Desember 2014: Paniai Berdarah: kebrutalan militer mengancam janji Jokowi untuk hak asasi manusia di Papua

Ringkasan

Pada akhir Desember 2014, setidaknya ada 55 tahanan politik di penjara Papua.

Enam orang Papua tewas dan sekurang-kurangnya 22 orang lain menderita luka-luka akibat penembakan membabi buta oleh aparat militer dan polisi pada tanggal 8 Desember 2014 di distrik Enarotali di Kabupaten Paniai. Aparat keamanan mengeluarkan tembakan ke arah kerumunan yang terdiri dari sekitar 800 demonstran damai yang melakukan tarian tradisional Papua Waita sebagai protes atas penyiksaan seorang anak berumur 13 tahun oleh anggota Tim Militer Khusus Satuan Batalyon 753 (Timsus 753) pada hari sebelumnya. Anggota militer Timsus 753 juga bertanggung jawab atas penyiksaan dua orang Papua yang didokumentasikan pada Mei 2010. Perlakuan brutal terhadap anak-anak oleh aparat keamanan Indonesia yang terjadi di ruang terbuka dan public seperti ini sangat mengkhawatirkan dan melambangkan budaya impunitas di Papua.

Tanpa melakukan investigasi yang teliti, independen dan adil, pejabat militer Indonesia memberi apa yang satu analis sebut sebagai “respon klasik” dengan mengalihkan tanggung jawab atas penembakan 8 Desember kepada Operasi Papua Merdeka (OPM).  Satu tanggapan lain, diabaikan oleh tokoh-tokoh pemimpin masyarakat Papua sebagai fabrikasi, Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) mengatakan kepada media Indonesia bahwa penembakan sudah ditangani dengan cara adat, dengan melakukan upacara bakar batu. Tanggapan-tanggapan ini mempertanyakan kemauan politik dari pemerintah Indonesia untuk mencari akuntabilitas dan transparansi atas apa yang sekarang telah dikenal sebagai ‘Paniai Berdarah.’

Meskipun Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa tim pencari fakta akan dibentuk, tapi tetap tidak diketahui apakah penyelidikan itu akan menjadi kerjasama yang terdiri dari tentara, polisi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM) , dan pemuka adat Papua, sesuai dengan rekomendasi dari Komnas HAM. Pentingnya penyelidikan bersama tersebut akan memastikan bahwa personil militer yang bertanggung jawab bisa dipertanyakan dan dimintai pertanggungjawaban. Analis politik dan hak asasi manusia menduga bahwa penembakan 8 Desember itu  mungkin dipicu oleh militer yang berani setelah pengumuman dukungan Jokowi terhadap komando daerah militer baru (Komando Daerah Militer, Kodam) di Papua. Pelanggaran-pelanggaran oleh militer Indonesia yang telah lama terjadi di Papua ini, diabadikan oleh budaya impunitas, menunjukkan bahwa rencana tersebut tidak sesuai dengan janji Jokowi sebelumnya untuk melindungi hak asasi manusia di Papua. Pada tanggal 27 Desember, puluhan demonstran-demonstran di Jayapura ditangkap karena memprotes rencana kunjungan Presiden Jokowi. Para demonstran-demonstran, bersama dengan kelompok masyarakat sipil Papua lainnya, menolak kunjungan Jokowi sebagai tanggapan terhadap Paniai Berdarah.

Dalam kasus yang lain di Puncak Illaga di Kabupaten Mimika bulan ini, sekurang-kurangnya 26 orang Papua ditangkap dan dianiaya, beberapa di antaranya disiksa. Kasus ini menggemakan tiga kasus lain yang dilaporkan pada tahun 2014: penangkapan di Nimbokrang pada bulan Agustus, penangkapan di Sasawa pada bulan Februari dan Yotefa Berdarah pada bulan Juli. Dalam kasus ini, aparat keamanan terus menargetkan warga sipil Papua dengan menggunakan kekuatan yang berlebihan dan penangkapan sembarangan dalam upaya untuk menghukum masyarakat asli Papua atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum dan kelompok criminal yang lain. Serangan balasan seperti itu menyoroti kurangnya perlindungan yang diberikan kepada masyarakat asli Papua terhadap kekerasan yang diperbuat oleh aparat keamanan negara Indonesia.

Salah satu tahanan dalam kasus Boikot Pilpres di Pisugi, Yosep Siep, telah dirawat di rumah sakit karena sakit yang dialami sebagai akibat penyiksaan yang dihadapi pada saat penangkapannya. Persidangan untuk kelima tahanan Pisugi telah berulang kali ditunda karena sulitnya memperoleh keterangan saksi saat pengadilan. Di Nabire, sepuluh anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dibebaskan setelah lebih dari satu bulan dalam penahanan, dilaporkan karena kurangnya bukti untuk membawa mereka ke pengadilan.

Penangkapan

Beberapa orang ditangkap karena berdemonstrasi menentang kunjungan Jokowi

Sumber berita Papua, Suara Papua, melaporkan bahwa pada tanggal 27 Desember 2014, puluhan para demonstran ditangkap oleh aparat keamanan karena berpartisipasi dalam demonstrasi long march untuk memprotes kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo ke Papua. Menurut seorang saksi, para demonstran memakai pakaian adat dan bertujuan untuk berjalan dari Jalan Sosial di Sentani ke Bandara Sentani. Saat perjalanan, mereka dihentikan oleh Militer Yonif 751 dan dilaporkan ditangkap oleh aparat militer dan polisi. Kemudian mereka ditahan di Polres Jayapura. Namun belum lagi jelas berapa jumlah demonstran yang ditangkap dan jika mereka saat ini masih berada dalam tahanan.

Puluhan ditangkap dan disiksa oleh aparat keamanan di Puncak Illaga

Informasi yang diterima oleh pekerja hak asasi manusia setempat melaporkan penangkapan paling tidak 26 orang Papua di Illaga di Puncak Jaya, Kabupaten Mimika setelah penembakan yang mengakibatkan kematian dua anggota Brigade Mobil (Brimob) oleh gerakan pro-kemerdekaan bersenjata Tentera Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Pada tanggal 3 Desember 2014, dua anggota Brimob ditembak di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRD,) di distrik Kago, kabupaten Mimika. Anggota TPNPB juga mengambil senapan serbu mereka. TPNPB telah mengeluarkan pernyataan yang menyatakan tanggung jawab atas serangan tersebut. Tidak lama setelah itu, apparat gabungan militer dan polisi menanggapi dengan melakukan operasi sweeping di daerah tersebut, dan membakar 15 rumah milik warga setempat, yang dilaporkan tidak terlibat dalam serangan terhadap dua anggota Brimob itu. Rumah yang dibakar termasuk 13 rumah honai tradisional dan rumah milik Kwarnus Murib, seorang bupati setempat. 24 orang yang ditangkap diduga menghadapi penganiayaan dan penyiksaan saat penangkapan. Salah satu tahanan, Pai Murib, dibebaskan dalam kondisi kritis setelah pemukulan berat ke perutnya. Murib dikirim ke rumah sakit umum di Puncak Jaya menyusul pembebasannya, dan hanya mampu berbicara dan makan setelah dua hari. Menurut kesaksian Murib, pada tanggal 3 Desember ia keluar mengumpulkan kayu di hutan untuk digunakan di rumah saat polisi, tanpa mempertanyakan dia, terus memukuli dan kemudian menahannya.

23 orang lainnya yang ditangkap adalah Baitem Murib, Rekules Murib, Patung Kulua, Munius Tabuni, Pliton Murib, Wisisi Murib, Elison Murib, Yomis Murib, Ketamius Telenggen, Daud Murib, Penggeri Murib, Tipen Tabuni, Kitenius Murib, Matius Murib, Malukni Murib, Delpi Kulua, Agus Magai, Isak Tabuni, Manus Waker, Yonar Telenggen, Donar Telenggen dan Yuh Mom. Menurut penyelidik hak asasi manusia, ke-23 mereka yang ditahan tidak terlibat dalam serangan terhadap dua anggota Brimob itu. Mereka saat ini ditahan di Polres Puncak Ilaga.

Pada tanggal 5 Desember, Mernus Murib dan Tomas Tabuni (anggota dari DPRD Puncak Ilaga) ditangkap di luar Bank Papua di Puncak Ilaga dan ditahan di Polres Puncak Ilaga. Mereka dilaporkan ditangkap sehubungan dengan serangan terhadap dua anggota Brimob tersebut. Belum lagi jelas jika kedua mereka terlibat dalam serangan itu.

Penyelidik hak asasi manusia melaporkan kekhawatiran atas keselamatan ke-25 tahanan itu, menyatakan bahwa mereka mungkin menghadapi risiko penyiksaan. Para tahanan saat ini tidak ada perwakilan hukum.

Pembebasan

Para aktivis KNPB Nabire dan Dogiyai dibebaskan

Pada tanggal 23 Desember, sepuluh aktivis KNPB dari Nabire dan Dogiyai yang ditangkap pada 19 November dibebaskan. Sadrak Kudiai, pemimpin KNPB Nabire, Agus Tebay, Derius Goo, Yafet Keiya, Hans Edoway dan Aleks Pigai dari Nabire, dan David Pigai, kepala KNPB Dogiyai, Enesa Anouw, Marsel Saul Edowai dan Agus Waine dari Dogiyai, sebelumnya didakwa makar dan penghasutan di bawah pasal 160, 106 dan 55 KUHP. Mereka ditangkap karena mengambil bagian dalam kegiatan peringatan merayakan ulang tahun ke-6 pembentukan KNPB. Majalah Selangkah melaporkan bahwa Kapolres Nabire, HR Situmeang menyatakan bahwa sepuluh anggota itu telah dibebaskan sebagai ‘hadiah’ Natal setelah permohonan dari pemimpin suku setempat dan penduduk desa. Salah satu para tahanan, Sadrak Kudiai, menantang pernyataan Situmeang itu, menyatakan sebaliknya bahwa mereka dibebaskan karena polisi tidak bisa menemukan bukti untuk memperpanjangkan penahanan mereka.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Yosep Siep dirawat di rumah sakit; sidang ditunda karena saksi tidak muncul dalam kasus Boikot Pemilihan di Pisugi

Salah satu tahanan dalam kasus Boikot Pemilihan di Pisugi, Yosep Siep, telah dirawat di rumah sakit untuk sakit dada dan telinga sebagai akibat penyiksaan yang dihadapi pada saat penangkapannya. Menurut pengacara, Siep juga tampaknya tidak mampu berkonsentrasi saat menjawab pertanyaan dan berada dalam kondisi stres yang luar biasa. Dia juga dilaporkan menderita penyakit tipus. Siep sebelumnya menerima perawatan medis, tetapi masih dipaksa menghadiri sidang meskipun dalam kondisi yang buruk. Namun, pengacara pembela meminta untuk Siep menerima perawatan intensif di rumah sakit sampai ia sembuh sepenuhnya. Sejak itu, sidang bagi Siep akan ditunda sampai ia sembuh sepenuhnya.

Persidangan juga telah ditunda untuk empat tahanan lainnya – Ibrahim Marian, Marsel Marian, Yance Walilo dan Yosasam Serabut – karena saksi tidak menunjukkan diri. Persidangan yang dijadwalkan untuk tanggal 3 dan 10 Desember ditunda karena saksi yang dipanggil untuk menyajikan kesaksian mereka gagal hadir. Saksi yang dipanggil termasuk masyarakat setempat dan anggota polisi. Menurut Jaksa Penuntut Umum, para masyarakat setempat sudah tidak tinggal di daerah itu lagi dan karena itu tidak dapat menghadiri persidangan, dan saksi polisi terlalu sibuk dengan kegiatan kepolisian untuk hadir.

Kasus yang menjadi perhatian

Enam tewas, 22 terluka dalam penembakan militer dan polisi di Paniai

Pada tanggal 8 Desember 2014, lima orang Papua ditembak oleh aparat militer dan polisi dan setidaknya 22 orang lainnya menderita luka di Enarotali, kabupaten Paniai. Seorang korban keenam meninggal di rumah sakit pada hari berikutnya. Aparat keamanan mulai menembak tanpa pandang bulu ke kerumunan orang Papua yang melakukan tarian tradisional adat memprotes penyiksaan dan penganiayaan tiga anak-anak oleh anggota militer pada hari sebelumnya.

Menurut laporan dari penyelidik HAM lokal dan media di Papua, pada malam 7 Desember, sekitar 20:20 waktu Papua, tiga anak-anak berusia 12-13 menghentikan kendaraan di Enarotali dan mendesak penghuninya untuk menyalakan lampu mereka supaya lebih aman karena gelap. Pukul 21:00, kendaraan yang sama disertai dengan kendaraan militer milik Tim Khusus Batalyon 753 (Timsus 753) tiba kembali ke tempat yang sama untuk mencari tiga anak itu. Anggota militer Timsus 753 memukuli Yulianus Yeimo, salah satu dari tiga anak-anak itu, dengan senapan popor dan menikamnya di kepala dan di tubuh, seperti yang didokumentasikan dalam sebuah laporan oleh Departemen Keadilan Dan Perdamaian Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua. Yeimo akhirnya berhasil melarikan diri dan lari dengan dua anak lainnya. Para anggota militer mengejar tiga anak itu dan melepaskan tembakan ke arah mereka. Akibatnya, salah satu anak, Jeri Gobai, dilaporkan menderita luka tembak di bahu kanannya.

Keesokan harinya, pada tanggal 8 Desember, sekitar 07:00, Kapolres Paniai tiba ke lokasi di mana Yeimo disiksa. Penduduk desa setempat menganggap mereka bertanggung jawab atas penyiksaan dan penganiayaan tiga anak itu, karena kendaraan yang mereka gunakan adalah sama dengan kenderaan yang digunakan pada malam sebelumnya, dan mulai melemparkan batu ke polisi. Setelah intervensi dari Bupati setempat, ketegangan mereda dan penduduk setempat berhenti tindakan mereka.

Pada sekitar 09:00, kerumunan yang terdiri dari sekitar 800 orang Papua berkumpul di lapangan Karel Bonay di depan Polres Enarotali dan Komando Rayon Militer (Koramil) untuk menuntut penjelasan atas kejadian malam sebelumnya. Para demonstran melakukan tarian waita, sebuah tarian tradisional Papua, dalam ekspresi keluhan mereka. Aparat militer dan polisi menanggapi dengan melepaskan tembakan ke arah kerumunan. Penyelidik hak asasi manusia di Paniai dan laporan berita menyatakan bahwa lima orang segera tewas di tempat; Alpius Youw, Yulian Yeimo dan Alpius Gobai (semua siswa SMA 17 tahun) dan Simon Degei (seorang siswa SMA 18 tahun). Abia Gobay (seorang siswa SMA 17 tahun) juga meninggal akibat luka tembak, namun tubuhnya ditemukan 400 meter dari lapangan Karel Bonay. Dilaporkan bahwa keluarganya membawa tubuhnya kembali ke rumah keluarga. Keesokan harinya, pada tanggal 9 Desember, Yulian Tobai, seorang satpam yang berumur 40 tahun meninggal karena luka-lukanya di rumah sakit, membuatnya korban keenam penembakan militer dan polisi. Sebuah laporan oleh organisasi gereja berbasis di Jayapura, Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, menyatakan bahwa setidaknya 22 orang lainnya mengalami luka terkait penembakan 8 Desember itu. Yang termuda di antara korban yang menderita luka ialah anak bernama Benny Yogi yang berumur 8 tahun, seorang anak siswa SD yang ditembak di tangannya.

Pada tanggal 11 Desember, Mayor Jenderal Fuad Basya, Kepala Pusat Informasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengatakan kepada media Indonesia tentang kemungkinan keterlibatan separatis dalam penembakan Desember 8. Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Darat, menyatakan bahwa penembakan itu dimulai oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari pegunungan sekeliling. Dr Otto Nur Abdullah, yang mengepalai tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyelidiki penembakan 8 Desember itu, menyatakan bahwa ini adalah mustahil karena gunung-gunung itu jauh. Dia menegaskan sebaliknya bahwa anggota militer dari Timsus 753 bertanggung jawab atas penembakan itu.

Pada tanggal 15 Desember, Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) mengatakan kepada media Indonesia bahwa ketika penyelidikan atas insiden ini sedang berlangsung, masyarakat setempat Papua sudah membuat kesepakatan dengan militer dan polisi sesuai dengan cara-cara adat dengan melakukan upacara adat bakar batu. Pemimpin gereja dan masyarakat setempat mengutuk pengumuman itu dan menyatakan bahwa memang tidak ada kesepakatan seperti itu dan pernyataan itu hanya meningkatkan kemarahan lebih lanjut di antara keluarga korban. Kepala Dewan Adat Papua (DAP) di Paniai, Jhon Gobay, mengatakan kepada Majalah Selangkah bahwa pernyataan seperti itu mewakili upaya sistematis oleh Negara Indonesia untuk menyembunyikan situasi dan untuk melepaskan diri dari mengambil tanggung jawab atas penembakan 8 Desember.

Komnas HAM telah meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan bersama yang terdiri dari tentara, polisi, tokoh-tokoh tradisional Papua dan Komnas HAM. Human Rights Watch Indonesia dan Imparsial juga meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan bersama, untuk memastikan bahwa penyidik dapat mempertanyakan aparat militer yang hadir saat kejadian. Human Rights Watch juga meminta pemerintah Indonesia untuk melindungi saksi yang hadir pada penembakan 8 Desember, mencatat bahwa laporan awal oleh Komnas HAM menunjukkan bahwa saksi “tidak mau bersaksi” karena kekhawatiran akan kemungkinan pembalasan. Sebuah artikel Suara Papua melaporkan bahwa masyarakat setempat mengalami trauma akibat penembakan dan bahwa hampir seminggu setelah peristiwa itu, kehadiran berat anggota aparat keamanan yang bersenjata masih bisa ditemukan di Enarotali.

Dalam menanggapi  penembakan 8 Desember, yang kini telah dikenal sebagai ‘Paniai Berdarah’, kelompok masyarakat sipil di Papua termasuk Forum Oikumenis Gereja-Gereja Papua dan kelompok mahasiswa Gempar-R menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap kunjungan hari Natal ke Jayapura oleh Presiden Jokowi yang direncanakan pada tanggal 27 Desember. Pada tanggal 27 Desember dalam pidato menangani kerumunan ratusan di Stadion Mandala di Kota Jayapura, Jokowi memecah kesunyian tentang penembakan 8 Desember, dan menyatakan bahwa ia ingin “kasus ini diselesaikan segera” dan bahwa “dengan membentuk fakta tim “ia berharap untuk” memperoleh informasi yang valid [tentang apa yang sebenarnya terjadi], serta menemukan akar masalah.”

Berita

Komnas HAM akan memantau kasus makar di Papua; kasus pembunuhan Theys Eluay mungkin dibuka kembali

Sebuah artikel di situs Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) melaporkan bahwa Komnas HAM akan mulai lebih memperhatikan pemantauan kasus makar di Papua. Dr Otto Nur Abdullah, yang memimpin tim Komnas HAM menyelidiki Paniai Berdarah, mencatat bahwa mereka berencana untuk memantau proses persidangan penuh dalam kasus yang melibatkan dakwaan makar. Komnas HAM juga berencana untuk melakukan sesi pleno untuk memeriksa kasus masa lalu, termasuk pembunuhan pemimpin Papua Theys Eluay, hilangnya sopir pribadi Eluay, Aristoteles Masoka, dan hilangnya 17 penumpang speedboat di Serui pada Maret 2009. Dr. Abdullah juga menyatakan kemungkinan membuka kembali kasus Theys Eluay untuk mencapai putusan tentang penculikannya.

Tahanan politik Papua bulan Desember 2014

  Tahanan politik Ditangkap Dakwaan Vonis Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/tempat ditahan
1 Areki Wanimbo 6 Agustus 2014 Pasal 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan wartawan Perancis di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polda Papua
2 Pendeta Ruten Wakerkwa 1 Agustus 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Penangkapan penyisiran militer Lanny Jaya 2014 Tidak jelas Tidak jelas Polres Lanny Jaya
3 Sudi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
4 Elius Elosak 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
5 Domi Wetipo 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
6 Agus Doga 14 Juli 2014 Tidak diketahui Dibawah Penyidikan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
7 Yosep Siep 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
8 Ibrahim Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
9 Marsel Marian 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena Tidak jelas Tidak jelas Polres Jayawijaya
10 Yance Walilo 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Menunggu persidangan Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
11 Yosasam Serabut 9 Juli 2014 Pasal 187, 164 Penyidikan polisi tertunda Boikot  Pilpres 2014 di Wamena TIdak jelas TIdak jelas Polres Jayawijaya
12 Alapia Yalak 4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
13 Ferdinandus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
14 Selestinus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
15 Lendeng Omu 21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
16 Jemi Yermias Kapanai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
17 Septinus Wonawoai 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
18 Rudi Otis Barangkea 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
19 Kornelius Woniana 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
20 Peneas Reri 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
21 Salmon Windesi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
22 Obeth Kayoi 1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
23 Yenite Morib 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
24 Tiragud Enumby 26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
25 Deber Enumby 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
26 Soleman Fonataba 13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
27 Edison Werimon 19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Biak
28 Piethein Manggaprouw 17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Persidangan bermula 6 Agustus Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Ditangguh, tida bisa keluar kota
29 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 7 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
30 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
31 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
32 George Syors Simyapen 1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
33 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
34 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
35 Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
36 Obaja Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
37 Antonius Saruf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
38 Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
39 Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
40 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
41 Isak Demetouw (alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
42 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
43 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
44 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
45 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2 tahun and 6 bulan Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
46 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
47 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
48 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
49 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
50 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
51 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
52 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
53 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
54 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
55 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org.

Share