Omrik Manitori, yang saat ini diproses hukum untuk kasus Kamp TPN di Serui, sebagai saksi dalam sidang Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi. Sumber HAM setempat melaporkan bahwa Jamal Manitori telah menolak pemanggilan itu dan menampik untuk bersumpah untuk bersaksi. Upaya untuk mendapatkan tahanan politik untuk bersaksi terhadap satu sama lain sering dilaporkan di Papua. Dalam kasus demonstrasi Anti-Freeport di Abepura pada tahun 2006, polisi menyiksa para tahanan untuk memaksa mereka bersaksi satu sama lain apabila kurang mendapatkan saksi.

Keduanya Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi dilaporkan mengalami pemukulan saat penangkapan mereka dan tidak diberi akses makanan dalam penahanan. Kendi telah pernah bersaksi tentang penyiksaannya dan Maniamboi menderita dalam tahanan di kantor polisi Yapen dan di penjara Serui di mana mereka dipukuli secara parah dengan batang kayu dan tidak diberi akses perawatan medis untuk luka yang mereka derita. Kendi dilaporkan telah menyatakan bahwa permohonan yang telah diajukan berulang-ulang untuk pengobatan di luar penjara ditolak oleh Matulesi, sementara Berita Papua Barat melaporkan bahwa Matulesi juga diduga mencegah Kendi untuk menghadiri pemakaman ayahnya, hak dasar yang secara rutin diberikan kepada para tahanan Indonesia lain.

Pekerja HAM setempat melaporkan bahwa Edison Kendi belum diberikan ijin untuk mengunjungi istrinya yang menderita sakit HB dan anaknya yang sakit malaria. Menurut sebuah laporan baru yang diterbitkan oleh TAPOL, para istri dan anak-anak tahanan politik di Papua sering mengalami diskriminasi dan stigmatisasi, dan menghadapi kesulitan ekonomi saat pencari utama nafkah berada di balik jeruji.

Kasus makar dan bahan peledak Timika

Persidangan enam aktivis KNPB yang dituduh memiliki bahan peledak dilanjutkan pada tanggal 16 April 2013. Jaksa Penuntut Umum, Andita Rizkianto menuntut hukuman satu tahun penjara (dikurangi masa penahanan) untuk Steven Itlay, Romario Yatipai, Paulus Marsyom, Jack Womsiwor, Alfret Marsyom dan Yantho Awerkion. Sementara Jaksa Penuntut Umum sebelumnya telah menyatakan Itlay, Yatipai, Marsyom, Womsiwor dan Marsyom didakwa dengan UU Darurat No 12/1951. Tim pembela hukum telah melaporkan bahwa selama persidangan Rizkianto sebaliknya telah berpendapat untuk kelima aktivis untuk didakwa dengan Pasal 106 untuk makar, yang membawa hukuman penjara seumur hidup atau pidana maksimal 20 tahun. Pengacara mereka juga menyatakan bahwa Yantho Awerkion juga telah didakwa dengan Pasal 106, di samping UU Darurat No 12/1951 karena memiliki bahan peledak.

Dalam mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan, Jaksa menyatakan bahwa tindakan dari enam aktivis berpotensi mengganggu stabilitas negara tetapi bahwa mereka juga hanya berpartisipasi dalam demonstrasi damai di bawah perintah dari pimpinan KNPB. Para penasehat hukum menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang telah disajikan tidak menunjukkan makar dan bahwa kegiatan para aktivis adalah tindakan sah yang dilindungi oleh hukum. Gustaf Kawer, pengacara para aktivis, juga menyatakan bahwa selama persidangan tidak ada saksi mata mengkonfirmasikan kepemilikan Yantho Awerkion atas bahan peledak, sebagaimana dinyatakan dalam tuntutan oleh jaksa, tapi bahwa polisi telah memaksa Awerkion untuk mengakui kepemilikan tersebut. Kawer menambahkan bahwa bahan peledak muncul setelah penangkapan mereka ketika mereka berada di tahanan di kantor polisi Mimika, dan ini kemudian digunakan sebagai bukti untuk menuntut mereka. Selain itu, ia menyatakan bahwa enam terdakwa harus segera dibebaskan karena tidak ada bukti yang membuktikan kesalahan mereka.

Ivonia Tetjuari, seorang pengacara lain untuk para aktivis, berpendapat bahwa dakwaan terhadap kelima aktivis (kecuali Yantho Awerkion) yang beralih dari kepemelikan senjata tajam kepada makar, yang membawa hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun, adalah aneh. Tim pembela telah mengajukan banding pada tanggal 30 April, dengan permintaan keenamnya dibebaskan karena kurangnya bukti. Sidang berikutnya telah dijadwalkan untuk Mei 7, di mana jaksa akan menanggapi banding yang diajukan oleh pembela. Dari tahanan mereka di penjara Timika, keenam aktivis telah menyerukan dukungan internasional dan advokasi untuk kasus mereka.

Sidang berlanjut untuk kasus aminisi Abepura

Pada tanggal 16 April, persidangan untuk enam aktivis KNPB yang ditangkap pada 30 Oktober 2012 dalam kasus amunisi Abepura berlanjut di pengadilan negara Abepura. Denny Imanuel Hisage, Anike Kogoya (perempuan), Jhon Pekey, Rendy Wetapo, Jimmy Wea dan Oliken Giay didakwa dengan kepemilikan amunisi di bawah UU Darurat No 12/1951 dan Pasal 56 KUHP. Keenam aktivis diduga ditangkap di sebuah rumah sewa yang berisi amunisi. Para aktivis didampingi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia di Papua.

Semasa persidangan, Bripka Yahones Rumainus dipanggil untuk bersaksi dan ditanyai mengenai penangkapan enam aktivis. Deskripsi Rumainus dilaporkan tidak cocok dengan informasi yang diberikan dalam laporan penyelidikan polisi. Dia menyatakan bahwa ia sendiri tidak pernah melihat amunisi diambil dari rumah sewa di mana enam aktivis ditangkap dan bahwa dia hanya menerima informasi tentang kepemilikan amunisi dari foto dan apa yang didengar dari polisi. Denny Hisage memberitahu sumber media setempat bahwa dia dan lima aktivis lainnya tidak betermu dengan Tumainus pada saat penangkapan mereka dan menambahkan bahwa Polri tidak memiliki surat perintah penangkapan mereka dan memukuli mereka secara parah saat penangkapan itu.

Kasus Demonstrasi dan pengibaran bendera 1 Mei 2012

Peneliti HAM setempat telah melaporkan bahwa banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Jayapura atas nama Darius Kogoya dan Timur Wakerkwa, telah ditolak. Keduanya didakwa melakukan makar karena mengibarkan bendera Bintang Kejora pada demonstrasi pada tanggal 1 Mei 2012 yang meminta perlindungan HAM dan masing-masing dihukum dengan tiga dan dua setengah  tahun penjara. Pengacara mereka belum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Sidang kasus penyiksaan di Depapre bermulai untuk Matan Klembiap

Kedua orang yang ditangkap pada 15 Februari 2013 dikatakan punya hubungan dengan aktivis pro-kemerdekaan Terianus Satto dan Sebby Sambom, dan masih ditahan, menerima pendampingan hukum dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) atas permintaan dari keluarga mereka. Matan Klembiap dan Daniel Gobay didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No 12/1951 karena pemilikian senjata tajam. Ketujuh orang yang ditangkap diduga mengalami penyiksaan, intimidasi dan perlakuan yang merendahkan martabat selama penahanan mereka di Polres Jayapura. Cory Silpa, pengacara ALDP yang mendampingi keduanya, menyatakan pada 23 April bahwa Matan Klembiap telah dipindahkan ke penjara Abepura dan bahwa kasusnya telah dirujuk ke Jaksa Penuntut Umum.

Jaksa akan mengajukan banding terhadap putusan kasus kamp TPN di Serui

Seorang wakil dari Otoritas Nasional Papua Barat telah melaporkan bahwa Jamal Omrik Manitori, yang didakwa melakukan makar dalam kasus kamp latihan TPN di Serui telah dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Namun akan mengajukan banding Jaksa yang telah menuntut hukuman empat tahun penjara.

Berita

Larangan demonstrasi 1 Mei melanggar kebebasan berkespresi

Pada 25 April 2013, Kapolda Papua Tito Karnavian mengeluarkan pernyataan yang didukung oleh Gubernur Papua baru Lukas Enembe, melarang demonstrasi dalam rangka memperingati aneksasi Papua pada tanggal 1 Mei, sebuah tindakan represif yang  melanggar hak-hak dasar kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul yang dijamin dalam Konstitusi Indonesia. Terdapat laporan yang belum dikonfirmasi atas penggeledahan di asrama mahasiswa pada 30 April dan penangkapan sewenang-wenang serta penahanan aktivis di Timika. Orang Papua di Balik Jeruji akan memantau setiap penangkapan terkait dengan peringatan 1 Mei, dan memberikan laporan yang komprehensif pada Update kami yang berikutnya.

Dorongan global untuk mengatasi situasi tahanan politik di Papua

Setelah peluncuran website kami, Orang Papua di Balik Jeruji telah menerima banyak pesan dukungan dan solidaritas dari aktivis hak asasi manusia di sekitar dunia. Bulan ini telah melihat peningkatan dalam dukungan publik nasional dan internasional mendorong pemerintah Indonesia untuk membebaskan tahanan politik Papua. Aktivis Marni Gilbert dan Maire Leadbeater dari West Papua Action Auckland telah menyuarakan dukungan mereka untuk Orang Papua di Balik Jeruji dan berencana untuk membuat masalah ini menjadi kampanye prioritas. Stasiun radio di Auckland, 95Bfm juga telah mewawancarai Septer Manufandu, Direktur Jaringan Masyarakat Adat Papua, mengenai situasi para tahanan politik di Papua dan menyoroti hukuman berat diberikan kepada mereka yang ditahan hanya karena mengibarkan bendera Bintang Kejora. Pacific Media Watch telah menerbitkan sebuah wawancara mendalam dengan Paul Mambrasar menyusul peluncuran situs Orang Papua di Balik Jeruji. TAPOL juga telah merilis laporan baru, yang memberikan analisis situasi tahanan politik Papua, serta keluarga dan pengacara mereka, menampilkan wawancara dengan dan cerita dari orang-orang yang telah dipengaruhi karena penangkapan sewenang-wenang dan pelanggaran yang sedang berlangsung di Papua.

Kampanye baru “Bebaskan Tapol Papua Barat” yang dipimpin oleh mantan tapol Herman Wainggai, yang saat ini berbasis di Washington DC, bertingkat dalam momentum. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu Papua Barat dan memperoleh dukungan bagi pembebasan para tahanan politik. Nasional Papua Solidaritas – NAPAS – sebuah koalisi kelompok HAM dari Papua dan Indonesia, juga menyoroti nasib tahanan politik di Papua dalam workshop dan konferensi perdana mereka (lihat di bawah).

Lokakarya dan konferensi NAPAS menyoroti nasib tahanan politik dan keadaan kebebasan berekspresi di Papua

Nasional Papua Solidaritas (NAPAS) menyelenggarakan lokakarya dan konferensi pada tanggal 22-23 Maret, yang diadakan di Wahid Institute di Jakarta dan didukung oleh sekitar 30 organisasi dan individu dari Indonesia dan Papua termasuk Bersatu Untuk Kebenaran (BUK), Forum Kerja Sama (FOKER) LSM Papua, KontraS, serta Budi Hernawan, Socratez Sofyan Yoman dan lain-lain.

Aktivis hak asasi manusia berbicara pada acara tersebut, menyoroti  tantangan HAM yang banyak yang dihadapi Papua. Herman Katmo, seorang aktivis dari Gerakan Demokrasi untuk Papua berbicara tentang penyusutan ruang demokrasi di Papua dan peningkatan tindakan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi. Aktivis Usman Hamid menyoroti fakta bahwa tidak ada dasar hukum untuk penahanan tahanan politik dan bahwa amnesti atau pembebasan tahanan politik dijamin dalam Pasal 14 UUD 1945. Ia membahas bahwa sejarah Indonesia di mana amnesti presiden sudah diberikan menunjukkan bahwa bagi pemerintahan SBY tidak ada alasan untuk tidak membebaskan para tahanan politik yang ditahan karena mengekspresikan pandangan-pandangan politik mereka secara damai. Sylvana Yolanda dari Komnas Perempuan berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan di Papua dan membahas bahwa perlu ada perubahan dalam perspektif dan perilaku terhadap masalah di Papua, stigmatisasi aktivis Papua sebagai ‘separatis’ dan ‘makar,’ serta kebutuhan Negara dan masyarakat untuk melakukan dialog yang sejati dan tulus dalam bingkai budaya adat dan tradisi Papua.

Laporan lengkap dari konferensi dapat dibaca secara online. Konferensi ini menghasilkan sepuluh tujuan program yang membentuk mandat NAPAS, termasuk jaminan hak atas kebebasan berekspresi seperti tercantum dalam Konstitusi, mengadili pelaku pelanggaran HAM melalui mekanisme hukum nasional dan internasional dan pembebasan tanpa syarat politik tahanan di Papua sebagai salah satu fondasi untuk membangun dialog dan kepercayaan rakyat Papua.

‘Papua – Pulau Penjara’ opini yang menggambarkan situasi tahanan politik Papua

Seorang kontributor Orang Papua di Balik Jeruji telah menerbitkan sebuah laporan analisis berjudul “Papua – Pulau Penjara,” berfokus pada masalah mantan tahanan politik dan tahanan politik yang sekarang masih ditahan. Diantara beberapa masalah yang dibahas, laporan tersebut menganalisis yang masih berlanjut terhadap mantan tahanan politik, seperti Buchtar Tabuni dan Yusak Pakage, kurangnya akses pelayanan kesehatan yang tepat seperti yang dilihat dengan kasus arsenal senjata Wamena, situasi di Wamena, di mana sangat sulit memperoleh informasi yang akurat sangat sulit, dan penangkapan mengikuti pengibaran bendera bintang Kejora.

Para tahanan politik Edison Waromi dan Selpius Bobii mempublikasikan artikel sebelum Peringatan 1 Mei

Tahanan politik Edison Waromi, pengacara dan Presiden Eksekutif Otoritas Nasional Papua Barat telah menerbitkan sebuah artikel sebelum Peringatan 1 Mei yang menandai 50 tahun aneksasi Papua Barat, menyerukan untuk persatuan di antara orang Papua. Dia menyatakan bahwa deklarasi Federasi Republik Papua Barat dalam Kongres Papua Ketiga pada tanggal 19 Oktober 2011, yang menyebabkan penangkapannya bersama Forkorus Yaboisembut, Agustus Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Gat Wenda serta Selpius Bobii, memberi orang Papua posisi tawar yang diperlukan untuk diterima sebagai anggota Grup Pelopor Melanesia (Melanesia Spearhead Group, MSG). Menurutnya, hal ini akan memberikan Papua Barat akses kepada mekanisme regional Forum Kepulauan Pasifik (PIF) yang akan memberikan cara untuk membawa kasus Papua ke PBB. Selpius Bobii juga telah menerbitkan sebuah artikel memperingati tanggal 1 Mei, di mana ia meneliti sejarah, masalah hukum dan politik yang memutar aneksasi Indonesia atas Papua. Dia membahas diskriminasi dan penindasan yang dihadapi oleh rakyat Papua, dan menyerukan dukungan dan solidaritas internasional serta dialog damai yang akan mengakibatkan kemerdekaan Papua.

Dari penjara Abepura, Dominikus Surabut berbicara mengenai kondisi penjara yang tidak dapat diterima dan kebutuhan dasar hak-hak politik

Para tahanan politik, pembuat film dan penulis Dominikus Surabut berbicara dalam sebuah video pendek yang diproduksi oleh Papuan Voices Jayapura dan diterbitkan oleh Engage Media. Surabut menggambarkan kondisi akses perawatan medis yang tidak cukup yang dihadapi oleh para tahanan politik di penjara Abepura, dan menyoroti tanggung jawab negara untuk memenuhi kewajiban ini. Dia juga berbicara tentang kebutuhan dasar bagi adanya hak-hak politik, mengingatkan bahwa Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Pada bulan Oktober 2011, Surabut, bersama Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, August Kraar, Gat Wenda dan Selpius Bobii ditangkap karena keterlibatan mereka dengan Kongres Ketiga Rakyat Papua, dihukum melakukan makar dan masih berada dalam penahanan di penjara Abepura.

17 orang ditangkap di Maluku karena mengibarkan bendera Perancis dan penolakan mantan bendera GAM di Aceh menunjukkan dengan jelas hukum Indonesia terhadap separatisme

Pada tanggal 28 Maret 2013, 17 buruh tambang ditangkap di Pulau Buru, Ambon, Maluku, ketika polisi salah mengidentifikasi bendera Prancis yang diangkat oleh salah seorang dari mereka dalam mendukung tim nasional bola sepak Perancis sebagai bendera Republik Maluku Selatan (RMS), sebuah kelompok separatis yang terkenal. Para penambang ditahan selama satu malam dan dibebaskan hari berikutnya. Dalam perkembangan terpisah berkaitan dengan hukum Indonesia yang melarang bendera dan simbol organisasi yang tidak sah atau gerakan separatis,  pemerintah Indonesia telah menuntut pembatalan peraturan yang disahkan oleh badan legislatif Aceh yang menyatakan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah bendera dan lambang provinsi yang resmi. Sementara dialog antara kedua belah pihak berlanjut, batas tanggal 16 April untuk pembatalan peraturan tersebut diperpanjang selama 60 hari. Di bawah pemerintahan Megawati, terjadi situasi yang sama pada tahun 2000 di Papua, yang menyebabkan bentrokan kekerasan semasa penurunan bendera secara paksa di Wamena, sebuah peristiwa secara luas disebut sebagai ‘Wamena Berdarah.’ Sengketa sebelumnya karena simbol-simbol dan bendera separatis menyebabkan dugaan terjadinya penyiksaan terhadap 12 orang di Maluku yang ditemukan dalam kepemilikan bendera RMS pada tahun 2010 dan dugaan penyiksaan terhadap 22 aktivis pada tahun 2007 karena mengibarkan bendera RMS.

Di Papua sekurangnya tujuh orang sedang dalam tahanan karena mengibarkan atau bawa bendera Bintang Kejora. Filep Karma adalah korban paling terkenal mendapatkan hukuman represif Indonesia terhadap simbol-simbol separatis. Meki Elosak, Wiki Meage, Oskar Hilago dan Obed Kosay dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dalam kasus pengibaran bendera Yalengga tahun 2010, sementara Darius Kogoya dan Timur Wakerkwa dijatuhi hukuman masing-masing 3 dan 2,5 tahun masing-masing dalam kasus demonstrasi 1 Mei 2012 dan pengibaran bendera di Abepura.

Informasi tentang penangkapan Sarmi seperti yang dilaporkan dalam Update Maret 2013

Dalam Update Maret, Orang Papua di Balik Jeruji melaporkan penangkapan Isak Demetouw (alias Alex Makabori) dan Daniel Norotouw dari Jayapura, dan Niko Sasomar dan Sileman Teno dari Sarmi pada tanggal 3 Maret 2013. Informasi baru dari sumber HAM setempat menunjukkan bahwa tidak cukup informasi untuk mengkonfirmasi jika mereka dapat diklasifikasikan sebagai tahanan politik – sehingga keempatnya telah diambil dari daftar tahanan politik pada bulan April 2013. Namun, karena unsur politis kasus ini, kami akan terus melaporkan kemajuan persidangan ini dan pelanggaran yang mungkin terjadi. 

Tahanan politik Papua bulan April 2013

 

Tahanan Tanggal Penahanan Dakwaan Hukuman Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/Penjara
Yahya Bonay 27 April 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Tertunda Tahanan polres Serui
Yosia Karoba 1 April 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Polres Tolikara
Nonggop Tabuni 9 Maret 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Tidak diketahui
Delemu Enumby 9 Maret 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Tidak diketahui
Jelek Enembe 9 Maret 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Tidak diketahui
Boas Gombo 28 Februari 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Bendera Indonesia perbatasan dengan PNG Tidak Tertunda Abepura
Matan Klembiap 15 Februari 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/195112/1951 Dalam persidangan Afiliasi dengan Terianus Satto dan Sebby Sambom Tidak Ada Tahanan polisi, Jayapura
Daniel Gobay 15 Februari 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Afiliasi dengan Terianus Satto dan Sebby Sambom Tidak Ada Tahanan polisi, Jayapura
Alfret Marsyom 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Jack Wansior 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Yantho Awerkion 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Paulus Marsyom 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Romario Yatipai 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Stephen Itlay 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Yan Piet Maniamboy 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ada Serui
Edison Kendi 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ada Serui
Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera Tidak Tidak Abepura
Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera Tidak Tidak Abepura
Paulus Alua 21 Oktober 2012 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus bahan peledak di Biak Kepemilikan bahan peledak Ada Biak
Bastian Mansoben 21 Oktober 2012 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus bahan peledak di Biak Kepemilikan bahan peledak Tidak Biak
Forkorus Yaboisembut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
Edison Waromi 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
Dominikus Surabut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
August Kraar 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
Selphius Bobii 20 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 years Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ada Wamena
Oskar Hilago 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ada Wamena
Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ada Wamena
Obed Kosay 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ada Wamena
Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
Dipenus Wenda 28 Maret 2004 106 14 tahun Pemboikotan Pilkada Bokondini Tidak pasti Tidak Wamena
George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak deketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ada Abepura
Ferdinand Pakage 16 Maret 2006 214 15 tahun Kasus Abepura tahun 2006 Ya Ada Abepura
Luis Gede 16 Maret 2006 214 15 tahun Kasus Abepura tahun 2006 Ya Ada Abepura
Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Abepura
Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Nabire
Kimanus Wenda 12 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Nabire
Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Biak
Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu proyek tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

 

Share