Forkorus Yaboisembut

Forkorus Yaboisembut, lahir di tahun 1955, adalah ketua Dewan Adat Papua. Pada tanggal 7 Juli 2011, dia ikut berpartisipasi dalam penyusunan Deklarasi Perdamaian Papua, yang merupakan bagian dari ‘Dialog Jakarta–Papua’ yang difasilitasi oleh Dr Muridan Widjojo dan Dr Neles Tebay. Yaboisembut lalu ikut berpastisipasi dalam penyelenggaraan Kongres Rakyat Papua III pada Oktober 2011 dan memegang peran utama dalam kongres tersebut, yang berujung kepada penahanannya atas tuduhan makar.

Kongres Rakyat Papua III diadakan pada tanggal 17–19 Oktober 2011 dan dihadiri oleh lebih dari 4,000 peserta. Kongres ini berlangsung di Lapangan Zakeus milik misi katolik Padang Bulan yang terletak berdekatan dengan Ibukota propinsi, Jayapura. Bendera Bintang Kejora dikibarkan dalam acara tersebut. Menurut Asian Human Rights Commission (AHRC), sekitar 2,200 anggota TNI dan Brimob (Brigade Mobil) berada disekitar lokasi acara. Sedikitnya 100 anggota penjaga keamanan dilaporkan mengelilingi lokasi acara dengan mobil polisi, mobil-mobil berlapis baja dan senjata api, sedangkan peserta acara hadir tanpa bersenjata.

Sebagaimana dilaporkan oleh AHRC dan Jakarta Globe, pada tanggal 19 Oktober 2011 Bapak Yaboisembut terpilih sebagai Presiden Negara Federasi Papua Barat. Pada pukul 14:00 waktu setempat dia membacakan deklarasi politik tentang penentuan nasib sendiri untuk rakyat Papua. Juga dilaporkan dia menyatakan bahwa tujuan diadakannya Kongres tersebut bukan untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi untuk membicarakan hak-hak asasi masyarakat pribumi Papua.
Kongres berakhir setelah pendeklarasian tersebut dan para peserta mulai bubar dan kembali ke tempat masing-masing. Aparat keamanan mulai menembakkan senjata api diudara dan dilaporkan menggunakan gas air mata kepada para peserta yang hendak bubar sambil memukuli mereka. Kejadian ini meninggalkan lusinan orang terluka. Sekitar 300 peserta ditangkap dan dibawa ke tahanan dengan truk-truk aparat namun sebagian besar kemudian dibebaskan. Video rekaman acara tersebut, yang diterima oleh LSM Down to Earth dan Tapol, memastikan bahwa tidak sedikit tembakan dilepaskan aparat keamanan dan bahwa para peserta dipukuli.

Bapak Yaboisembut ditahan beserta empat anggota lain yang merencanakan Kongres tersebut; Edison Waromi, August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Gat Wenda. Pada tanggal 20 Oktober, Selpius Bobii, Ketua Kongres, menyerahkan diri kepada polisi. Gat Wenda dituduh dengan UU 12/1951 tentang senjata tajam, sedangkan kelima orang lain dituduh telah melakukan tindakan makar (Pasal 106 KUHP), konspirasi (pasal 110 KUHP), dan penghasutan untuk melawan pihak aparat dengan menggunakan kekerasan (Pasal 160 KUHP). Hingga hari ini mereka masih ditahan di Kantor Polisi Jayapura untuk menunggu sidang.

Gat Wenda disidangkan dan dihukum dengan lima bulan dipenjara. Dengan menilai bahwa lima bulan sudah habis sebelum siding, dia langsung dibebaskan. Sedangkan Forkorus Yaboisembut dan keempat terdakwa lain menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kelas I A Abepura sebanyak 13 kali, dimulai pada tanggal 30 Januari 2012. Pada tanggal 16 Maret 2012, kelima laki-laki diputuskan bersalah makar secara sah dan menyakinkan dengan hukuman penjara selama tiga tahun atau dua tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum(JPU). Tim Penasehat hukum dan JPU sama–sama telah menyatakan banding terhadap putusan tersebut pada tanggal 4 April ke Pengadilan Negeri 1 Jayapura dan akan diteruskan kepada Pengadilan Tinggi untuk diperiksa dari fakta–fakta persidangan. Pada tanggal 11 Mei 2012, pengajuan banding kelima tahanan politik ke Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura ditolak. Terkait penolakan tersebut, Penasehat Hukum (PH) Forkurus Cs akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada 24 Juli 2012, Mahkama Agung melalui Putusan MA No. 1029K/PD/2012 menolak permohonan kasasi dari pada pemohon kasasi/para terdakwa dalam kasus Kongres Rakyat Papua (KRP) III yakni Selpius Bobii, Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Dominikus Surabut dan August Magbrawen Sananay Kraar.

Kegiatan-kegiatan Bapak Yaboisembut sebagai ketua Dewa Adat Papua telah seringkali menjadi perhatian polisi setempat. Menurut laporan Human Rights Watch (Agustus 2011), Bapak Yaboisembut telah berada dalam pengawasan ketat oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sebelum acara yang berujung pada penangkapannya diadakan. Pada bulan Agustus 2008, ia diinterogasi oleh pihak kepolisian mengenai pengibaran bendera ‘Bintang Kejora’, yang merupakan suatu bentuk identitas rakyat Papua, dalam suatu demonstrasi. Bapak Yaboisembut terus menerus mendapat ancaman akan dibunuh dan pesan-pesan kebencian dari sumber yang tidak dapat diidentifikasi.

Sumber-sumber

Amnesty International, “Indonesia: release participants of peaceful gathering in Papua,” 20 October 2011,
http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA21/033/2011/en/5eb8e86b-1945-4f87-8ef2-d9c7022e7985/asa210332011en.pdf

Asian Human Rights Commission, “Papuan Peace Declaration,” 12 July 2011,
http://www.humanrights.asia/news/forwarded-news/AHRC-FST-041-2011/?searchterm=

Asian Human Rights Commission, “Security forces open fire at the Third Papuan People’s Congress,” 19 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/press-releases/AHRC-PRL-042-2011

Asian Human Rights Commission, “Troops open fire on Papuan gathering,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/forwarded-news/AHRC-FAT-055-2011/?searchterm=

Asian Human Rights Commission, “Indonesia: one person killed, hundreds arrested, and five persons charged with rebellion at the Third Papuan People’s Congress,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/urgent-appeals/AHRC-UAC-213-2011

East Timor and Indonesia Action Network, “Congressman Faleomavaega calls upon government of Indonesia to ensure safe and humane treatment for West Papuans in custody and to work for their release,” 21 October 2011,
http://www.etan.org/news/2011/10faleo.htm

Human Rights Watch, “Indonesia: military documents reveal unlawful spying in Papua,” 14 August 2011,
http://www.hrw.org/news/2011/08/14/indonesia-military-documents-reveal-unlawful-spying-papua

Human Rights Watch, “Indonesia: independent investigation needed into Papua violence,” 27 October 2011,
http://www.hrw.org/news/2011/10/28/indonesia-independent-investigation-needed-papua-violence

Jakarta Globe,“Dozens injured as Papua group declares independence from Indonesia,” 19 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/home/dozens-injured-as-papua-group-declares-independence-from-indonesia/472697

Jakarta Globe, “At Papuan Congress, a brutal show of force,” 22 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/editorschoice/at-papuan-congress-a-brutal-show-of-force/473327

Tapol, East Timor and Indonesia Action Network, West Papua Advocacy Team, “Indonesian crackdown on Papuan Congress sparks outrage,” 20 October 2011,
http://www.etan.org/etanpdf/2011-13/TAPOL%20WPAT%20ETAN%20Crackdown%20sparks%20outrage.pdf

Video : Metro TV, “Polisi Buru Peserta Kongres Pendirian Negara Papua,» 19 October 2011,http://www.youtube.com/watch?v=9eB_lHvxGdg

Di update: 4 Januari 2013

Share

Orang Papua di Balik Jeruji: April 2013

Ringkasan

Pada akhir April 2013, setidaknya terdapat 40 orang tahanan politik di penjara. Sepanjang April, dilaporkan 9 orang mengalami penangkapan, termasuk penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan terhadap masyarakat oleh polisi. Peristiwa ini banyak terjadi di wilayah Puncak Jaya, dimana pelecehan dan intimidasi berlangsung secara meluas setelah penembakan di bulan Februari. Terdapat penangkapan bernuansa politik di pulau Yapen Tambrauw dan di perbatasan Papua Nugini.

Markus Yenu dilepaskan tanpa tuntutan pada Maret 2013. Kasus Perayaan Masyarakat Adat Yapen, Kasus makar dan peledakan Timika serta kasus amunisi di Abepura masih terus berlangsung. Putusan pengadilan terhadap kasus ‘kamp Serui’ sedang menjalani upaya banding, sedangkan putusan terhadap kasus demonstrasi dan pengibaran bendera 1 Mei 2012 telah dikuatkan oleh Pengadilan tinggi Jayapura dan tidak ada upaya banding yang diajukan. Pengadilan terhadap

Kasus Penyiksaan Depapre  telah dimulai bulan ini terhadap satu dari dua orang laki-laki yang dituduh.

Penangkapan

Penangkapan dan dugaan penyiksaan terhadap aktivitas nir-kekerasan di pulau Yapen dalam kaitannya dengan kematian polisi

Pada 27 April 2013, Yahya Bonay, aktivis dari Serui, pulau Yapen telah ditangkap dan diduga  disiksa oleh polisi Yapen. Sumber dari aktivis HAM lokal melaporkan bahwa  polisi telah menggerebek rumah Bonay di desa Paseni dan menyiksanya selama penangkapan, memukulinya serta menyeretnya keluar rumah. Saat ini Bonay ditahan di tahanan polisi dan dilaporkan polisi menolak kunjungan dari keluarga dan kawan-kawannya. Penangkapannya diduga berhubungan dengan serangan fatal  terhadap anggota polisi Jefri Sesa sebelumnya di hari yang sama. Sumber lokal menyebutkan bahwa Bonay diduga menghadapi penyiksaan di dalam tahanan. Pada saat penulisan laporan ini, belum jelas apakah dia sudah mendapatkan perwakilan hukum atau apa tuduhan yang diberikan padanya.

Aktivis di Tambrauw ditahan karena melaporkan pembunuhan masyarakat

Asian Human Rights Commission (AHRC) telah melaporkan penahanan sewenang-wenang dan intimidasi kepada dua orang aktivis pada 8 April, dimana mereka telah diambil dari rumahnya dan diinterogasi oleh Polsek Sausapor. Mereka ditangkap dalam hubungannya dengan laporan atas kematian penduduk desa di Kabupaten Tambrauw  sejak November 2012 hingga Maret 2013 karena tidak mendapatkan pelayanan medis atas berbagai penyakit, termasuk diare dan kekurangan gizi.

Yohanis diinterogasi berkenaan dengan penyelidikan yang dilakukan oleh ayahnya, aktivis lain dan dia sendiri tentang kematian di Kabupaten Tambraouw. Dua orang polisi menginterogasinya tentang organisasi di Papua yang diduga melawan pemerintah Indonesia dan nama organisasi dimana ia bekerja. Hans diinterogasi oleh empat orang polisi tak berseragam dan ditanya tentang penyelidikan yang dilaporkannya, pekerjaan aktivis lainnya dan jurnalis atau LSM yang menjadi jaringannya. Dia juga ditanyai tentang dana yang didapatnya untuk membiayai aktivitas ini. Di hari yang sama, baik Yohanis dan Hans dibebaskan tanpa tuduhan. Sebelumnya di bulan ini, Yohanis dan Hans Mambrasar dan aktivis lainnya menyelidiki kematian di Kabupaten Tambrauw yang diikuti oleh ancaman dan gangguan oleh polisi terhadap mereka.

Penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat di bawah tuduhan yang salah di wilayah Puncak Jaya

Pada 5 April 2013, aktivis HAM lokal melaporkan penangkapan sewenang-wenang di Puncak Jaya, Tolikara dan Paniai selama bulan Maret dan awal April. Pada Maret 2013, gabungan satuan tugas aparat tentara dan polisi menangkap 3 orang masyarakat di Pasar Lama, Mulia, Puncak Jaya  diduga untuk mengisi kuota jumlah penangkapan, sebagai bagian dari penumpasan bagi masyarakat sipil yang terus dianggap menyembunyikan aktivis pro kemerdekaan. Berdasarkan wawancara saksi dari aktivis HAM lokal, Nonggop Tabuni, Delemu Enumby dan Jelek Enembe ditangkap berdasarkan dugaan yang salah. Saat ini, tak banyak yang mengetahui dimana mereka ditahan dan apa tuduhan yang akan mereka hadapi. Pada saat penulisan laporan ini, tidak jelas apakah mereka mendapatkan pendampingan hukum.

Investigator lokal juga melaporkan penangkapan di Tolikara di bawah situasi yang sama atas tuduhan yang salah. Pada 1 April, Yosia Karoba, seorang petani telah ditangkap di depan sisi jalan kios oleh 4 orang aparat polisi Tolikara setelah gagal memperlihatkan KTP dan menyampaikan kepada polisi bahwa mereka dari Puncak Jaya. Saat ini ia ditahan di Polres Tolikoro dan keluarganya tidak mendapatkan informasi tentang alasan penangkapan, meskipun dilaporkan  adanya kekhawatiran atas keamanan dan bebas dari penyiksaan.

Laporan bersama dari Gereja Kingmi, GKI dan Baptis di Paniai mengungkapkan bahwa pada 6 Maret 2013, Silwanus Kudiay, seorang masyarakat sipil dari Paniai ditangkap oleh polisi ketika dia berada di kantor Pekerjaan Umum Paniai. Dia ditangkap setelah polisi melakukan pencarian melalui telepon genggam dan menemukan simbol Bintang Kejora dalam data teleponnya. Dia ditahan selama 4 malam di Polres Paniai sebelum dibebaskan.

Ketika penangkapan diduga terjadi pada bulan Maret, tempat-tempat itu saat ini berada di wilayah, atau dekat dengan operasi militer di Papua Barat. Sangat sulit dan beresiko bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi atau bagi pekerja HAM untuk menginvestigasi atau memverifikasi informasi. Kerentanan wartawan lokal dan nasional yang bekerja di wilayah itu diperburuk oleh pembatasan kepada wartawan internasional dan pekerja hak asasi manusia yang ingin masuk ke Papua Barat.

Seperti dilaporkan pada perkembangan bulan Maret, setelah penembakan Puncak Jaya di bulan Februari, terdapat peningkatan keberadaan aparat keamanan di wilayah Puncak Jaya. Sumber lokal melaporkan  penangkapan sewenang-wenang kepada masyarakat biasa dimana mereka menderita karena perlakuan yang tidak manusiawi atau penyiksaan dan kemudian dibebaskan tanpa tuduhan. Pada perkembangan di bulan Maret, ‘Orang di Balik Jeruji’ mendokumentasikan penangkapan dan pembebasan terhadap 11 orang masyarakat di Paniai, 9 orang diantaranya disiksa dan diperlakukan secara tidak manusiawi selama masa penahanan.

Pemuda ditangkap di perbatasan Indonesia – Papua Nugini karena insiden pelemparan bendera

Aktivis HAM lokal melaporkan bahwa seorang pemuda ditangkap pada 28 Februari 2013 karena menurunkan dan menginjak bendera Indonesia di imigrasi perbatasan Indonesia dan Papua Nugini, dan saat ini ditahan di LP Abepura. Boas Gombo dilaporkan menurunkan bendera, melemparnya ke tanah dan menginjak bendera tersebut sambil berteriak ‘Merdeka’ di kantor imigrasi. Ia pertama kali dibawa ke tahanan polisi sebelum diserahkan ke penuntut umum dan kemudian diserahkan ke LP Abepura, pada 8 April. Aktivis lokal melaporkan bahwa Gombo tidak mendapatkan akses bantuan hukum. Saat penulisan laporan ini, belum jelas tuduhan yang dihadapi.

Pembebasan

Markus Yenu dibebaskan

Berdasarkan informasi terkini yang didapatkan dari sumber lokal, Markus Yenu telah dibebaskan pada 6 March 2013, di hari yang sama saat ia ditangkap dan dituduh oleh polisi Manokwari melakukan makar dalam demonstrasi damai 17 Januari 2013. Polisi saat ini memutuskan untuk tidak melakukan upaya lebih lanjut terhadapnya, dimana sebelumnya mereka telah mengklaim memperoleh bukti yang cukup untuk membuktikan keterlibatan Yenu dalam tindakan memprovokasi pembakaran dan perusakan. Sumber aktivis HAM lokal melaporkan bahwa mereka memperbarui upaya untuk menangkap Yenu. Pada 29 April 2013, polisi Jayapura menggerebek asrama mahasiswa di Mamberamo, diduga dengan maksud untuk menangkap Yenu, tetapi tidak melakukan penangkapan karena kekurangan bukti yang memberatkan.

Kasus yang menjadi perhatian

Polisi menggeledah rumah aktivis HAM dalam pencarian pemimpin KNPB

Pada tanggal 3 April 2013, pasukan gabungan polisi berpakaian preman dilaporkan menggeledah rumah aktivis hak asasi manusia Iche Morip, anggota dari Pemudi Baptis Papua untuk mencari Danny Wenda, ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Polisi Jayapura tiba sekitar pukul 15.00 WIT ketika Morip, ibunya, adik berusia 9 tahun dan saudarinya berada di rumah, menyebabkan mereka panik dan trauma karena perilaku mereka yang dilaporkan agresif. Polisi menginterogasi ibu Iche Morip tentang keberadaan Danny Wenda dan ketika gagal memperolehi informasi, polisi mulai mencari seluruh rumah secara agresif. Morip mengatakan kepada situs berita independen Papua, Tabloid Jubi, bahwa seorang polisi menodong senjata dan keluarganya selama waktu penggeledahan. Setelah penggeledahan tersebut, polisi diduga mencari di rumah-rumah lain di kompleks sekitarnya , menendang pintu dan menginterogasi warga lain tentang Danny Wenda.

Tinjauan persidangan-persidangan dan kasus-kasus bernuansa politik

Sementara beberapa persidangan kasus bernuansa politik yang sedang berlangsung dilihat sebagai ‘semata-mata’ kasus politik, sementara persidangan lainnya dianggap melibatkan unsur-unsur kriminal dan juga elemen politik. Oleh karena kasus ini begitu rumit, Orang Papua di Balik Jeruji tidak dapat menentukan apakah para tersangka adalah tahanan politik sampai proses persidangan diketahui. Meskipun demikian, kami prihatin bahwa mereka memiliki resiko karena tidak menerima pendampingan hukum yang memadai atau mendapatkan persidangan yang wajar karena  disebabkan oleh persidangan yang jelas bersifat politis dan stigma yang melekat pada diri mereka.

Persidangan Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi dalam kasus Perayaan Hari Masyarakat Adat di Yapen berlangsung

Pada tanggal 9 April, saksi meberikan bukti di persidangan kasus Edison Kendi, Gubernur Wilayah Sireri dari Federasi Nasional Repulik Papua Barat dan Yan Piet Maniamboi, seorang aktivis yang terlibat dengan Otoritas Nasional Papua Barat, yang ditangkap pada 9 Agustus 2012 karena keterlibatan mereka dalam aksi damai memperingati Perayaan Hari Masyarakat Adat di pulau Yapen.

Menurut media Papua Barat, pengamat independen yang hadir pada sidang tersebut melaporkan, empat saksi mengatakan di pengadilan bahwa mereka mengalami penyiksaan oleh polisi Yapen dan dipaksa untuk mengakui di masa penahanan mereka. Jaksa Penuntut Umum Matius Matulesi diduga mengancam dua saksi yang memberi bukti tentang penganiayaan mereka saat di tahanan. Sementara persidangan pada tanggal 23 April dijadwalkan untuk mendatangkan dua saksi dari pihak polisi, namun dengan ketidakhadiran mereka, Jaksa Matulesi memanggil mantan tahanan politik Jon Nuntian, dan Jamal Omrik Manitori, yang saat ini diproses hukum untuk kasus Kamp TPN di Serui, sebagai saksi dalam sidang Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi. Sumber HAM setempat melaporkan bahwa Jamal Manitori telah menolak pemanggilan itu dan menampik untuk bersumpah untuk bersaksi. Upaya untuk mendapatkan tahanan politik untuk bersaksi terhadap satu sama lain sering dilaporkan di Papua. Dalam kasus demonstrasi Anti-Freeport di Abepura pada tahun 2006, polisi menyiksa para tahanan untuk memaksa mereka bersaksi satu sama lain apabila kurang mendapatkan saksi.

Keduanya Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi dilaporkan mengalami pemukulan saat penangkapan mereka dan tidak diberi akses makanan dalam penahanan. Kendi telah pernah bersaksi tentang penyiksaannya dan Maniamboi menderita dalam tahanan di kantor polisi Yapen dan di penjara Serui di mana mereka dipukuli secara parah dengan batang kayu dan tidak diberi akses perawatan medis untuk luka yang mereka derita. Kendi dilaporkan telah menyatakan bahwa permohonan yang telah diajukan berulang-ulang untuk pengobatan di luar penjara ditolak oleh Matulesi, sementara Berita Papua Barat melaporkan bahwa Matulesi juga diduga mencegah Kendi untuk menghadiri pemakaman ayahnya, hak dasar yang secara rutin diberikan kepada para tahanan Indonesia lain.

Pekerja HAM setempat melaporkan bahwa Edison Kendi belum diberikan ijin untuk mengunjungi istrinya yang menderita sakit HB dan anaknya yang sakit malaria. Menurut sebuah laporan baru yang diterbitkan oleh TAPOL, para istri dan anak-anak tahanan politik di Papua sering mengalami diskriminasi dan stigmatisasi, dan menghadapi kesulitan ekonomi saat pencari utama nafkah berada di balik jeruji.

Kasus makar dan bahan peledak Timika

Persidangan enam aktivis KNPB yang dituduh memiliki bahan peledak dilanjutkan pada tanggal 16 April 2013. Jaksa Penuntut Umum, Andita Rizkianto menuntut hukuman satu tahun penjara (dikurangi masa penahanan) untuk Steven Itlay, Romario Yatipai, Paulus Marsyom, Jack Womsiwor, Alfret Marsyom dan Yantho Awerkion. Sementara Jaksa Penuntut Umum sebelumnya telah menyatakan Itlay, Yatipai, Marsyom, Womsiwor dan Marsyom didakwa dengan UU Darurat No 12/1951. Tim pembela hukum telah melaporkan bahwa selama persidangan Rizkianto sebaliknya telah berpendapat untuk kelima aktivis untuk didakwa dengan Pasal 106 untuk makar, yang membawa hukuman penjara seumur hidup atau pidana maksimal 20 tahun. Pengacara mereka juga menyatakan bahwa Yantho Awerkion juga telah didakwa dengan Pasal 106, di samping UU Darurat No 12/1951 karena memiliki bahan peledak.

Dalam mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan, Jaksa menyatakan bahwa tindakan dari enam aktivis berpotensi mengganggu stabilitas negara tetapi bahwa mereka juga hanya berpartisipasi dalam demonstrasi damai di bawah perintah dari pimpinan KNPB. Para penasehat hukum menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang telah disajikan tidak menunjukkan makar dan bahwa kegiatan para aktivis adalah tindakan sah yang dilindungi oleh hukum. Gustaf Kawer, pengacara para aktivis, juga menyatakan bahwa selama persidangan tidak ada saksi mata mengkonfirmasikan kepemilikan Yantho Awerkion atas bahan peledak, sebagaimana dinyatakan dalam tuntutan oleh jaksa, tapi bahwa polisi telah memaksa Awerkion untuk mengakui kepemilikan tersebut. Kawer menambahkan bahwa bahan peledak muncul setelah penangkapan mereka ketika mereka berada di tahanan di kantor polisi Mimika, dan ini kemudian digunakan sebagai bukti untuk menuntut mereka. Selain itu, ia menyatakan bahwa enam terdakwa harus segera dibebaskan karena tidak ada bukti yang membuktikan kesalahan mereka.

Ivonia Tetjuari, seorang pengacara lain untuk para aktivis, berpendapat bahwa dakwaan terhadap kelima aktivis (kecuali Yantho Awerkion) yang beralih dari kepemelikan senjata tajam kepada makar, yang membawa hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun, adalah aneh. Tim pembela telah mengajukan banding pada tanggal 30 April, dengan permintaan keenamnya dibebaskan karena kurangnya bukti. Sidang berikutnya telah dijadwalkan untuk Mei 7, di mana jaksa akan menanggapi banding yang diajukan oleh pembela. Dari tahanan mereka di penjara Timika, keenam aktivis telah menyerukan dukungan internasional dan advokasi untuk kasus mereka.

Sidang berlanjut untuk kasus aminisi Abepura

Pada tanggal 16 April, persidangan untuk enam aktivis KNPB yang ditangkap pada 30 Oktober 2012 dalam kasus amunisi Abepura berlanjut di pengadilan negara Abepura. Denny Imanuel Hisage, Anike Kogoya (perempuan), Jhon Pekey, Rendy Wetapo, Jimmy Wea dan Oliken Giay didakwa dengan kepemilikan amunisi di bawah UU Darurat No 12/1951 dan Pasal 56 KUHP. Keenam aktivis diduga ditangkap di sebuah rumah sewa yang berisi amunisi. Para aktivis didampingi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia di Papua.

Semasa persidangan, Bripka Yahones Rumainus dipanggil untuk bersaksi dan ditanyai mengenai penangkapan enam aktivis. Deskripsi Rumainus dilaporkan tidak cocok dengan informasi yang diberikan dalam laporan penyelidikan polisi. Dia menyatakan bahwa ia sendiri tidak pernah melihat amunisi diambil dari rumah sewa di mana enam aktivis ditangkap dan bahwa dia hanya menerima informasi tentang kepemilikan amunisi dari foto dan apa yang didengar dari polisi. Denny Hisage memberitahu sumber media setempat bahwa dia dan lima aktivis lainnya tidak betermu dengan Tumainus pada saat penangkapan mereka dan menambahkan bahwa Polri tidak memiliki surat perintah penangkapan mereka dan memukuli mereka secara parah saat penangkapan itu.

Kasus Demonstrasi dan pengibaran bendera 1 Mei 2012

Peneliti HAM setempat telah melaporkan bahwa banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Jayapura atas nama Darius Kogoya dan Timur Wakerkwa, telah ditolak. Keduanya didakwa melakukan makar karena mengibarkan bendera Bintang Kejora pada demonstrasi pada tanggal 1 Mei 2012 yang meminta perlindungan HAM dan masing-masing dihukum dengan tiga dan dua setengah  tahun penjara. Pengacara mereka belum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Sidang kasus penyiksaan di Depapre bermulai untuk Matan Klembiap

Kedua orang yang ditangkap pada 15 Februari 2013 dikatakan punya hubungan dengan aktivis pro-kemerdekaan Terianus Satto dan Sebby Sambom, dan masih ditahan, menerima pendampingan hukum dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) atas permintaan dari keluarga mereka. Matan Klembiap dan Daniel Gobay didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No 12/1951 karena pemilikian senjata tajam. Ketujuh orang yang ditangkap diduga mengalami penyiksaan, intimidasi dan perlakuan yang merendahkan martabat selama penahanan mereka di Polres Jayapura. Cory Silpa, pengacara ALDP yang mendampingi keduanya, menyatakan pada 23 April bahwa Matan Klembiap telah dipindahkan ke penjara Abepura dan bahwa kasusnya telah dirujuk ke Jaksa Penuntut Umum.

Jaksa akan mengajukan banding terhadap putusan kasus kamp TPN di Serui

Seorang wakil dari Otoritas Nasional Papua Barat telah melaporkan bahwa Jamal Omrik Manitori, yang didakwa melakukan makar dalam kasus kamp latihan TPN di Serui telah dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Namun akan mengajukan banding Jaksa yang telah menuntut hukuman empat tahun penjara.

Berita

Larangan demonstrasi 1 Mei melanggar kebebasan berkespresi

Pada 25 April 2013, Kapolda Papua Tito Karnavian mengeluarkan pernyataan yang didukung oleh Gubernur Papua baru Lukas Enembe, melarang demonstrasi dalam rangka memperingati aneksasi Papua pada tanggal 1 Mei, sebuah tindakan represif yang  melanggar hak-hak dasar kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul yang dijamin dalam Konstitusi Indonesia. Terdapat laporan yang belum dikonfirmasi atas penggeledahan di asrama mahasiswa pada 30 April dan penangkapan sewenang-wenang serta penahanan aktivis di Timika. Orang Papua di Balik Jeruji akan memantau setiap penangkapan terkait dengan peringatan 1 Mei, dan memberikan laporan yang komprehensif pada Update kami yang berikutnya.

Dorongan global untuk mengatasi situasi tahanan politik di Papua

Setelah peluncuran website kami, Orang Papua di Balik Jeruji telah menerima banyak pesan dukungan dan solidaritas dari aktivis hak asasi manusia di sekitar dunia. Bulan ini telah melihat peningkatan dalam dukungan publik nasional dan internasional mendorong pemerintah Indonesia untuk membebaskan tahanan politik Papua. Aktivis Marni Gilbert dan Maire Leadbeater dari West Papua Action Auckland telah menyuarakan dukungan mereka untuk Orang Papua di Balik Jeruji dan berencana untuk membuat masalah ini menjadi kampanye prioritas. Stasiun radio di Auckland, 95Bfm juga telah mewawancarai Septer Manufandu, Direktur Jaringan Masyarakat Adat Papua, mengenai situasi para tahanan politik di Papua dan menyoroti hukuman berat diberikan kepada mereka yang ditahan hanya karena mengibarkan bendera Bintang Kejora. Pacific Media Watch telah menerbitkan sebuah wawancara mendalam dengan Paul Mambrasar menyusul peluncuran situs Orang Papua di Balik Jeruji. TAPOL juga telah merilis laporan baru, yang memberikan analisis situasi tahanan politik Papua, serta keluarga dan pengacara mereka, menampilkan wawancara dengan dan cerita dari orang-orang yang telah dipengaruhi karena penangkapan sewenang-wenang dan pelanggaran yang sedang berlangsung di Papua.

Kampanye baru “Bebaskan Tapol Papua Barat” yang dipimpin oleh mantan tapol Herman Wainggai, yang saat ini berbasis di Washington DC, bertingkat dalam momentum. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu Papua Barat dan memperoleh dukungan bagi pembebasan para tahanan politik. Nasional Papua Solidaritas – NAPAS – sebuah koalisi kelompok HAM dari Papua dan Indonesia, juga menyoroti nasib tahanan politik di Papua dalam workshop dan konferensi perdana mereka (lihat di bawah).

Lokakarya dan konferensi NAPAS menyoroti nasib tahanan politik dan keadaan kebebasan berekspresi di Papua

Nasional Papua Solidaritas (NAPAS) menyelenggarakan lokakarya dan konferensi pada tanggal 22-23 Maret, yang diadakan di Wahid Institute di Jakarta dan didukung oleh sekitar 30 organisasi dan individu dari Indonesia dan Papua termasuk Bersatu Untuk Kebenaran (BUK), Forum Kerja Sama (FOKER) LSM Papua, KontraS, serta Budi Hernawan, Socratez Sofyan Yoman dan lain-lain.

Aktivis hak asasi manusia berbicara pada acara tersebut, menyoroti  tantangan HAM yang banyak yang dihadapi Papua. Herman Katmo, seorang aktivis dari Gerakan Demokrasi untuk Papua berbicara tentang penyusutan ruang demokrasi di Papua dan peningkatan tindakan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi. Aktivis Usman Hamid menyoroti fakta bahwa tidak ada dasar hukum untuk penahanan tahanan politik dan bahwa amnesti atau pembebasan tahanan politik dijamin dalam Pasal 14 UUD 1945. Ia membahas bahwa sejarah Indonesia di mana amnesti presiden sudah diberikan menunjukkan bahwa bagi pemerintahan SBY tidak ada alasan untuk tidak membebaskan para tahanan politik yang ditahan karena mengekspresikan pandangan-pandangan politik mereka secara damai. Sylvana Yolanda dari Komnas Perempuan berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan di Papua dan membahas bahwa perlu ada perubahan dalam perspektif dan perilaku terhadap masalah di Papua, stigmatisasi aktivis Papua sebagai ‘separatis’ dan ‘makar,’ serta kebutuhan Negara dan masyarakat untuk melakukan dialog yang sejati dan tulus dalam bingkai budaya adat dan tradisi Papua.

Laporan lengkap dari konferensi dapat dibaca secara online. Konferensi ini menghasilkan sepuluh tujuan program yang membentuk mandat NAPAS, termasuk jaminan hak atas kebebasan berekspresi seperti tercantum dalam Konstitusi, mengadili pelaku pelanggaran HAM melalui mekanisme hukum nasional dan internasional dan pembebasan tanpa syarat politik tahanan di Papua sebagai salah satu fondasi untuk membangun dialog dan kepercayaan rakyat Papua.

‘Papua – Pulau Penjara’ opini yang menggambarkan situasi tahanan politik Papua

Seorang kontributor Orang Papua di Balik Jeruji telah menerbitkan sebuah laporan analisis berjudul “Papua – Pulau Penjara,” berfokus pada masalah mantan tahanan politik dan tahanan politik yang sekarang masih ditahan. Diantara beberapa masalah yang dibahas, laporan tersebut menganalisis yang masih berlanjut terhadap mantan tahanan politik, seperti Buchtar Tabuni dan Yusak Pakage, kurangnya akses pelayanan kesehatan yang tepat seperti yang dilihat dengan kasus arsenal senjata Wamena, situasi di Wamena, di mana sangat sulit memperoleh informasi yang akurat sangat sulit, dan penangkapan mengikuti pengibaran bendera bintang Kejora.

Para tahanan politik Edison Waromi dan Selpius Bobii mempublikasikan artikel sebelum Peringatan 1 Mei

Tahanan politik Edison Waromi, pengacara dan Presiden Eksekutif Otoritas Nasional Papua Barat telah menerbitkan sebuah artikel sebelum Peringatan 1 Mei yang menandai 50 tahun aneksasi Papua Barat, menyerukan untuk persatuan di antara orang Papua. Dia menyatakan bahwa deklarasi Federasi Republik Papua Barat dalam Kongres Papua Ketiga pada tanggal 19 Oktober 2011, yang menyebabkan penangkapannya bersama Forkorus Yaboisembut, Agustus Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Gat Wenda serta Selpius Bobii, memberi orang Papua posisi tawar yang diperlukan untuk diterima sebagai anggota Grup Pelopor Melanesia (Melanesia Spearhead Group, MSG). Menurutnya, hal ini akan memberikan Papua Barat akses kepada mekanisme regional Forum Kepulauan Pasifik (PIF) yang akan memberikan cara untuk membawa kasus Papua ke PBB. Selpius Bobii juga telah menerbitkan sebuah artikel memperingati tanggal 1 Mei, di mana ia meneliti sejarah, masalah hukum dan politik yang memutar aneksasi Indonesia atas Papua. Dia membahas diskriminasi dan penindasan yang dihadapi oleh rakyat Papua, dan menyerukan dukungan dan solidaritas internasional serta dialog damai yang akan mengakibatkan kemerdekaan Papua.

Dari penjara Abepura, Dominikus Surabut berbicara mengenai kondisi penjara yang tidak dapat diterima dan kebutuhan dasar hak-hak politik

Para tahanan politik, pembuat film dan penulis Dominikus Surabut berbicara dalam sebuah video pendek yang diproduksi oleh Papuan Voices Jayapura dan diterbitkan oleh Engage Media. Surabut menggambarkan kondisi akses perawatan medis yang tidak cukup yang dihadapi oleh para tahanan politik di penjara Abepura, dan menyoroti tanggung jawab negara untuk memenuhi kewajiban ini. Dia juga berbicara tentang kebutuhan dasar bagi adanya hak-hak politik, mengingatkan bahwa Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Pada bulan Oktober 2011, Surabut, bersama Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, August Kraar, Gat Wenda dan Selpius Bobii ditangkap karena keterlibatan mereka dengan Kongres Ketiga Rakyat Papua, dihukum melakukan makar dan masih berada dalam penahanan di penjara Abepura.

17 orang ditangkap di Maluku karena mengibarkan bendera Perancis dan penolakan mantan bendera GAM di Aceh menunjukkan dengan jelas hukum Indonesia terhadap separatisme

Pada tanggal 28 Maret 2013, 17 buruh tambang ditangkap di Pulau Buru, Ambon, Maluku, ketika polisi salah mengidentifikasi bendera Prancis yang diangkat oleh salah seorang dari mereka dalam mendukung tim nasional bola sepak Perancis sebagai bendera Republik Maluku Selatan (RMS), sebuah kelompok separatis yang terkenal. Para penambang ditahan selama satu malam dan dibebaskan hari berikutnya. Dalam perkembangan terpisah berkaitan dengan hukum Indonesia yang melarang bendera dan simbol organisasi yang tidak sah atau gerakan separatis,  pemerintah Indonesia telah menuntut pembatalan peraturan yang disahkan oleh badan legislatif Aceh yang menyatakan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah bendera dan lambang provinsi yang resmi. Sementara dialog antara kedua belah pihak berlanjut, batas tanggal 16 April untuk pembatalan peraturan tersebut diperpanjang selama 60 hari. Di bawah pemerintahan Megawati, terjadi situasi yang sama pada tahun 2000 di Papua, yang menyebabkan bentrokan kekerasan semasa penurunan bendera secara paksa di Wamena, sebuah peristiwa secara luas disebut sebagai ‘Wamena Berdarah.’ Sengketa sebelumnya karena simbol-simbol dan bendera separatis menyebabkan dugaan terjadinya penyiksaan terhadap 12 orang di Maluku yang ditemukan dalam kepemilikan bendera RMS pada tahun 2010 dan dugaan penyiksaan terhadap 22 aktivis pada tahun 2007 karena mengibarkan bendera RMS.

Di Papua sekurangnya tujuh orang sedang dalam tahanan karena mengibarkan atau bawa bendera Bintang Kejora. Filep Karma adalah korban paling terkenal mendapatkan hukuman represif Indonesia terhadap simbol-simbol separatis. Meki Elosak, Wiki Meage, Oskar Hilago dan Obed Kosay dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dalam kasus pengibaran bendera Yalengga tahun 2010, sementara Darius Kogoya dan Timur Wakerkwa dijatuhi hukuman masing-masing 3 dan 2,5 tahun masing-masing dalam kasus demonstrasi 1 Mei 2012 dan pengibaran bendera di Abepura.

Informasi tentang penangkapan Sarmi seperti yang dilaporkan dalam Update Maret 2013

Dalam Update Maret, Orang Papua di Balik Jeruji melaporkan penangkapan Isak Demetouw (alias Alex Makabori) dan Daniel Norotouw dari Jayapura, dan Niko Sasomar dan Sileman Teno dari Sarmi pada tanggal 3 Maret 2013. Informasi baru dari sumber HAM setempat menunjukkan bahwa tidak cukup informasi untuk mengkonfirmasi jika mereka dapat diklasifikasikan sebagai tahanan politik – sehingga keempatnya telah diambil dari daftar tahanan politik pada bulan April 2013. Namun, karena unsur politis kasus ini, kami akan terus melaporkan kemajuan persidangan ini dan pelanggaran yang mungkin terjadi. 

Tahanan politik Papua bulan April 2013

 

Tahanan Tanggal Penahanan Dakwaan Hukuman Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/Penjara
Yahya Bonay 27 April 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Tertunda Tahanan polres Serui
Yosia Karoba 1 April 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Polres Tolikara
Nonggop Tabuni 9 Maret 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Tidak diketahui
Delemu Enumby 9 Maret 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Tidak diketahui
Jelek Enembe 9 Maret 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Penangkapan warga sipil di Paniai Tidak Tertunda Tidak diketahui
Boas Gombo 28 Februari 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Bendera Indonesia perbatasan dengan PNG Tidak Tertunda Abepura
Matan Klembiap 15 Februari 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/195112/1951 Dalam persidangan Afiliasi dengan Terianus Satto dan Sebby Sambom Tidak Ada Tahanan polisi, Jayapura
Daniel Gobay 15 Februari 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Afiliasi dengan Terianus Satto dan Sebby Sambom Tidak Ada Tahanan polisi, Jayapura
Alfret Marsyom 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Jack Wansior 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Yantho Awerkion 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Paulus Marsyom 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Romario Yatipai 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Stephen Itlay 19 Oktober 2012 106, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus Bahan Peledak di Timika Kepemilikan bahan peledak Ada Timika
Yan Piet Maniamboy 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ada Serui
Edison Kendi 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ada Serui
Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera Tidak Tidak Abepura
Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera Tidak Tidak Abepura
Paulus Alua 21 Oktober 2012 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus bahan peledak di Biak Kepemilikan bahan peledak Ada Biak
Bastian Mansoben 21 Oktober 2012 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus bahan peledak di Biak Kepemilikan bahan peledak Tidak Biak
Forkorus Yaboisembut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
Edison Waromi 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
Dominikus Surabut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
August Kraar 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
Selphius Bobii 20 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ada Abepura
Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 years Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ada Wamena
Oskar Hilago 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ada Wamena
Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ada Wamena
Obed Kosay 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ada Wamena
Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
Dipenus Wenda 28 Maret 2004 106 14 tahun Pemboikotan Pilkada Bokondini Tidak pasti Tidak Wamena
George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak deketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ada Abepura
Ferdinand Pakage 16 Maret 2006 214 15 tahun Kasus Abepura tahun 2006 Ya Ada Abepura
Luis Gede 16 Maret 2006 214 15 tahun Kasus Abepura tahun 2006 Ya Ada Abepura
Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Abepura
Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Nabire
Kimanus Wenda 12 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Nabire
Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Biak
Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ada Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu proyek tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

 

Share

August Kraar

August Makbrawen Sananay Kraar adalah seorang anggota Otoritas Nasional Papua Barat, suatu organisasi yang bergerak untuk kemerdekaan rakyat Papua. Kraar juga ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan Kongres Rakyat Papua III pada Oktober 2011, yang berujung kepada penangkapannya atas tuduhan makar.

Kongres Rakyat Papua III yang diadakan pada tanggal 17–19 Oktober 2011 dan dihadiri oleh lebih dari 4,000 peserta ini berlangsung di Lapangan Zakeus milik misi katolik Padang Bulan yang terletak berdekatan dengan Ibukota propinsi, Jayapura. Bendera Bintang Kejora dikibarkan dalam acara tersebut. Menurut Asian Human Rights Commission (AHRC), sekitar 2,200 anggota TNI dan Brimob (Brigade Mobil) berada disekitar lokasi acara. Sedikitnya 100 anggota penjaga keamanan dilaporkan mengelilingi lokasi acara dengan mobil polisi, mobil-mobil berlapis baja dan senjata api, sedangkan peserta acara hadir tanpa bersenjata.

Pada tanggal 19 Oktober 2011, sekitar pukul 14:00 waktu setempat, deklarasi politik tentang mampunya rakyat Papua untuk berdiri sendiri dibacakan oleh Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi yang sebelumnya telah dipilih sebagai presiden dan perdana menteri Negara Federasi Papua Barat.

Setelah pendeklarasian, kongres berakhir dan para peserta mulai bubar dan kembali ke tempat masing-masing. Aparat keamanan mulai menembakkan senjata api diudara dan dilaporkan menggunakan gas air mata kepada para peserta yang hendak bubar sambil memukuli mereka. Kejadian ini meninggalkan lusinan orang terluka. Sekitar 300 peserta ditangkap dan dibawa ke tahanan dengan truk-truk aparat namum sebagian besar kemudian dibebaskan. Video rekaman acara tersebut, yang diterima oleh LSM Down to Earth dan Tapol, memastikan bahwa tidak sedikit tembakan dilepaskan aparat keamanan, dan bahwa para peserta dipukuli.

Kraar ditahan beserta empat anggota lain yang merencanakan Kongres tersebut; Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Dominikus Surabut, dan Gat Wenda. Pada tanggal 20 Oktober, Selpius Bobii, Ketua Kongres, menyerahkan diri kepada polisi. Gat Wenda dituduh dengan UU 12/1951 tentang senjata tajam, sedangkan kelima orang lain dituduh telah melakukan tindakan makar (Pasal 106 KUHP), konspirasi (pasal 110 KUHP), dan penghasutan untuk melawan pihak aparat dengan menggunakan kekerasan (Pasal 160 KUHP). Hingga hari ini mereka masih ditahan di Kantor Polisi Jayapura untuk menunggu sidang.

Gat Wenda disidangkan dan dihukum dengan lima bulan dipenjara. Dengan menilai bahwa lima bulan sudah habis sebelum siding, dia langsung dibebaskan. Sedangkan August Kraar dan keempat terdakwa lain menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kelas I A Abepura sebanyak 13 kali, dimulai pada tanggal 30 Januari 2012. Pada tanggal 16 Maret 2012, kelima laki-laki diputuskan bersalah makar secara sah dan menyakinkan dengan hukuman penjara selama tiga tahun atau dua tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum(JPU). Tim Penasehat hukum dan JPU sama–sama telah menyatakan banding terhadap putusan tersebut pada tanggal 4 April ke Pengadilan Negeri 1 Jayapura dan akan diteruskan kepada Pengadilan Tinggi untuk diperiksa dari fakta–fakta persidangan. Pada tanggal 11 Mei 2012, pengajuan banding kelima tahanan politik ke Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura ditolak. Terkait penolakan tersebut, Penasehat Hukum (PH) Forkurus Cs akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada 24 Juli 2012, Mahkama Agung melalui Putusan MA No. 1029K/PD/2012 menolak permohonan kasasi dari pada pemohon kasasi/para terdakwa dalam kasus Kongres Rakyat Papua (KRP) III yakni Selpius Bobii, Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Dominikus Surabut dan August Magbrawen Sananay Kraar.

Sumber-sumber

Amnesty International, “Indonesia: release participants of peaceful gathering in Papua,” 20 October 2011,
http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA21/033/2011/en/5eb8e86b-1945-4f87-8ef2-d9c7022e7985/asa210332011en.pdf

Asian Human Rights Commission, “Security forces open fire at the Third Papuan People’s Congress,”
19 October 2011, http://www.humanrights.asia/news/press-releases/AHRC-PRL-042-2011

Asian Human Rights Commission, “Troops open fire on Papuan gathering,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/forwarded-news/AHRC-FAT-055-2011/?searchterm=

Asian Human Rights Commission, “Indonesia: one person killed, hundreds arrested, and five persons charged with rebellion at the Third Papuan People’s Congress” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/urgent-appeals/AHRC-UAC-213-2011

East Timor and Indonesia Action Network, “Congressman Faleomavaega calls upon government of Indonesia to ensure safe and humane treatment for West Papuans in custody and to work for their release,” 21 October 2011,
http://www.etan.org/news/2011/10faleo.htm

Human Rights Watch, “Indonesia: independent investigation needed into Papua violence,” 27 October 2011,
http://www.hrw.org/news/2011/10/28/indonesia-independent-investigation-needed-papua-violence

Jakarta Globe, “Dozens injured as Papua group declares independence from Indonesia,” 19 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/home/dozens-injured-as-papua-group-declares-independence-from-indonesia/472697

Jakarta Globe, “At Papuan Congress, a brutal show of force,” 22 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/editorschoice/at-papuan-congress-a-brutal-show-of-force/473327

Metro TV, “Polisi Buru Peserta Kongres Pendirian Negara Papua, » 19 October 2011, http://www.youtube.com/watch?v=9eB_lHvxGdg

Tapol, East Timor and Indonesia Action Network, and West Papua Advocacy Team, “Indonesian crackdown on Papuan Congress sparks outrage,” 20 October 2011,
http://www.etan.org/etanpdf/2011-13/TAPOL%20WPAT%20ETAN%20Crackdown%20sparks%20outrage.pdf

Di update : 4 Januari 2013

Share

Dominikus Surabut

Dominikus Surabut adalah Sekretaris Dewan Adat Papua cabang La Pago. Ia ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan Kongres Rakyat Papua III pada Oktober 2011 lalu, yang berujung pada penangkapan dia atas tuduhan makar.

Kongres Rakyat Papua III yang diadakan pada tanggal 17–19 Oktober 2011 dan dihadiri oleh lebih dari 4,000 peserta ini berlangsung di Lapangan Zakeus milik misi katolik Padang Bulan yang terletak berdekatan dengan Ibukota propinsi, Jayapura. Bendera “Bintang Kejora” dikibarkan dalam acara tersebut. Menurut Asian Human Rights Commission (AHRC), sekitar 2,200 anggota TNI dan Brimob (Brigade mobil) berada disekitar lokasi acara. Sedikitnya 100 anggota penjaga keamanan dilaporkan mengelilingi lokasi acara dengan mobil polisi, mobil-mobil berlapis baja dan senjata api, sedangkan peserta acara hadir tanpa bersenjata.

Pada tanggal 19 Oktober 2011, sekitar pukul 14:00 waktu setempat, deklarasi politik tentang mampunya rakyat Papua untuk berdiri sendiri dibacakan oleh Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi, yang sebelumnya telah dipilih sebagai presiden dan perdana menteri Negara Federasi Papua Barat.

Setelah pendeklarasian, kongres berakhir dan para peserta mulai bubar dan kembali ke tempat masing-masing. Aparat keamanan mulai menembakkan senjata api diudara dan dilaporkan menggunakan gas air mata kepada para peserta yang hendak bubar sambil memukuli mereka. Kejadian ini meninggalkan lusinan orang terluka. Sekitar 300 peserta ditangkap dan dibawa ke tahanan dengan truk-truk aparat namum sebagian besar kemudian dibebaskan. Video rekaman acara tersebut, yang diterima oleh LSM Down to Earth dan Tapol, memastikan bahwa tidak sedikit tembakan dilepaskan aparat keamanan, dan bahwa para peserta dipukuli.

Surabut ditahan beserta empat anggota lain yang merencanakan Kongres tersebut; Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, August Makbrawen, dan Gat Wenda. Pada tanggal 20 Oktober, Selpius Bobii, Ketua Kongres, menyerahkan diri kepada polisi. Gat Wenda dituduh dengan UU 12/1951 tentang senjata tajam, sedangkan kelima orang lain dituduh telah melakukan tindakan makar (Pasal 106 KUHP), konspirasi (pasal 110 KUHP), dan penghasutan untuk melawan pihak aparat dengan menggunakan kekerasan (Pasal 160 KUHP). Hingga hari ini mereka masih ditahan di Kantor Polisi Jayapura untuk menunggu sidang.

Gat Wenda disidangkan dan dihukum dengan lima bulan dipenjara. Dengan menilai bahwa lima bulan sudah habis sebelum siding, dia langsung dibebaskan. Sedangkan Dominikus Surabut dan keempat terdakwa lain menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kelas I A Abepura sebanyak 13 kali, dimulai pada tanggal 30 Januari 2012. Pada tanggal 16 Maret 2012, kelima laki-laki diputuskan bersalah makar secara sah dan menyakinkan dengan hukuman penjara selama tiga tahun atau dua tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum(JPU). Tim Penasehat hukum dan JPU sama–sama telah menyatakan banding terhadap putusan tersebut pada tanggal 4 April ke Pengadilan Negeri 1 Jayapura dan akan diteruskan kepada Pengadilan Tinggi untuk diperiksa dari fakta–fakta persidangan. Pada tanggal 11 Mei 2012, pengajuan banding kelima tahanan politik ke Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura ditolak. Terkait penolakan tersebut, Penasehat Hukum (PH) Forkurus Cs akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada 24 Juli 2012, Mahkama Agung melalui Putusan MA No. 1029K/PD/2012 menolak permohonan kasasi dari pada pemohon kasasi/para terdakwa dalam kasus Kongres Rakyat Papua (KRP) III yakni Selpius Bobii, Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Dominikus Surabut dan August Magbrawen Sananay Kraar.

Pada bulan Desember, Surabut terima hibah Hellman/Hammet, diurus oleh Human Rights Watch, sebagai pengakuan untuk “komitmen kepada kebebasan berekspresi dan keberanian dalam menghadapi penganiayaan politik.”

Sumber-sumber

Amnesty International, “Indonesia: release participants of peaceful gathering in Papua,” 20 October 2011,
http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA21/033/2011/en/5eb8e86b-1945-4f87-8ef2-d9c7022e7985/asa210332011en.pdf

Asian Human Rights Commission, “Security forces open fire at the Third Papuan People’s Congress,” 19 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/press-releases/AHRC-PRL-042-2011

Asian Human Rights Commission, “Troops open fire on Papuan gathering,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/forwarded-news/AHRC-FAT-055-2011/?searchterm=

Asian Human Rights Commission, “Indonesia: one person killed, hundreds arrested, and five persons charged with rebellion at the Third Papuan People’s Congress,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/urgent-appeals/AHRC-UAC-213-2011

East Timor and Indonesia Action Network, “Congressman Faleomavaega calls upon government of Indonesia to ensure safe and humane treatment for West Papuans in custody and to work for their release,” 21 October 2011,
http://www.etan.org/news/2011/10faleo.htm

Human Rights Watch, “Biographies of 2012 Hellman/Hammet Awardees,” 4 December 2012, www.hrw.org/sites/default/files/Biographies-of-2012-HH-Awardees.doc

Human Rights Watch, “Indonesia: independent investigation needed into Papua violence,” 27 October 2011,
http://www.hrw.org/news/2011/10/28/indonesia-independent-investigation-needed-papua-violence

Jakarta Globe,“Dozens injured as Papua group declares independence from Indonesia,” 19 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/home/dozens-injured-as-papua-group-declares-independence-from-indonesia/472697

Jakarta Globe, “At Papuan Congress, a brutal show of force,” 22 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/editorschoice/at-papuan-congress-a-brutal-show-of-force/473327

Tapol, East Timor and Indonesia Action Network, West Papua Advocacy Team, “Indonesian crackdown on Papuan Congress sparks outrage,” 20 October 2011,
http://www.etan.org/etanpdf/2011-13/TAPOL%20WPAT%20ETAN%20Crackdown%20sparks%20outrage.pdf

Video : Metro TV, “Polisi Buru Peserta Kongres Pendirian Negara Papua « , 19 October 2011,http://www.youtube.com/watch?v=9eB_lHvxGdg

Di update: 4 Januari 2013

Share

Selpius Bobii

Selpius Bobii, lahir di tahun 1979, adalah ketua umum Eknas Front Pepera PB (Eksekutif Nasional Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat). Sewaktu masih seorang mahasiswa Selpius ditangkap oleh otoritas karena keterlibatannya dalam demonstrasi terhadap Perusahaan tambang Amerika Serikat Freeport-McMoran pada tahun 2006. Pada tanggal 7 Juli 2011, dia ikut berpartisipasi dalam penyusunan Deklarasi Perdamaian Papua, yang merupakan bagian dari ‘Dialog Jakarta–Papua’ yang difasilitasi oleh Dr Muridan Widjojo dan Dr Neles Tebay. Dia lalu ikut berpastisipasi dalam penyelenggaraan Kongres Rakyat Papua III pada Oktober 2011 dan memegang peran utama dalam perencanaan kongres tersebut, yang berujung kepada penangkapannya atas tuduhan makar.

Menurut surat kabar setempat, Bintang Papua, Bobii menyatakan bahwa Kongres ini memberikan kesempatan kepada rakyat Papua untuk mengemukakan pendapat mengenai apa yang mereka rasakan. Dia telah secara resmi mengajukan permohonan kepada pemerintah Indonesia untuk ikut berpartisipasi dan mengirimkan Djoko Suyanto selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) sebagai perwakilan. Akan tetapi Menko Polhukam menolak undangan tersebut.

Kongres Rakyat Papua III diadakan pada tanggal 17–19 Oktober 2011 dan dihadiri oleh lebih dari 4,000 peserta. Kongres ini berlangsung di Lapangan Zakeus milik misi katolik Padang Bulan yang terletak berdekatan dengan Ibukota propinsi, Jayapura. Bendera Bintang Kejora dikibarkan dalam acara tersebut. Menurut Asian Human Rights Commission (AHRC), sekitar 2,200 anggota TNI dan Brimob (Brigade Mobil) berada disekitar lokasi acara. Sedikitnya 100 anggota penjaga keamanan dilaporkan mengelilingi lokasi acara dengan mobil polisi, mobil-mobil berlapis baja dan senjata api, sedangkan peserta acara hadir tanpa bersenjata.

Pada tanggal 19 Oktober 2011, sekitar pukul 14:00 waktu setempat, deklarasi politik tentang mampunya rakyat Papua untuk berdiri sendiri dibacakan oleh Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi yang sebelumnya telah dipilih sebagai presiden dan perdana menteri Negara Federasi Papua Barat. Menurut laporan LSM setempat, Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (KPKC), Bapak Bobbi menyakatan “kami ingin kembali kepada kedaulatan yang dulu pernah kami rasakan” dan meminta kepada pemerintah pusat untuk menyelenggarakan program pembangunan untuk menjamin rakyat merasakan perbaikan kondisi kehidupan mereka.

Kongres berakhir setelah pendeklarasian tersebut dan para peserta mulai bubar dan kembali ke tempat masing-masing. Aparat keamanan mulai menembakkan senjata api diudara dan dilaporkan menggunakan gas air mata kepada para peserta yang hendak bubar sambil memukuli mereka. Kejadian ini meninggalkan lusinan orang terluka. Sekitar 300 peserta ditangkap dan dibawa ke tahanan dengan truk-truk aparat namun sebagian besar kemudian dibebaskan. Video rekaman acara tersebut, yang diterima oleh LSM Down to Earth dan Tapol, memastikan bahwa tidak sedikit tembakan dilepaskan aparat keamanan dan bahwa para peserta dipukuli.

Sementara Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut dan Gat Wenda ditangkap di lokasi dimana kongres diselenggarakan, Human Rights Watch melaporkan bahwa Bapak Bobii berhasil menghindari pihak kepolisian. Ia namun menyerahkan diri ke polisi pada tanggal 20 Oktober 2011 dengan didampingi kuasa hukum dan beberapa jurnalis Papua. Gat Wenda dituduh dengan UU 12/1951 tentang senjata tajam, sedangkan kelima orang lain dituduh telah melakukan tindakan makar (Pasal 106 KUHP), konspirasi (pasal 110 KUHP), dan penghasutan untuk melawan pihak aparat dengan menggunakan kekerasan (Pasal 160 KUHP). Hingga hari ini mereka masih ditahan di Kantor Polisi Jayapura untuk menunggu sidang.

Gat Wenda disidangkan dan dihukum dengan lima bulan dipenjara. Dengan menilai bahwa hamper lima bulan sudah habis sebelum siding, dia langsung dibebaskan. Sedangkan Selpius Bobii dan keempat terdakwa lain menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kelas I A Abepura sebanyak 13 kali, dimulai pada tanggal 30 Januari 2012. Pada tanggal 16 Maret 2012, kelima laki-laki diputuskan bersalah makar secara sah dan menyakinkan dengan hukuman penjara selama tiga tahun atau dua tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum(JPU). Tim Penasehat hukum dan JPU sama–sama telah menyatakan banding terhadap putusan tersebut pada tanggal 4 April ke Pengadilan Negeri 1 Jayapura dan akan diteruskan kepada Pengadilan Tinggi untuk diperiksa dari fakta–fakta persidangan. Pada tanggal 11 Mei 2012, pengajuan banding kelima tahanan politik ke Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura ditolak. Terkait penolakan tersebut, Penasehat Hukum (PH) Forkurus Cs akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada 24 Juli 2012, Mahkama Agung melalui Putusan MA No. 1029K/PD/2012 menolak permohonan kasasi dari pada pemohon kasasi/para terdakwa dalam kasus Kongres Rakyat Papua (KRP) III yakni Selpius Bobii, Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Dominikus Surabut dan August Magbrawen Sananay Kraar.

Penangkapan pertama

Pada tanggal 16 Maret 2006, Selpius ditahan sehubungan dengan perannya sebagai koordinator demonstrasi mahasiswa di Abepura terhadap perusahaan tambang Amerika Serikat, Freeport-McMoran. Selpius ditangkap pada lokasi demonstrasi dan diamankan oleh pihak kepolisian. Menurut laporan Persekutuan Gereja-gereja di Papua, penahanan Selpius ini memicu bentrokan antara pihak kepolisian dan para demonstrator. Bapak Bobii ditahan dan diisolasikan dari keluarganya dan juga tahanan lainnya, serta tidak diperbolehkan memanggil kuasa hukum ataupun jurnalis. Dia didakwa menghasut publik untuk melawan pihak berwenang dengan menggunakan kekerasan (Pasal 160 KUHP) dan dihukum 6 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura. Ia dibebaskan pada 11 Januari 2011. Menurut Omona dan Haksoro (2011), sewaktu menjalani hukumannya di penjara, Bapak Bobii mengalami beberapa perlakuan tidak pantas, termasuk pemukulan dan pengisolasian.

Sebelum kongres Selphius Bobii sudah menyelesaikan satu masa tahanan di penjara. Ia ditahan setelah kerusuhan yang pecah di Abepura pada tanggal 16 Maret 2006, di mana empat orang anggota polisi dan militer tewas. Bentrokan terjadi setelah adanya demonstrasi menuntut penutupan tambang Freeport, dan sebagai Sekretaris Jenderal Front Pepera yang telah menyerukan demo Pak Bobii ditangkap dan dikenai Pasal 160 dari KUHP Indonesia, untuk penghasutan.

Menurut Persekutuan Gereja-gereja di Papua, penangkapan Bobii memicu bentrok di antara pihak kepolisian dan para pendemo. Bobii ditahan di sel isolasi dan ditolak aksesnya untuk kuasa hukum dan para wartawan. Dalam kaitan dengan insiden tersebut, Pak Bobii dijadikan sasaran penyiksaan, seperti halnya 23 tahanan lainnya. Kelompok Kerja Indonesia untuk Advokasi Menentang Penyiksaan telah melaporkan bahwa Pak Bobii ditendang, ditinju, ditampar dan dipukuli dengan kursi sehingga menyebabkan bibir bawah robek dan luka-luka dan memar di seluruh tubuhnya.

Beberapa organisasi, termasuk Amnesty International dan Tim Advokasi telah dibentuk untuk mengawal kasus tersebut, telah mengkritisi jalannya persidangan yang tidak adil dan penuh dengan intimidasi. Hal-hal yang dikeluhkan antara lain adalah para hakim yang hanya mendasarkan bukti-bukti yang tertulis di laporan-laporan ketika para narapidana ini diinterogasi untuk pertama kalinya dibawah penyiksaan, yang menunjukkan adanya ancaman mati jika mereka tidak mengakui perbuatannya, dan juga mereka telah dipukuli beberapa saat sebelum menghadiri salah satu sesi di persidangan. Pada tanggal 26 July 2006 Pak Bobii dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, dan dia dibebaskan pada tanggal 11 Januari 2010.

Sumber-sumber

Amnesty International, “Indonesia: release participants of peaceful gathering in Papua,” 20 October 2011,
http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA21/033/2011/en/5eb8e86b-1945-4f87-8ef2-d9c7022e7985/asa210332011en.pdf

Asian Human Rights Commission, “Papuan Peace Declaration,” 12 July 2011,
http://www.humanrights.asia/news/forwarded-news/AHRC-FST-041-2011/?searchterm=

Asian Human Rights Commission, “Security forces open fire at the Third Papuan People’s Congress,” 19 October 2011, http://www.humanrights.asia/news/press-releases/AHRC-PRL-042-2011

Asian Human Rights Commission,“Troops open fire on Papuan gathering,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/forwarded-news/AHRC-FAT-055-2011/?searchterm=

Asian Human Rights Commission, “Indonesia: one person killed, hundreds arrested, and five persons charged with rebellion at the Third Papuan People’s Congress,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/urgent-appeals/AHRC-UAC-213-2011

Bintang Papua, “Third Papuan Congress opens in a field,”17 October 2011, available in English translation at West Papua Media, http://westpapuamedia.info/tag/selpius-bobii/

Bintang Papua, “Indonesian senior minister will not be attending Papuan Congress,” 17 October 2011, available in English translation at http://westpapuamedia.info/tag/selpius-bobii/

East Timor and Indonesia Action Network, “Congressman Faleomavaega calls upon government of Indonesia to ensure safe and humane treatment for West Papuans in custody and to work for their release,” 21 October 2011, http://www.etan.org/news/2011/10faleo.htm

Ecumenic Council of Churches in Papua (Persekutuan Gereja-gereja di Papua), “Executive summary of the preliminary report of the Abepura case 16 March 2006,” 29 September 2006, http://www.hampapua.org/skp/skp06/var-10e.pdf

Human Rights Watch, “Indonesia: independent investigation needed into Papua violence,” 27 October 2011,
http://www.hrw.org/news/2011/10/28/indonesia-independent-investigation-needed-papua-violence

Jakarta Globe, “Dozens injured as Papua group declares independence from Indonesia,” 19 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/home/dozens-injured-as-papua-group-declares-independence-from-indonesia/472697

Jakarta Globe, “At Papuan Congress, a brutal show of force,” 22 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/editorschoice/at-papuan-congress-a-brutal-show-of-force/473327

Jakarta Post, “Abepura trial begins in Papua,” 18 March 2006,
http://www.thejakartapost.com/news/2006/05/18/abepura-trial-begins-papua.html

Jerry Omona & Angga Haksoro, “Front Pepera: Violence in Abepura prison is unacceptable,” 13 July 2010, available in English translation at Human Rights Media,http://www.vhrmedia.com/Front-Pepera-Violence-in-Abepura-Prison-Is-Unacceptable-news4907.html

Jerry Omona & Angga Haksoro, “Violence against political prisoners,” 10 August 2010, available in English translation at Voice of Human rights Media,http://www.vhrmedia.com/Violence-against-Political-Prisoners-%281%29-story5266.html

Justice, Peace and the Integrity of Creation, (Keadilan, Perdamaian and KeutuhanCiptaan,KPKC), Synod of GKI, the Indonesian Christian Church, “ThirdPapuanCongress,” 21 October 2011,available in English translation at West Papua Media,http://westpapuamedia.info/2011/10/22/report-by-gki-on-third-papuan-congress-and-declaration-of-independence/

Tapol, East Timor and Indonesia Action Network, West Papua Advocacy Team, “Indonesian crackdown on Papuan Congress sparks outrage,” 20 October 2011,
http://www.etan.org/etanpdf/2011-13/TAPOL%20WPAT%20ETAN%20Crackdown%20sparks%20outrage.pdf

Tapol, Bulletin 183, “Papuans tortured, policemen killed,” July 2006, http://lists.topica.com/lists/indonesia-act@igc.topica.com/read/message.html?sort=a&mid=812274158

Tapol, “Urgent Action for victims of Abepura incident,” received from John Rumbiak, 17 March 2006, http://lists.topica.com/lists/WestPapua/read/message.html?sort=d&mid=1720030651

Video : Metro TV, 19 October 2011, “ PolisiBuruPesertaKongresPendirian Negara Papua,”http://www.youtube.com/watch?v=9eB_lHvxGdg

Di update: 4 Januari 2013

Share

Orang Papua di balik Jeruji: Agustus 2013

Ringkasan

Pada akhir Agustus 2013, terdapat 55 tahanan politik di penjara Papua. Ada sejumlah penangkapan pada bulan ini yang mencerminkan upaya polisi untuk menghalangi demonstrasi damai di seluruh wilayah Papua. Mereka semua yang ditahan pada bulan Agustus telah dibebaskan dari tahanan, sebagian besar dari antaranya tanpa dakwaan. Namun di Sorong, empat tokoh masyarakat telah dibebaskan dari tahanan, tetapi tetap dikenakan tuduhan makar dan penghasutan. Di Wamena, dua orang saksi pembunuhan oleh Polisi ditahan dan kemudian dibebaskan.

Daniel Gobay dan Matan Klembiap dalam kasus penangkapan di Depapre, serta enam aktivis dalam kasus amunisi di Abepura telah dibebaskan. Ada laporan keprihatinan mengenai investigasi untuk kasus Biak 1 Mei dan persidangan Aimas 1 Mei. Aparat keamanan Indonesia menggerebek kantor Dewan Adat Papua dan sebuah gereja di Paniai. Kondisi kesehatan Filep Karma semakin memburuk karena ditolak perawatan medis yang memadai sekali lagi.

Penangkapan

Empat pemimpin masyarakat ditangkap setelah pernyataan pers mendukung Freedom Flotilla

Pada tanggal 28 Agustus 2013, sekitar pukul 18.00 waktu Papua, Polres Sorong menangkap empat tokoh masyarakat di Gereja Maranatha Lama di Sorong. Apolos Sewa, Ketua Dewan Adat Daerah (DAD), Yohanis Goram Gaman, Pengurus DAD, Amandus Mirino dan Samuel Klasjok ditangkap selepas sesi doa dan keterangan pers dalam aksi solidaritas DAD dengan ‘Freedom Flotilla’ yang sedang berlayar dari Australia ke Papua Barat untuk menyoroti situasi hak asasi manusia di Papua Barat.

Menurut laporan dari seorang aktivis setempat sebagaimana dinyatakan dalam Tabloid Jubi, sesi doa dan keterangan pers tersebut diterima dengan antusias oleh masyarakat yang hadir. Dalam langkah mendukung keterangan pers – yang menyambut kedatangan Freedom Flotilla – bendera Bintang Kejora bersama dengan bendera Aborigin lainnya dikibarkan. Tak lama setelah itu, keempat pemimpin tersebut ditangkap dan dibawa ke Polres Sorong untuk diinterogasi.

Informasi yang diterima dari sumber setempat lainnya menyatakan bahwa selepas diinterogasi selama satu malam, keempatnya dibebaskan dengan syarat. Keempat aktivis tersebut diminta memberikan  pernyataan kepada polisi untuk dapat bekerja sama dengan penyidik polisi, bersedia menghadiri proses hukum sampai ke pengadilan dan akan melapor  kepada polisi dua kali seminggu. Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) menyatakan bahwa pada tanggal 2 September, keempatnya melapor ke Polres Sorong untuk pertama kali sejak dibebaskan pada 29 Agustus.  ALDP juga melaporkan bahwa para pengacara HAM akan berkoordinasi dengan polres Sorong untuk mengatur akses ke pengacara hukum untuk keempatnya. Laporan di media Papua menyatakan bahwa mereka telah dituduh dengan makar dan penghasutan sebagaimana Pasal 106 dan 110 KUHP.

Penangkapan dan intimidasi terhadap warga sipil dan aktivis yang berpartisipasi dalam Parade Budaya Papua

Menurut laporan dari sumber HAM setempat, aparat keamanan Indonesia berusaha menghalangi terjadinya demonstrasi dalam bentuk Parade Budaya Papua pada 15 Agustus 2013 di berbagai kota di Papua. Parade Budaya diadakan untuk memperingati perjanjian New York tahun 1962, yang mengakibatkan Papua Barat diserahkan kepada Indonesia, dan untuk mendukung pembukaan kantor Kampanye Free West Papua di Belanda.

Waena

Sebuah laporan yang diterima melalui email dari seorang aktivis setempat di Jayapura menyatakan bahwa empat KNPB (Komite Nasional Papua Barat) aktivis Agus Kosai, Toni Kobak, Wim Rocky Medlama dan 13 anggota KNPB lainnya yang tidak dinama ditangkap pada 14 Agustus sementara mereka sedang membuat persiapan untuk Parade Budaya. Para aktivis telah merencanakan untuk melakukan kegiatan dari Waena ke makam pemimpin Papua Theys Hiyo Eluay di pinggiran kota Sentani pada 15 Agustus, namun ditangkap oleh polres Jayapura. Setelah diinterogasi selama beberapa jam, mereka dibebaskan namun polisi menyita barang yang akan digunakan pada Parade Budaya, termasuk spanduk, generator, mikrofon dan megafon. Sebuah artikel oleh situs berita Warta Papua Barat melaporkan bahwa di Jayapura, sekitar 800 personil kepolisian diturunkan untuk mengamankan Parade Budaya yang bergerak dari Jayapura ke Waena. Dalam artikel ini, seorang aktivis hak asasi manusia telah mengkritik tindakan ini, menyatakan bahwa kehadiran polisi yang banyak itu berlebihan untuk sebuah demonstrasi damai.

Di Waena, ratusan warga sipil dilaporkan ‘dihadang’ oleh polisi bersenjata lengkap di Terminal Abe-Sentani. Menurut seorang aktivis yang diwawancarai dalam laporan tersebut di atas itu, empat truk polisi, satu panser mobil gas air mata dan satu tangki dikerahkan untuk mengendalikan Parade Budaya tersebut.

Wamena

Laporan yang sama diterima dari aktivis setempat yang menyatakan bahwa polisi bandara di kota Wamena menyita lima spanduk yang dikirim dari Jayapura untuk digunakan di Parade Budaya pada 15 Agustus. Ketika aktivis KNPB meminta penjelasan dari pihak berwenang, mereka diberitahu bahwa spanduk-spanduk tersebut diduga mengandung pesan separatisme yang dilarang dan  akan ‘mengganggu’ Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Sebuah unit TNI, Kodim serta Brimob diduga menguasai ruang di mana para aktivis berniat untuk parade, menghambat kemampuan mereka untuk berkumpul.

Fak-Fak                                                                                                   

Laporan lainnya yang dikirim oleh Dewan Adat Papua (DAP) menyoroti taktik banyaknya polisi menjelang perayaan Parade Budaya pada tanggal 15 Agustus di Fak-Fak. Pada 8 Agustus, polres Fak-Fak membawa sebuah konvoi kendaraan ke kampung Sakartemin dan mengeluarkan pernyataan melarang masyarakat melaksanakan Parade. Pada tanggal 10 Agustus, polisi menyita tas milik masyarakat sipil bernama Firmansyah Iribaram di pelabuhan Fak-Fak, karena bendera Bintang Kejora tercetak di atasnya. Ketika  diminta penjelasan, polisi menyatakan bahwa mereka memiliki hak untuk menyita tas itu. Pada tanggal 12 Agustus, Kapolres Fak-Fak Drs. M. Yusuh memimpin sebuah konvoi kendaraan kepolisian ke Distrik Kramonggea dimana mereka mengeluarkan pernyataan serupa melarang setiap tindakan merayakan Parade Budaya .

Pada tanggal 13 Agustus, sembilan anggota KNPB ditangkap oleh polres Fak-Fak di kampung Brongkendik di Distrik Fak-Fak Tengah. Aktivis setempat melaporkan bahwa sembilan aktivis – Arnoldus Kocu, Lahamis Weripang (Ketua KNPB Fak-Fak ), Daniel Kaninggal, Susana Kramandodon, Tobias Hegemur, Salimin Renwarin, Alex Hindon, Matias Bahamba dan Yahya Bahamba – ditangkap oleh polisi bersenjata lengkap. Organisasi hak asasi manusia Elsham Papua melaporkan bahwa kesembilannya dibebaskan beberapa jam kemudian setelah diinterogasi.

Laporan DAP yang sama juga menyatakan bahwa pada tanggal 13 Agustus, Polres Fak-Fakmengeluarkan balasan bahwa mereka tidak dapat memberikan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) Aksi Damai bagi Solidaritas Aksi Kaum Pribumi untuk HAM Dan Demokrasi  (SKPHD ) untuk melaksanakan Parade Budaya pada 15 Agustus. Pada 14 Agustus sekitar pukul 13.30 waktu Papua, sebuah aparat gabungan TNI dan Polri melakukan penangkapan massal di beberapa kampung ditengah kota Fak-Fak. Sekitar 150 warga sipil ditangkap , termasuk orang tua, wanita dan anak-anak, dan dibawa ke Polres Fak-Fak. Setelah mendengar tentang penangkapan massal itu, tiga para koordinator Parade Budaya, Roy Mury , Samuel Rohrohmana dan Dany Hegumur menuju ke kantor polisi untuk bernegosiasi untuk pembebasan mereka. Ketiga aktivis itu ditahan dan diinterogasi selama beberapa jam sebelum dibebaskan. Ketiga aktivis tersebut menegosiasikan pembebasan 150 warga sipil itu, yang kemudian dibebaskan setelah ditahan selama tiga jam.

Laporan ini juga menyoroti kejadian di Polres Fak-Fak di mana semasa penggeledahan,wanita-wanita yang ditahan diduga ditelanjangi hingga hanya memakai celana dalam. Ini dilaporkan dilakukan oleh dua polisi wanita di kamar mandi perempuan. Seorang gadis berusia 16 tahun yang memberikan kesaksian kepada Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum di Manokwari (LP3BH) mengatakan bahwa ia diperintahkan oleh salah satu dari dua polwan itu untuk memasuki kamar mandi di mana ia ditelenjangi dan diinterogasi tentang alasannya  datang ke kota. Sebuah pernyataan pers dari LP3BH mengutuk keras tindakan dua polwan itu, dengan argumen bahwa mereka telah melanggar Pasal 5 dan Pasal 32 UU 8/1981tentang Hukum Acara Pidana dan melanggar prinsip praduga tak bersalah. Polres Fak-Fak telah mengeluarkan permintaan maaf kepada para wanita tersebut.

Pada tanggal 15 Agustus,sekitar pukul 09:30 waktu Papua, demonstran yang menuju ke Parade Budaya dari kabupaten Teluk Patipi dihentikan  oleh polisi dan dibawa ke Polres Fak-Fak. Salah satu koordinator Parade Budaya menjadi jaminan  polres untuk cepat membebaskan mereka setelah diinterogasi. Selama Parade tersebut, aparat keamanan Indonesia melakukan pencegatan dan pengeledahan terhadap kelompok-kelompok  yang berbedah  yang menuju ke tempat berkumpul untuk Parade di lapangan parkir Pasar Thumburuni di Fak-Fak. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa ada dugaan warga sipil  menerima ancaman bahwa mereka akan ditembak jika mereka mengambil bagian dalam Parade itu. Seorang pria bernama Yosua diduga dipukuli hingga mengalami gangguan pencernaan. Pengendara motor dan pejalan kaki sama sekali dihentikan dan digeladahkan sepanjang hari, diduga tanpa adanya surat izin.

Timika dan Nabire

Aktivis setempat melaporkan bahwa ada juga upaya kepolisian untuk membubarkan Parade Budaya di Timika, namun Parade berlangsung dengan aman. Ada laporan serupa tentang aktivitas Parade Budaya berjalan damai di Nabire.

Wartawan dipukuli di Paniai

Menurut sumber dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura seperti dilansir oleh ALDP, pada tanggal 15 Agustus 2013, sekitar pukul 16:20 waktu Papua, Andreas Badii, seorang wartawan berita Papua dari Bintang Papua dihentikan dengan motornya dan dipukuli oleh tiga anggota polres Paniai. Menurut Komisi Hak Asasi Manusia Asia (Asian Human Rights Commission, AHRC), Badii menderita bibir robek dan hidung berdarah sebagai akibat dari pemukulan itu. Ia dibawa ke Polres Paniai sekitar 500 meter dari tempat kejadian. Ia dibebaskan setelah 30 menit.

Ia kurang jelas apakah penganiayaan dan penahanan sewenang-wenang ini timbul karena pekerjaan Badii sebagai seorang wartawan, atau sebagai bagian dari penangkapan umum sembarangan dan pelecehan terhadap warga sipil di Paniai, yang bukan tidak biasa. Papuans Behind Bars telah mencatat 13 penangkapan sewenang-wenang terhadap warga sipil di Paniai tahun ini, semuanya kemudian telah dibebaskan tanpa dakwaan.

Saksi pembunuhan oleh polisi ditahan di Wamena

Sebuah laporan yang diterima dari seorang aktivis HAM setempat menyatakan bahwa pada tanggal 8 Agustus 2013, sekitar pukul 10.30 waktu Papua, dua saksi mata kepada pembunuhan warga sipil oleh seorang polisi – ‘AW’ dan ‘BK’ – ditangkap oleh polres Jayawijaya di Wamena. Brigadir Polisi Lusman Lua diduga melepaskan dua tembakan peringatan ketika terjadi perdebatan antara dia dan Irwan Wenda, seorang warga sipil. AW dan BK mengimbau Lua untuk tidak menembak Wenda karena ia menderita penyakit mental. Laporan tersebut menyatakan bahwa Lua bereaksi dengan menembak Wenda di kaki, perut, kepala dan lengan kiri, terus membunuhnya di tempat. Penembakan fatal terjadi di hadapan empat anggota polres Jayawijaya lainnya dan dua saksi mata tersebut.

Kelima anggota polres itu kemudian dilaporkan memukuli kedua saksi mata tanpa sebab dan membawa mereka ke Polres Jayawijaya untuk diinterogasi. AHRC melaporkan bahwa keduanya menjadi sasaran penganiayaan. Dengan himbauan dari keluarga mereka, mereka dibebaskan dari tahanan beberapa jam kemudian. Belum diketahui apakah Lua telah dihukum atau jika tindakan telah diambil terhadapnya.

Pembebasan

Daniel Gobay dan Matan Klembiap dibebaskan

Menurut sumber setempat, dua aktivis yang ditahan sejak 15 Februari 2013 karena penyelidikan atas keberadaan dua aktivis pro-kemerdekaan telah dibebaskan. Pada bulan Agustus, Daniel Gobay dan Matan Klembiap dijatuhi hukuman 6 bulan 15 hari dan 6 bulan 10 hari masing-masing dikurangi masa tahanan, untuk penghasutan dan kepemilikan senjata. Klembiap dibebaskan pada 25 Agustus 2013 sedangkan Gobay dibebaskan lima hari kemudian pada 30 Agustus. Keduanya disiksa pada saat penangkapan dan semasa penahanan. Keluarga Matan Klembiap juga diduga telah menjadi target upaya pembunuhan.

Enam aktivis dalam kasus amunisi Abepura dibebaskan

Informasi yang diterima dari sumber setempat melaporkan pembebasam Denny Immanuel Hisage, Anike Kogoyo (wanita), Jhon Pekey, Rendy Wetapo, Jimmy Wea dan Oliken Giay dari LP Abepura pada bulan Agustus 2013. Keenam aktivis dijatuhi hukuman penjara sepuluh bulan berdasarkan UU Darurat No 12/1951 dan Pasal 55 KUHP Indonesia. Seperti dilaporkan di Update Juli, dalam sebuah wawancara dengan sumber setempat, Hisage menyatakan bahwa peluru ditanam di akomodasinya dalam rangka  bukti untuk memberatkan mereka.

Pengadilan bernuansa politik dan penilaian tentang kasus

Persidangan enam tahanan dalam kasus Biak 1 Mei

Informasi yang baru diterima dari pekerja HAM setempat telah menjelaskan identitas enam orang yang ditahan dalam kasus pengibaran bendera di Biak. Mereka dikenal sebagai Oktovianus Warnares, Yoseph Arwakon, Yohanes Boseren, Markus Sawias, George Syors Simyapen dan Jantje Wamaer.

Pada tanggal 1 Mei 2013, enam aktivis ditangkap setelah polisi melepaskan tembakan ke sebuah kelompok 50 orang yang berkumpul untuk upacara pengibaran bendera untuk memperingati 1 Mei yang menandai beralihnya administrasi Papua Barat ke Indonesia. Keenam mereka menghadapi tuduhan makar dan kepemilikan senjata berdasarkan Pasal 106, 53, 55 dan 56 KUHP dan Pasal 1 UU Darurat No 12/1951.

Aktivis setempat menduga bahwa selama penyelidikan, polisi mencoba menanam bukti memberatkan pada terdakwa, yang terdiri dari 49 peluru dan tiga karton bom rakitan. Pada tanggal 2 Juli, kasus telah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum dan  dikembalikan ke penyelidikan polisi pada tanggal 10 Juli, dilaporkan karena laporan investigasi itu tidak lengkap dan belum mendapat status ‘P.21’, yang menunjukkan selesainya investigasi. Informasi yang diterima dari pengacara HAM setempat melaporkan bahwa pada tanggal 29 Agustus, kasus itu sudah dilimpahkan dengan sukses ke Jaksa. Pengacara-pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jayapura telah menandakan kesediaan untuk mewakili keenamnya setelah para keluarga enam aktivis mengajukan permintaan bantuan hukum. Namun, kesulitan keuangan menghambat kemampuan mereka untuk memberikan pendampingan hukum kepada keenam aktivis, yang sebagian besar di antaranya bekerja sebagai petani dan tidak mampu membayar biaya.

Saksi bukan saksi fakta yang dihadirkan dalam kasus Aimas 1 Mei

Sebuah laporan dari situs berita Papua online Tabloid Jubi menyatakan bahwa sidang untuk Aimas 1 kasus Mei (lihat Update Mei) telah dimulai. Pada tanggal 26 Agustus 2013 pemeriksaan saksi dilakukan di Pengadilan Negeri Sorong. Tiga saksi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Laporan tersebut menyatakan bahwa hanya satu dari tiga orang saksi, Mesak Takoy, memiliki pengetahuan tentang insiden yang terjadi pada 30 April dalam peringatan tanggal 1 Mei, di mana tujuh orang – Isak Klaibin, Klemens Kodimko, Obeth Kamesrar, Antonius Safuf, Obaja Kamesrar, Yordan Magabloi dan Hengky Mangamis – ditangkap dan dituduh dengan makar di bawah Pasal 106, 108 dan 110 KUHP. Menurut sumber LP3BH yang dikutip dalam laporan, Takoy adalah tetangga lama Isak Klaibin, tetapi dia tidak punya mengetahui kegiatan politik Klaibin yang diduga dan tidak memiliki pengetahuan atau pernah bertemu enam terdakwa lainnya.

Pengacara mereka telah menolak pengajuan dua orang saksi lainnya oleh Jaksa Penuntut Umum – Kepala pemerintah Distrik Aimas dan Kepala kantor pemerintahan Kesatuan Nasional (Kesbang) di Manokwari – alasannya karena, kedua mereka tidak hadir pada saat kejadian pada tanggal 30 April 2013. Pengacara juga mempertanyakan isu tiang bendera, yang disebutkan dalam Laporan Investigasi dan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut, digunakan sebagai bukti terhadap ketujuh aktivis. Mereka berpendapat bahwa benda itu memang tidak ada pada saat kejadian tersebut. Keterangan saksi diharapkan akan terus berlanjut pada bulan September.

Kasus Timika 1 Mei dilimpahkan ke Jaksa

Seorang pengacara HAM setempat telah melaporkan bahwa kasus pengibaran bendera Timika 1 Mei (lihat Update Mei) telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum. Sebuah sumber HAM lain telah menyatakan bahwa kelima orang – Domi Mom, Alfisu Wamang, Musa Elas, Eminus Waker dan Yacob Onawame – saat ini ditahan di Lembaga Pemasyaralatan Timika dan bahwa mereka masih  tanpa pendampingan hukum. Sumber yang sama juga melaporkan bahwa kelimanya telah disiksa dan diintimidasi oleh polisi semasa di tahanan. Sebagaimana dilaporkan dalam Update Juli kami, tiga di antaranya – Musa Elas, Yacob Onawame dan Alfisu Wamang –kesehatannya menjadi memburuk. Keluarga mereka telah meminta aparat polres Mimika untuk memberikan mereka perawatan medis yang memadai di rumah sakit, namun belum ada kemajuan yang dilaporkan.

Banding akan diajukan untuk kasus Perayaan Hari Pribumi di Yapen

Pengacara HAM telah melaporkan bahwa mereka akan mengajukan banding terhadap hukuman penjara dua tahun dan 18-bulan masing-masing atas Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi. Kedua mereka tidak lagi dalam tahanan karena telah menghabiskan jumlah maksimum yang diperbolehkan dalam penahanan.

Yogor Telenggen dituduh terlibat dalam penembakan Pirime 2012

Informasi yang diterima melalui email dari sumber HAM setempat telah mengungkapkan bahwa Yogor Telenggen, yang sebelumnya dilaporkan terlibat dalam penembakan 2012 di Puncak Jaya melawan aparat militer Indonesia, kini telah dituduh terlibat dalam kasus Pirime di Jayawijaya pada tahun 2012 dan penembakan terhadap para sopir di Bandara Mulia. Diperkirakan bahwa Telenggen tanpa pendapingan hukum, tapi ini belum dikonfirmasi. Dia telah ditahan di Polda Papua sejak 10 Maret 2013.

Vonis disampaikan untuk Atis Rambo Wenda

Informasi yang baru-baru ini diterima dari sumber-sumber setempat melaporkan bahwa Atis Rambo Wenda, yang ditangkap pada 4 April 2013 di Waena dan didakwa dengan tindak pidanan kekerasan berdasarkan Pasal 170 KUHP, telah dijatuhi hukuman penjara 10 bulan pada tanggal 20 Juli. Dalam Update Juni, Papuans Behind Bars melaporkan ketakutan Wenda atas potensi penganiayaan dari pihak berwenang di Abepura, mengakibatkannya menolak perawatan medis yang sangat dibutuhkan.

Kasasi diajukan untuk Bastian Mansoben

Pada tanggal 29 Agustus 2013, para pengacara HAM untuk Bastian Mansoben mengajukan banding terhadap hukuman 3 tahun penjara dan 6 bulan, yang sebelumnya dilaporkan dengan salah di Update Juni sebagai 3 tahun penjara. Mansoben disiksa pada saat penangkapan oleh kepolisian Biak dan dipukuli parah semasa dalam tahanan.

Sidang penangkapan Sarmi terus ditunda

Sebuah pemeriksaan saksi yang dijadwalkan pada tanggal 28 Agustus dalam pengadilan Alex Makabori (alias Isak Demetouw), Daniel Norotouw, Niko Sasomar dan Soleman Teno ditunda. Pengacara HAM telah menyatakan bahwa pemeriksaan saksi telah ditunda beberapa kali. Hal ini dilaporkan karena Jaksa Penuntut Umum tidak bisa menghadirkan  saksi. Jaksa menyatakan bahwa personil militer yang  sebagai saksi telah dipindahkan ke Merauke, sementara saksi masyarakat  sipil tidak dapat hadir karena mereka tinggal jauh. 

Kasus-kasus yang menjadi perhatian

Anggota Dewan Adat Papua diintimidasi dan diancam dalam operasi kepolisian besar di Sentani Barat

Informasi yang diterima dari dua sumber HAM setempat melaporkan bahwa pada tanggal 12 Agustus 2013, kantor Dewan Adat Papua (DAP), yang juga merupakan kediaman tahanan politik Forkorus Yaboisembut, digerebek dalam operasi polisi yang didukung oleh militer. Laporan yang diterima menyatakan bahwa kantor DAP, yang berada di kampung Sabron Yaru di wilayah Sentani Barat, dikelilingi oleh sekitar 100 aparat keamanan bersenjata yang tiba dengan 20 sepeda motor patroli, dua truk dari Polres Jayapura dan satu truk dari Batalyon 751 Sentani pembagian militer. Sebuah laporan yang diterima dari salah satu sumber setempat menyatakan bahwa pada saat itu, kantor itu hanya dihadiri oleh salah satu anggota Satgas Papua, grup keamaman bagi DAP, dan dua anggota DAP. Mereka diancam akan ditembak jika mereka tidak tetap duduk dan diam.

Kapolres Jayapura, Roicke Harry Langi, yang memimpin operasi itu dilaporkan menyatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk menuntut bahwa organisasi keamanan DAP, Satgas Papua tidak lagi memakai pakaian seragam dan baret custom made mereka. Para aparat keamanan diduga juga menyatakan bahwa mereka diperintahkan oleh Kapolri dan Panglima TNI untuk segera mengambil tindakan terhadap mereka yang tidak mematuhi aturan baru ini. Satgas Papua tidak dianggap sebagai institusi resmi yang disetujui oleh pemerintah Indonesia.

Kondisi kesehatan Filep Karma memburuk, ditolak perawatan medis

Sebuah laporan dari Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC Jayapura) telah mengungkapkan kekhawatiran baru bagi kesehatan Filep Karma, yang telah didiagnosis dengan penyakit jantung oleh tim medis di LP Abepura. Tim medis telah menyarankan perawatan khusus di rumah sakit pemerintah umum di Jayapura. Meskipun demikian Kalapas Abepura dilaporkan telah mengabaikan tiga surat rujukan yang dibuat oleh wakil tim medis LP Abepura yang meminta Karma diberi perawatan yang dibutuhkan.

Aparat keamanan menggeledah gereja di Paniai gereja dalam pencarian senjata

Situs berita Papua Majalah Selangkah telah melaporkan terjadi penggerebekan oleh gabungan aparat kepolisian dan militer atas Gereja Katolik St Maria Magdalena di wilayah Pugodide di Kabupaten Paniai pada tanggal 4 Agustus 2013. Menurut informasi yang diterima dari Majalah Selangkah dari seorang aktivis setempat yang berada di Paniai, penggerebekan itu dilakukan dalam mencari senjata yang diduga dimiliki oleh kelompok yang disangka militan di wilayah Pugodide.

Sebuah kronologi kejadian seperti yang dijelaskan oleh sumber Paniai setempat itu menyatakan bahwa pada tanggal 1 Agustus, masyarakat Pugodide menerima kabar mengenai distribusi ternak untuk 10 marga dari tiga kampung. Jonatan Bunai Gedeutopaa, seorang petugas militer di Jayapura meminta agar masyarakat Pugodide berkumpul di halaman Gereja St Maria Magdalena pada tanggal 4 Agustus untuk pembagian ternak di antara mereka sebelum memulai ibadah. Sementara distribusi sedang dilakukan, 15 para aparat keamanan Indonesia tiba dalam tiga kendaraan dan lanjut melakukan pencarian pada anggota masyarakat, termasuk perempuan, anak-anak dan orang tua, dilaporkan pencarian senjata yang mereka mengatakan mereka percaya dimiliki oleh militan tersangka.

Pasukan keamanan juga dilaporkan secara paksa memasuki gereja, merusak pintu depan gereja. Dalam penggeledahan, aparat keamanan mencungkil tanah sekeliling gereja dan juga naik ke atas atap gereja dalam upaya pencarian senjata. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa Jonatan Bunai, dan seorang lagi petugas militer bernama Matias Bunai, yang membantu memfasilitasi distribusi ternak, tidak terlibat dalam penggeledahan itu. Tidak ada senjata yang ditemukan. Aparat keamanan menyita total  IDR 16 juta dari gereja dan beberapa handphone milik masyarakat dan membawa barang-barang yang disita ke Polres Paniai di Madi. Seperti dilaporkan dalam update-update sebelumnya, aparat militer sering melecehkan dan mengintimidasi warga sipil di Paniai dalam operasi sweeping di mana barang-barang pribadi disita tanpa surat perintah penyitaan.

Berita

Gubernur Enembe mengunjungi tahanan politik di Abepura

Tahanan politik Selpius Bobii telah mengeluarkan pernyataan sebagai balasan atas kunjungan baru-baru ini oleh Gubernur Papua  Lukas Enembe, ke Abepura pada tanggal 17 Agustus 2013. Pernyataan itu menegaskan kembali penolakan tawaran grasi oleh para tahanan politik di Abepura (yang akan membutuhkan pengakuan bersalah), dan menyoroti beberapa percakapan antara Enembe dan Filep Karma, Victor Yeimo dan Selpius Bobii. Dalam menanggapi kunjungan Gubernur, Bobii memberitahukan Gubernur bahwa sebagai tahanan politik mereka menolak grasi, dan bahwa bangsa Papua siap untuk bernegosiasi dengan Indonesia dan menolak Otonomi Khusus Plus. Enembe telah dilaporkan mengatakan kepada para tahanan untuk meninggalkan gerakan pro-kemerdekaan dan bekerja untuk mencapai kebebasan melalui kemakmuran.

Tahanan politik Papua bulan Agustus 2013

  Tahanan Tanggal Penahan Dakwaan Hukuman Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/Penjara
1 Victor Yeimo 13 Mei 2013 160 3 tahun  (dijatuhkan pada 2009) Demo tahun 2009; Demo 13 Mei di Jayapura Tidak Ya Abepura
2 Astro Kaaba 3 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Sidang tertunda Polres Serui
3 Hans Arrongear Tidak diketahui Makar Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Sidang tertunda Polres Serui
4 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
5 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
6 Yohanes Boseren 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
7 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
8 George Syors Simyapen 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
9 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, UU Darurat 12/1951 Tidak diketahui Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Tidak Ya Tahanan polres Biak
10 Domi Mom 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
11 Alfisu Wamang 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
12 Musa Elas 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
13 Eminus Waker 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
14 Yacob Onawame 1 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
15 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
16 Yordan Magablo 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
17 Obaja Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
18 Antonius Safuf 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
19 Obeth Kamesrar 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
20 Klemens Kodimko 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei Tidak Ya Polres Sorong
21 Isak Klaibin 30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Penembakan Aimas, peringatan 1 Mei; dituduh TPN/OPM Tidak Ya Polres Sorong
22 Yahya Bonay 27 April 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Sidang tertunda Tahanan polres Serui
23 Atis Rambo Wenda 4 April 2013 170 10 bulan Dituduh pidana kekerasan Ya Ya Abepura
24 Yogor Telenggen 10 Maret 2013 340, 338, 170, 251, UU Darurat 12/1951 Menunggu sidang Penembakan Pirime tahun 2012 Ya Ya Polda Papua
25 Isak Demetouw(alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Penangkapan Sarmi Tidak Sidang tertunda Sarmi
26 Daniel Norotouw 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Penangkapan Sarmi Tidak Sidang tertunda Sarmi
27 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Penangkapan Sarmi Tidak Sidang tertunda Sarmi
28 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Penangkapan Sarmi Tidak Sidang tertunda Sarmi
29 Boas Gombo 28 Februari 2013 Pasal 24 dan 66 of Law 24/2009 9 bulan Bendera Indonesia perbatasan dengan PNG Tidak Ya Abepura
30 Andinus Karoba 10 Oktober 2012 365(2), UU 8/1981 Hukum Acara Pidana 1 tahun 10 bulan Aktivis Demak dituduh pencurian Ya Ya Abepura
31 Yan Piet Maniamboy 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ya Serui
32 Edison Kendi 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ya Serui
33 Jefri Wdanikbo 7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Dituduh pidana kekerasan di Wamena Ya Ya Abepura
34 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2.5tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
35 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
36 Bastian Mansoben 21 Oktober 2012 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus bahan peledak di Biak Possession of explosives Tidak Biak
37 Forkorus Yaboisembut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
38 Edison Waromi 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
39 Dominikus Surabut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
40 August Kraar 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
41 Selphius Bobii 20 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
42 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
43 Oskar Hilago 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
44 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
45 Obed Kosay 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
46 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
47 Dipenus Wenda 28 Maret 2004 106 14 tahun Pemboikotan Pilkada Bokondini Unclear Tidak Wamena
48 George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
49 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
50 Ferdindan Pakage 16 Maret 2006 214 15 tahun Kasus Abepura tahun 2006 Ya Ya Abepura
51 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Life Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
52 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
53 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
54 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Life Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
55 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu proyek tentang tahanan politik di Papua Barat.

Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Dana dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

Juni 2014: RUU Ormas baru digunakan untuk mendukung represi polisi di Papua

Ringkasan

Pada akhir Juni 2014, terdapat setidaknya 76 tahanan politik di lembaga-lembaga permasyarakatan Papua.

Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sebuah kelompok aktivis Papua yang pro-merdeka, menjadi target penangkapan oleh pihak aparat keamanan Indonesia selama bulan ini. Setidaknya 24 anggota KNPB ditangkap dari beberapa daerah di Papua, seperti Boven Digoel, Timika dan Merauke. Di Boven Digoel, polisi melakukan penangkapan massal anggota KNPB sebanyak 20 orang, dengan alasan RUU Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas). Menurut polisi, tidak sahnya KNPB karena organisasi tersebut belum terdaftar di Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Berdasarkan itu, polisi mengatakan semua atribut KNPB seperti bendera dan lambing organisasi juga tidak sah.

Pemakaian RUU Ormas memberi kesan untuk medelegitimasi dan mengendalikan kelompok masyarakat sipil pribumi di Papua. Khususnya, sebelum demonstrasi atau acara peringatan terus menempatkan keterbatasan yang tidak dapat diterima terhadap kebebasan berkumpul dan berekspresi di Papua.

Awal bulan ini ada indikasi dimana pihak otoritas Indonesia berupaya menumpas anggota KNPB  melalui penangkapan dan penggerebekan untuk menghalangi pelaksanaan peringatan 1 Juli, yaitu tanggal yang dianggap sebagai hari nasional bagi orang Papua. Selain itu, ada juga penangkapan benuansa politik yang terkait dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) RI di Merauke. Polisi menangkap satu orang dan mengepung Sekretariat KNPB. Penangkapan dilakukan dengan tuduhan para aktifis sedang merencanakan kegiatan sosialisasi untuk memboikot PilPres pada 9 Juli 2014. Orang Papua di Balik Jeruji sudah mendokumentasikan penangkapan serupa di Bokondini pada tahun 2004 dan di Nabire pada tahun 2009. Ini sudah menjadi pola biasa pada masa pemilu di Papua, di mana aktifis pro-merdeka menuntut boikot, lalu ditangkap.

Sementara itu, Iskandar Bwefar, seorang orang Papua berkewargaraan Belanda, ditangkap di Den Haag, karena mengibarkan bendera Bintang Kejora secara damai dalam pawai perayaan Hari Veteran Belanda. LSM Belanda melaporkan bahwa bendera Bintang Kejora dilarang dibawa dalam pawai oleh pihak otoritas Belanda, sesudah tekanan dari Kedutaan Besar Indonesia di Belanda. Penangkapan ini mirip dengan penangkapan tiga warga PNG pada bulan Desember 2013 ketika bendera Bintang Kejora dikibarkan dalam sebuah kegiatan di Port Moresby. Kesediaan pemerintah asing untuk melegitimasi kriminalisasi lambang Bintang Kejora, sangat menghawatirkan. Ini merupakan pelanggaran hukum internasional,  berdasarkan laporan dan opini dari UN Working Group on Arbitrary Detention (Kelompok Kerja PBB tentang penahanan sewenang-wenang).  Pada tingkat luas, perkembangan ini mengindikasikan bahwa Indonesia semakin proaktif dalam upaya membatalkan dukungan untuk kemerdekaan Papua di luar negeri.

Penangkapan

Duapuluh anggota KNPB ditangkap dalam serangan polisi Boven Digoel

Menurut aktivis setempat, pada 28 Juni 2014, sebanyak 20 aktifis dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ditangkap di Sekretariat mereka di Boven Digoel. Sekitar 50 polisi daerah Boven Digoel melakukan pencarian di Sekretariat KNPB dan menghancurkan barang-barang seperti poster pro-merdeka dan bendera KNPB. Polisi juga menyita beberapa barang milik anggota KNPB serta lima telepon genggam, kamera digital, bendera-bendera KNPB, spanduk dan uang. Belakangan, ke-20 tahanan itu dibebaskan namun, semua item yang disita, tidak dikembalikan.

Pada 30 Juni, Natalis Guyop, Kepala KNPB Boven Digoel, bersama beberapa anggota KNPB mengunjungi Polres Boven Digoel untuk menuntut penjelasan penggerebekan dan penahanan. Kepala Polres Boven Digoel, Iswan Tato, menyampaikan kepada para aktifis bahwa polisi menyerang Sekretariat KNPB Boven Digoel karena bendera KNPB berkibar di depan Sekretariat. Menurutnya tindakan polisi ini sesuai dengan aturan nasional di mana setiap lembaga kemasyarakatan yang belum didaftarkan di Kesbangpol adalah berstatus tidak sah. Maka, atribut-atribut mereka seperti bendera juga dilarang. Aturan ini disahkan dalam RUU organisasi Kemasyarakatan. Kata para aktifis, Tato mengancam mereka bahwa polisi akan membubarkan kegiatan KNPB dengan paksa dan menangkap atau menembak mati aktifis KNPB. Menurut aktifis KNPB di Boven Digoel, mereka terus dipantau.

Dua orang ditahan di Yahukimo karena kepercayaan politik

Penyidik HAM setempat melaporkan, telah terjadi penangkapan sewenang-wenang terhadap tiga laki-laki di Yahukimo. Dua diantaranya masih di balik jeruji. Pada 21 Mei 2014, sebanyak 30 anggota polisi Yahukimo menghentikan dan menginterogasi aktifis HAM Lendeng Omu tentang afiliasi dia dengan KNPB. Lendeng Omu dipukul berat, ditendang dan dipukul dengan popor senjata sebelum ditangkap dan ditahan di Polres Yahukimo. Setelah mendengar tentang kejadian ini, masyarakat kampung setempat bereaksi dengan membakar pos polisi di Jalan Halabok, Yahukimo.

Menurut laporan, pada 4 Juni kepala suku Yali di Yahukimo, Alapia Yalak, ditangkap atas tuduhan pembakaran pos polisi, namun tanpa bukti jelas.  Menurut saksi mata yang hadir pada saat penangkapan, Yalak dan seorang laki-laki yang tidak dikenal, ditangkap di rumah Yalak di Yahukimo sekitar jam 22:30 waktu Papua. Yalak bersama beberapa teman sedang bermain kartu ketika 20 anggota gabungan aparat polisi dan militer memasuki rumahnya dengan paksa. Sementara itu, sekitar 30 aparat keamanan mengepung rumah Yalak. Aparat keamanan dilaporkan tiba menggunakan 16 mobil dan mengeluarkan tembakan peringatan. Yalak diseret keluar rumah sementara teman-temannya diancam dengan senjata dan terpaksa menaikkan tangan tanda menyerah. Salah satu teman Yalak, pemuda yang sedang tidur di dapur, berusaha melarikan diri namun ditangkap oleh polisi di belakang rumah. Namun, beberapa jam kemudian, dia dilepaskan.

Menurut saksi mata ini, dirinya bersama Yalak menerima perlakuan yang kejam dari aparat keamanan selama perjalanan menuju Polres Yahukimo. Keduanya dianiaya dan diintimidasi. Setelah tiba di Polres, kata korban, polisi memaksa mereka untuk membuka semua baju dan dipukuli oleh 30 polisi secara bergantian. Kemudian, mereka dipaksa merangkak ke dalam sel rutan.

Sehari kemudian, sekelompok warga setempat berdemonstrasi di depan kantor Polres Yahukimo. Mereka menuntut pembebasan Yalak dan Omu. Namun, Yalak dipindahkan ke tahanan Polda Papua di Jayapura untuk penyelidikan lebih lanjut.

Informasi yang disampaikan dalam laporan menunjukkan bahwa Yalak ditangkap karena pilihan politik dan dukungannya bagi kemerdekaan Papua. Pada tahun 2009, sebagai kepala suku Yali di Yahukimo, Yalak diundang mengikuti rapat yang diadakan oleh Lembaga Masyarakat Adat (LMA). Dalam rapat itu, banyak kepala suku dari beberapa wilayah di Papua, berkumpul untuk membahas Otomonoi Khusus bersama otoritas pemerintah. Dalam rapat tersebut, menurut Yalak, petugas pemerintah menawarkan suap kepada para kepala suku agar mengajak anggota suku mereka untuk mendukung Otomoni Khusus. Kata Yalak, dia ditawarkan suap IDR 50,000,000 (USD 4,200) oleh Bupati Yahukimo, Ones Pahabol. Pahabol sudah dituduh korupsi, baru-baru ini pada tahun 2013, Pahabol dituduh menggelapkan sebagian dana pendidikan yang dianggarkan untuk mahasiswa.  Para kepala suku ditegaskan, “Kalau kamu bilang kamu mau merdeka, kamu tidak dapat uang. Kalau kamu mendukung Otsus, kamu dapat.” Atas tawaran itu, Yalak mengatakan “Kamu sudah cukup tipu orang tau kami di era 60an. Sekarang kamu tidak boleh tipu kami…Bapak-bapak kasih saya uang tapi masyarakat disana mereka mau merdeka.”

Hingga saat ini, dakwaan yang dijatuhkan bagi Yalak dan Omu belum jelas. Mereka juga belum mendapatkan pengacara hukum.

Tiga aktifis KNPB Timika ditahan satu malam

Menurut sumber HAM setempat, tiga aktifis KNPB ditangkap pada 30 Juni 2014 di Timika. Mereka adalah Elon Airabun, Leo Wusei dan Joni Korwa. Mereka ditangkap saat melakukan jaga malam di Sekretariat KNPB Timika. Para aktifis melaporkan bahwa tidak ada alasan untuk penangkapan ini, walaupun mereka menduga kuat bahwa tujuan paling mungkin adalah untuk mencegah kegiatan peringatan 1 Juli. Yaitu, tanggal yang dianggap sebagai hari nasional oleh orang Papua. Ketiganya telah dibebaskan tanpa dakwaan sehari sesudah kejadian.

Aktifis KNPB Merauke ditahan, Sekretariat dikelilingi

Aktifis setempat melaporkan bahwa pada 18 Juni 2014, anggota polisi dan Brimob mengelilingi Sekretariat KNPB di Merauke dan menginterogasi anggota KNPB. Aktivis yang mencoba masuk ke secretariat tersebut, dihalangi oleh aparat. Simon Apay, seorang aktivis KNPB Merauke ditangkap dan diinterogasi selama setengah jam di Polres Merauke. Apay sudah dibebaskan. Menurut sumber setempat, Kepala Intelegen Polres Merauke menyatakan bahwa polisi mengelilingi Sekretariat karena mereka menerima informasi tentang kegiatan sosialisasi boikot Pilpres 2014 yang diorganisir oleh KNPB dan Parlemen Rakyat Daerah (PRD). Aktivis setempat menyangkal merencanakan acara semacam itu.

Bulan lalu dua aktivis KNPB, Ferdinandus Blagaize dan Selestinus Blagaize, ditangkap karena memiliki dokumen terkait referendum dan buku-buku tentang sejarah Papua. Dokumen dan buku-buku tersebut dimaksudkan untuk acara sosialisasi di kampung Okaba. Hingga saat ini, keduanya masih ditahan di Polsek Okaba dan belum diketahui dakwaan yang dilimpahkan atas mereka.

Pembebasan

Ferdinand Pakage dibebaskan

Informasi diterima dari sumber HAM setempat melaporkan bahwa Ferdinand Pakage telah dibebaskan pada tanggal 16 Juni dari LP Abepura. Awalnya, Pakage ditangkap pada 16 Maret 2006 dengan tuduhan terlibatan dalam demonstrasi anti-Freeport yang menyebabkan bentrokan dengan polisi dan mengakibatkan kematian satu anggota polisi. Total 23 orang didakwa berkaitan dengan insiden ini.  Pakage dan Luis Gede menerima dakwaan yang paling berat. Dalam penahanannya, Pakage disiksa dan dipaksa mengaku, bahwa dirinya terlibat dalam kejadian itu, kendati dia merasa tidak terlibat dan tidak ikut dalam kelompok demonstran saat itu. Pakage dihukum 15 tahun penjara setelah menjalankan persidangan yang tidak adil. Para terdakwa yang menolak tuduhan, diancam dan dipukul oleh anggota Brimob. Pemukulan berat yang dilakukan petugas LP Abepura pada tahun 2008, menyebabkan mata kanan Pakage menjadi buta. Pakage terus menderita kesakitan dan sakit kepala. Upaya beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal untuk mendapatkan akses perawatan medis bagi Pakage, tak kunjung berhasil hingga dia dibebaskan.

August Kraar dibebaskan

Menurut informasi dari seorang penyelidik HAM setempat, pada 21 Juni 2014, August Kraar dibebaskan dari LP Abepura. Dia ditangkap bersama  Dominikus Surabut, Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi dan Gat Wenda  saat Konggress Rakyat Papua Ketiga pada 19 Oktober 2011. Selpius Bobii, Ketua Kongress itu, kemudian menyerahkan diri kepada polisi. Kraar didakwa dibawah Pasal 106 dan 110 untuk permufakatan jahat untuk melakukan makar dan Pasal 160 untuk penghasutan untuk melakukan kekerasan terhadap pihak berwenang. Kongress tersebut dihadiri oleh sekitar 4.000 orang Papua dalam acara damai dimana bendera Bintang Kejora dikibarkan. Ia dikelilingi oleh 2.200 anggota TNI dan Brimob, yang berjalan kaki dan serta yang menggunakan tangki. Lima tahanan tersisa diharapkan akan dibebaskan pada Juli.

Samuel Womsiwor dibebaskan

Pengacara HAM telah melaporkan pembebasan Samuel Womsiwor tiga minggu selepas penahannya pada 15 Mei 2014. Pembebasannya dijamin oleh pihak Universitas Cenderawasih (UNCEN), yang juga mendorong penangkapan Womsiwor, mulanya. Womsiwor adalah satu dari kolektif mahasiswa kritis yang menjadi target penangkapan dan intimidasi dalam beberapa bulan terakhir ini.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus

Pendemo mahasiswa dihukum enam bulan penjara

Pada tanggal 11 Juni 2014, Kristianus Delgion Madai dihukum enam bulan penjara oleh Pengadilan Distrik Jayapura dibawah UU Darurat 12/1951 karena dilaporkan menyeludupkan delapan peluru kaliber 8.4mm dari Jakarta ke Nabire. Sebelumnya, pengacara HAM telah menyuarakan keprihatinan mereka atas penahannya. Mereka menyatakan bahwa Madai dijadikan target penangkapan pihak keamanan karena dia aktif dalam demonstrasi mahasiswa di Jakarta berkaitan dengan isu Papua. Dia diharapakan akan dibebaskan pada akhirnya bulan Juli atau awal bulan Agustus.

Deber Enumby masih tidak diberikan pendampingan hukum

Sumber HAM setempat melaporkan bahwa Deber Enumby, yang ditangkap di kampung Kurilik di Puncak Jaya pada 4 Januari 2014 dan sekarang ditahan di Polda Papua, masih tanpa pendampingan hukum. Dia dituduh sebagai anggota TPN-OPM dan ditangkap atas tuduhan mencuri delapan pucuk senjata api dari pos polisi Kurilik. Dia didakwa dengan UU 12/1951. Kemungkinan besar Enumby akan dijatuhi hukuman mati, menurut kepolisian Papua.

Persidangan untuk 11 orang ditahan dalam penangkapan 26 November ditunda

Informasi dari pengacara HAM yang mendampingi 11 orang ditangkap pada 26 November 2013, melaporkan bahwa persidangan mereka penuh dengan penundaan. Mereka didakwa dengan tuduhan melakukan kekerasan dan pengrusakan terhadap barang dan orang dibawah Pasal 170 KUHP. Mereka dituduh terlibat dalam demonstrasi yang mengakibatkan bentrokan dengan aparat keamanan. Padahal, mereka menyatakan bahwa mereka tidak terlibat langsung dengan demonstrasi itu. Sudah hampir dua bulan tidak ada acara persidangan. Batas hukum penahanan mereka akan berakhir pada tanggal 30 Juli 2014.

Kasus-kasus yang menjadi perhatian

Pria Papua Belanda ditangkap karena membawa bendera Bintang Kejora di Belanda

Pada 28 Juni, Iskandar Bwefar, seorang Papua berkewargaraan Belanda, ditangkap di Den Haag,  karena melambaikan bendera Bintang Kejora pada sebuah parade memperingati Hari Veteran Belanda. Menurut wawancara dengan Bwefar di situs web Belanda Omroep West, dia didorong ke lantai oleh lima anggota polisi beberapa saat selepas melambaikan bendera Bintang Kejora saat Bwefar sementara menonton parade tersebut. Saat dia mencoba memprotes, seorang anggota polisi menyumbat mulutnya dengan bendera itu. Bwefar ditahan untuk beberapa jam sebelum dibebaskan. Bwefar didakwa karena menerobos ketertiban umum dan didenda €100.

Beberapa hari sebelum Hari Veteran Belanda, Rumah Perwakilan Belanda setuju bahwa bendera Bintang Kejora tidak akan dibawa dalam prosesi tetapi bisa dibawa di luar prosesi dan di Malieveld, padang di mana prosesi itu diadakan. Sebuah LSM Belanda melaporkan bahwa ada indikasi kuat tentang larangan itu akibat tekanan dari pihak Indonesia. Penangkapan serupa juga terjadi pada tanggal 1 Desember 2013, di mana tiga warga Papua Nugini ditangkap di Port Morseby karena keterliatan mereka dalam acara pengibaran bendera Bintang Kejora. Gubernur Powes Parkop memberitahu koran Guardian Australi bahwa tiga orang itu ditargetkan “karena tekanan yang tidak semestinya dari pemerintah Indonesia.”

Berita

Keburukan kebebasan berkespresi di Papua disorot di Dewan HAM PBB

Franciscans International, Koalisi Internasional untuk Papua (International Coalition for Papua, ICP), TAPOL,Pusat Sumber Hukum Asia (Asian Legal Resource Centre, ALRC), Pondasi Pro Papua, Vivat International dan West Papua Netzwerk menyoroti keburukannya kebebasan berkespresi di Papua semasa sesi ke-26 Dewan HAM PBB di Genewa. Pada tanggal 11 Juni 2014, koalisi menyampaikan pernyataan kusan di Dialog Interaktif dengan Pelapor Khusus untuk Kebebasan Berkespresi dan Pelapor Khusus untuk Kebebasan Berkumpul dan Pergaulan, mengungkapkan data yang menunjuk bahwa penangkapan bernuansa politik telah dua kali lipat dan laporan kasus penyiksaan dan penganiayaan telah empat kali lipat dalam tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 12 Juni, sebuah side event diadakan mendiskusi kebebesan berekspresi di Papua. Pihak panelis berbicara tentang kebebesan media, penyiksaan, tahanan politik dan tidakadanya akses bebas ke Papua.

Catatan tentang pencopotan tiga tahanan dari daftar tahanan politik

Di update kami yang sebelumnya, kami mengeluarkan tiga tahanan – Yahya Bonay, Astro Kaaba dan Hans Arrongear – dari daftar tahanan politik. Lebih dari satu tahun Orang Papua di balik Jeruji tidak bisa dapat informasi tentang tiga orang ini dan kemungkinan mereka sudah dibebaskan. Meskipun, kami akan terus melaporkan tentang kasus mereka jika kami mendapat informasi baru.

Tahanan politik Papua bulan Juni 2014 

  Tahanan Tanggal Penangkapan Dakwaan Hukuman Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/Penjara
 

 

 

1

 

 

 

Alapia Yalak

4 Juni 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Ya Ya Polda Papua
 

 

 

 

 

2

Ferdinandus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
 

 

 

 

 

3

Selestinus Blagaize 24 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan KNPB Merauke Tidak Belum jelas Polsek Okaba
 

 

 

4

Lendeng Omu 21 Mei 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan Yahukimo Belum jelas Ya Polres Yahukimo
 

 

 

 

5

Otis Waropen 2 Maret 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Warga sipil Nabire dituduh OPM Belum jelas Belum jelas Nabire
 

 

 

6

 

 

Kristianus Delgion Madai

3 Februari 2014 UU Darurat 12/1951 6 bulan Penangkapan penyelundupan amunisi di Sentani

 

Ya Tidak Penahanan Pengadilan Negeri Jayapura
 

 

 

 

7

 

 

 

Jemi Yermias Kapanai

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

 

8

 

 

 

 

 

Septinus Wonawoai

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

9

 

 

 

 

Rudi Otis Barangkea

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

10

 

 

 

 

Kornelius Woniana

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

11

 

 

 

 

Peneas Reri

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

12

 

 

 

 

Salmon Windesi

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

 

13

 

 

 

 

Obeth Kayoi

1 Februari 2014 Pasal 106, 108, 110 dan UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penangkapan penggerebekan militer di Sasawa Ya Ya Sorong
 

 

 

14

 

 

 

Yenite Morib

26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
 

 

 

15

 

 

 

Tiragud Enumby

26 Januari 2014 Tidak diketahui Penyidikan polisi tertunda Penangkapan di gereja Dondobaga Ya Ya Polres Puncak Jaya
 

 

 

 

16

Deber Enumby 4 Januari 2014 UU Darurat 12/1951 Penyidikan polisi tertunda Penangkapan senjata api Kurilik Ya Ya Polda Papua
 

 

 

17

 

 

 

Soleman Fonataba

17 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Dalam Persidangan Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Tahanan Pengadilan Negeri Jayapura
 

 

 

 

18

 

 

 

 

Edison Werimon

13 Desember 2013 106, 110)1, 53, 55 Dalam Persidangan Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013 Tidak / belum jelas Tidak Tahanan Pengadilan Negeri Jayapura
 

 

 

 

 

 

19

 

 

 

 

 

 

Pendius Tabuni

26 November 2013 170)1,170)2 (3), 351)1 Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

20

 

 

 

 

 

 

Muli Hisage

26 November 2013 170)1,170)2 (3), 351)1 Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

21

 

 

 

 

 

 

Karmil Murib

26 November 2013 170)1,170)2 (3), 351)1 Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

22

 

 

 

 

 

 

Tomius Mul

26 November 2013 170)1,170)2 (3), 351)1 Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

23

 

 

 

 

 

 

Nius Lepi

26 November 2013 170)1,170)2 (3), 351)1 Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

24

 

 

 

 

 

 

Tinus Meage

26 November 2013 170)1,170)2 (3), 351)1 Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

25

 

 

 

 

 

 

Mathius Habel

26 November 2013 170)1,170)2 (3) Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

26

 

 

 

 

 

 

Agus Togoti

26 November 2013 170)1,170)2 (3) Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

27

 

 

 

 

 

 

Natan Kogoya

26 November 2013 170)1,170)2 (3), 351)1 Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

28

 

 

 

 

 

 

Nikolai Waisal

26 November 2013 170)1,170)2 (3), 351)1 Dalam persidangan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

 

 

 

 

29

 

 

 

 

 

 

 

Penius Tabuni

26 November 2013 170)1,170)2 (3), 351)1 5 bulan Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG Ya Ya Abepura
 

 

 

30

 

 

Piethein Manggaprouw

19 Oktober 2013 106, 110 2 Tahun Penjara Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak Tidak Ya Polres Biak
 

 

 

31

 

 

 

Apolos Sewa*

28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan penahanan
 

 

 

32

 

 

Yohanis Goram Gaman*

28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penanggunahan Penahanan
 

 

 

33

 

 

 

Amandus Mirino*

28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
 

 

 

 

34

 

 

 

 

Samuel Klasjok*

28 Agustus 2013 106, 110 Dibawah Penyidikan Penangkapan Freedom Flotila di Sorong Tidak Ya Penangguhan Penahanan
 

 

 

35

Stefanus Banal 19 Mei 2013 170 )1 1 tahun and 7 bulan Penyisiran polisi di Pegunungan Bintang 2013 Ya Ya Abepura
 

 

 

 

36

 

 

 

 

Victor Yeimo

13 Mei 2013 160 3 tahun years  (divonis pada 2009) Demo tahun 2009; Demo 13 Mei di Jayapura Tidak Ya Abepura
 

 

 

 

37

 

 

 

Oktovianus Warnares

1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

 

38

 

 

 

Yoseph Arwakon

1 Mei 2013 106, 110,UU Darurat 12/1951 2 tahun and 6 bulan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

 

39

 

 

 

Markus Sawias

1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

 

 

40

 

 

 

George Syors Simyapen

1 Mei2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 4.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

 

41

 

 

 

Jantje Wamaer

1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 2.5 tahun Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
 

 

 

42

 

 

 

Domi Mom

1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
 

 

 

43

 

 

 

Alfisu Wamang

1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
 

 

 

 

44

 

 

 

 

Musa Elas

1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
 

 

 

45

 

 

 

Eminus Waker

1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
 

 

 

46

 

 

 

Yacob Onawame

1 Mei 2013 106, 110 8 bulan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Ya Timika
 

 

47

 

 

Hengky Mangamis

30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 year and 6 months Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

48

 

 

Yordan Magablo

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

49

 

 

 

Obaja Kamesrar

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

50

 

 

 

Antonius Saruf

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

51

 

 

 

Obeth Kamesrar

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

52

 

 

Klemens Kodimko

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 1 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

53

 

 

 

Isak Klaibin

30 April

2013

106, 107, 108, 110, 160 dan 164 3 tahun and 6 bulan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
 

 

 

 

54

 

 

 

 

Yogor Telenggen

10 Maret 2013 340, 338, 170, 251, UU Darurat 12/1951 Menunggu persidangan Penembakan Pirime tahun 2012 Ya Ya Wamena
 

 

 

 

55

 

 

Isak Demetouw (alias Alex Makabori)

3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
 

 

 

 

56

 

 

 

 

Niko Sasomar

3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
 

 

 

 

57

 

 

 

 

Sileman Teno

3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 2 tahun 2 bulan Makar Sarmi Tidak Ya Sarmi
 

 

 

58

 

 

 

Jefri Wandikbo

7 Juni 2012 340, 56, Law 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
 

 

 

59

 

 

 

Timur Wakerkwa

1 Mei 2012 106 2.5 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
 

 

60

 

 

 

Darius Kogoya

1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
 

 

61

 

 

Selpius Bobii

20 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
 

 

 

62

 

 

Forkorus Yaboisembut

19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
 

 

 

63

 

 

 

Edison Waromi

19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
 

 

 

64

 

 

 

Dominikus Surabut

19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
 

 

65

 

 

Wiki Meaga

20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

 

 

66

 

 

 

Oskar Hilago

20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

 

67

 

 

Meki Elosak

20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

 

 

68

 

 

 

Obed Kosay

20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
 

69

 

George Ariks

13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
 

 

 

70

 

 

 

Filep Karma

1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
 

 

71

 

 

Yusanur Wenda

30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
 

 

 

72

 

 

Linus Hiel Hiluka

27 Mei 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

 

 

73

 

 

 

Kimanus Wenda

12 April 2003 106 19 tahun dan 10 bulan Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
 

 

 

 

74

 

 

 

 

Jefrai Murib

12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
 

 

75

 

Numbungga Telenggen

11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
 

 

76

 

Apotnalogolik Lokobal

10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

* Apolos SewaYohanis Goram Gaman, Amandus Mirino dan Samuel Klasjok saat ini menghadapi dakwaan makar. Walaupun mereka dibebas bersyarat sehari setelah penangkapan mereka, mereka masih menjalani pemeriksaan dan rentan untuk ditahan lagi. Pada saat ini mereka dikenakan wajib lapor ke kepolisian dua kali seminggu.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

Orang Papua di balik Jeruji: October 2013

Ringkasan

Pada akhir September 2013, terdapat 54 orang tahanan politik dalam penjara di Papua. Jumlah penangkapan politik telah meningkat secara signifikan sejak Agustus 2013 dan ini berlanjut pada bulan Oktober, dengan puluhan ditangkap dalam demonstrasi damai di Papua. Meskipun sebagian besar yang ditahan telah dibebaskan, terdapat laporan tentang adanya intimidasi polisi – di Biak, tahanan dipaksa untuk menandatangani pernyataan kepatuhan. Pada tanggal 16 Oktober, tiga aktivis ditahan selama beberapa jam selepas  sesi doa yang diadakan di Kaimana untuk merayakan ulang tahun pembentukan Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP). Pada tanggal 19 Oktober, pemimpin demonstrasi dalam peringatan ulang tahun kedua Kongres Papua Ketiga, Piethein Manggaprouw, ditangkap dan dikenakan Pasal makar dan penghasutan .

Terdapat laporan kekhawatiran mengenai kesehatan tahanan dalam kasus Biak, Timika dan Aimas peringatan 1 Mei. Keenam tahanan kasus Biak 1 Mei sekarang menghadapi dakwaan makar, penghasutan dan kepemilikan senjata api dan bahan peledak. Dalam kasus Aimas 1 Mei , ketujuh tahanan dibuat untuk bersaksi terhadap satu sama lain (Menjadi Saksi Mahkota). Kejakasaan dalam kasus makar di Sarmi telah menuntut hukuman penjara empat tahun untuk tiga terdakwa lainnya. Panggilan telah dibuat untuk  meminta pertanggungjawaban hukum dan transparansi dalam penyelidikan polisi atas kematian Alpius Mote, yang dibunuh oleh anggota Brigade Mobil (Brimob) dalam operasi sweeping pada tanggal 23 September.

Penangkapan

51 penangkapan  pada demonstrasi damai memperingati ulang tahun Kongres Papua Ketiga

Puluhan aktivis  ditangkap pada  demonstrasi damai yang diselenggarakan di seluruh Papua saat memperingati ulang tahun kedua dari Kongres Papua Ketiga pada tanggal 19 Oktober 2013. Menurut sebuah laporan investigasi aktivis ​​HAM setempat, aparat keamanan berusaha untuk membubarkan demonstrasi di Jayapura, Yapen dan Sorong. Menurut laporan yang sama, 22 aktivis ditangkap di Fak-fak dan ditahan selama beberapa jam sebelum dibebaskan. Tiga dari mereka yang ditahan adalah penyelenggara demonstrasi – Daniel Hegemur, Imbron Kutanggas dan Yanto Hindom.

Di Biak, aparat gabungan TNI dan Polri menangkap 29 demonstran termasuk 6 perempuan, dan menahan mereka selama beberapa jam di Polres Biak. Aktivis setempat melaporkan bahwa mereka yang ditahan dipaksa untuk menandatangani pernyataan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam kegiatan politik. Namun Pemimpin demonstrasi, PietheinManggaprouw tetap ditahan di rutan polres dan telah didakwa denganPasal 106 dan 110 KUHPIndonesia untuk makar dan penghasutan.

Lima aktivis Papua terkemuka masih ditahan atas keterlibatan damai mereka dalam Kongres Papua Ketiga pada tanggal 19 Oktober2011.Forkorus Yaboisembut, EdisonWaromi, Dominikus Sorabut, August Kraar dan Selpius Bobii sedang menjalani hukuman penjara tiga tahun atas dakwaan makar.

Tiga aktivis ditangkap pada sebuah penggeledahan di Kaimana selepas ibadah memperingati IPWP

Pada 16 September, kelompok-kelompok masyarakat sipil terlibat dalam aksi politik di beberapa kota berbedah  di Papua untuk memperingati ulang tahun pembentukan Anggota Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP, International Parliamntarians for West Papua), sebuah kumpulan pelbagai kelompok politikus  dari seluruh dunia yang menyokong  pemisahan diri untuk rakyat Papua Barat. Di Kaimana, sesi ibadah dilakukan di kantor Sekretariat PRD (Parlemen Rakyat Daerah) Kaimana dari 9:00 ke 13:00. Menurut  laporan oleh aktivis setempat,tiga pria kemudiannya ditahan sekitar jam 21:30 di bawah perintah Kapolres Kaimana. Ketiga aktivis dari KNPB (Komite Nasional Papua Barat) yang ditangkap adalah Barias Bary, Luter Soba dan Isay Irini. Mereka dilaporkan dilepas keesokan harinya.

Para aktivis melaporkan bahwa aparat gabungan TNI dan Polri menggerebek kantor Sekretariat PRD Kaimana untuk melakukan penangkapan, serta merusak pintu pagar kantor tersebut. Aparat keamanan juga menggeledah kediaman Kepala PRD Kaimana selama  pencarian untuk menangkap tiga pria tersebut. Mereka juga dilaporkan menyita pisau dapur, parang, tombak ikan dan buku tamu PRD Kaimana. Mengikuti berita  dari Tabloid Jubi, aktivis KNPB menyatakan bahwa tembakan dilepaskan diluar kediaman Kepala PRD Kaimana. Menurut aktivis setempat, kepolisian Kaimana memberi pernyataan bahwa mereka sedang mencari seorang tersangka dalam kasus pembunuhan.

Pembebasan

Tidak terdapat laporan pembebasan tahanan politik pada bulan Oktober 2013.

Pengadilan bernuansa politik dan penilaian tentang kasus

Enam tahanan kasus Biak1 Mei menghadapi tuduhan makardan pemilikan bahan peledak dan amunisi

Persidangan untuk keenam tahanan dalam kasus Biak 1 Mei dimulai pada 28 Oktober dengan sidang mendegarkan dakwaan. Oktovianus Warnares, Yoseph Arwakon, Yohanes  Boseren, Markus Sawias, George Syors Simyapen dan Jantje Wamaer menghadapi tuduhan dibawah Pasal106 dan 110 KUHP untuk makar dan penghasutan dan UU Darurat12/1951 mengenai pemilikian bahan peledak dan amunisi.

Pernyataan Jaksa Penuntut Umum menuduh keenam orang sebagai  kelompok TPN/OPM bersenjata dan menyatakan bahwa pada tanggal 1 Mei 2013 mereka diduga memaksa masyarakat di Biak di bawah todongan senjata untuk berpartisipasi dalam upacara pengibaran bendera. Markus Sawias dituduh mengancam Yonadap Rumbewas, seorang petugas  tentara Intel Korem Biak dengan sebuah airsoft gun. Surat dakwaan juga menyatakan bahwa Rumbewas melepaskan tembakan peringatan ke udara dan menurut laporan meminta dialog dengan para pria yang hadir, namun Jantje Wamaer dilaporkan menyerangnya. Rumbewas bereaksi dengan menembak Wamaer di kaki. Oktovianus Warnares juga dituduh dengan kepemilikan bom rakitan, ‘airsoft gun’dan sebuah parang.

Seperti dilaporkan di update sebelumnya, sumber HAM di Papua menyatakan bahwa upacara pengibaran bendera adalah kegiatan politik damai  memperingati 1 Mei, tanggal yang menandai pemindahan  administrasi Papua ke Indonesia. Peneliti setempat melaporkan bahwa polisi melepaskan tembakan ke kerumunan berjumah 50 orang menyebabkan luka yang diderita oleh Wamaer. Aktivis setempat juga sebelumnya menyatakan bahwa barang-barang yang ditemukan pada enam orang yang dituduh adalah telah dibuat  oleh polisi Biak Numfor semasa periode dua bulan penyelidikan.

Sebagaimana dilaporkan dalam update bulan September lalu, Yohanes Boseren yang dipukuli pada saat penangkapannya, menerima beberapa pukulan ke bagian kepala dan dilaporkan menunjukkan tanda-tanda gangguan jiwa . Pengacara HAM yang mewakili enam orang tersebut telah mengajukan permohonan kepada Kejaksaan umum dan pihak berwenang di LP untuk melepaskan Boseren atas dasar kemanusiaan dan untuk mendapatkan perawatan medis, namun belum ada balasan.

Pengacara HAM setempat juga melaporkan bahwa tim pengacara untuk keenamnya telah menghadapi intimidasi dan pelecehan dari anggota Intel Korem. Mereka dilaporkan dipaksa untuk memberikan nama lengkap semua anggota tim pengacara, dimana mereka menolak untuk melakukannya. Seorang assisten pengacara Imanuel Rumayom  juga diikuti oleh petugas Intel Korem setelah salah satu sidang. Laporan juga diterima atas kehadiran banyaknya  aparat TNI dan polisi dipersidangan tersebut.

Menurunnya kesehatan dan prosedur persidangan tidak adil dikasus Aimas 1 Mei

Persidangan untuk Hengky Mangamis, YordanMagablo, Obaja Kamesrar, Antonius Saruf, ObethKamesrar, Klemens Kodimko dan Isak Klaibin dalam kasus Aimas 1 Mei dilanjutkan pada bulan Oktober dengan persidangan mendengarkan  saksi. Informasi yang diterima dari pengacara HAM menyatakan bahwa terdakwa dipaksa untuk bersaksi terhadap satu sama lain. Pengacara menyatakan kekecewaannya dengan sikap hakim ketika mereka membuat tuduhan terhadap Isak Klaibin ketika ia dipanggil sebagai saksi bagi Obaja Kamesrar. Selama pemeriksaan saksi, terlihat jelas  bahwa selain dari Klaibin dan Kamesrar yang memiliki hubungan keluarga dengan Obaja Kamesrar, para tahanan lain tidak saling mengenali sebelum upacara peringatan pada tanggal 30 April.

Pengacara HAM melaporkan bahwa pada sidang pada tanggal 30 September, Antonius Saruf pingsan selepas memberi kesaksian karena kondisi jantung yang diperburuk oleh stres. Hal yang sama terjadi dalam penahanan semasa penyelidikan polisi pada bulan Mei. Klemens Kodimko juga dilaporkan menderita sakit maag (acute gastric ulcers),tapi tetap terus dengan persidangan pada 11 Oktober walaupun kondisinya memburuk. Pengacara telah melaporkan bahwa Kodimko pingsan dan terluka kepalanya di LP Sorong, di mana ketujuh terdakwa saat ini ditahan, oleh karena rasa sakit akut yang diderita. Pengacara telah meminta hakim untuk memberi Kodimko akses ke perawatan medis. Sebagai tanggapan, hakim telah memberitahu pengacara pembela bahwa mereka diijinkan untuk mengunjunginya di LP dengan perobatan tetapi dengan koordinasi pihak berwenang di LP. Sebagaimana dilaporkan dalam update bulan September, seorang tahanan dalam kasus Aimas 1 Mei, Obeth Kamesrar, berumur 68 tahun dilaporkan telah menjadi pendiam sejak penangkapan dan tampaknya menderita trauma .

Para pengacara pembela telah menyatakan bahwa mereka tidak akan mempertimbangkan keterangan saksi dari pegawai Kesbangpol dan Kepala Distrik Aimas  karena bukan merupakan saksi fakta. Mereka juga menyatakan bahwa kesaksiaan yang diberikan sebelumnya oleh dua saksi polisi tidak cukup jelas menjelaskan peranan para tahanan dalam insiden pada 30 April.

Tahanan Timika Mei 1 dituduh makar dinolak perawatan medis

Laporan yang diterima dari pengacara HAM setempat menunjukkan bahwa lima tahanan dalam kasus Timika 1 Mei telah didakwa makar dan penghasutan di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP Indonesia. Domi Mom, Alfisu Wamang, Musa Elas, Eminus Waker dan Yacob Onawame sudah dalam penahanan sejak 1 Mei 2013.  Walaupun sidang telah dimulai, sidang pemeriksaan saksi sudah ditunda tiga kali karena dikarenakan  saksi tidak bisa hadir. Kelima orang itu disiksa dalam penahanan dan tiga dari mereka – Musa Elas, Yacob Onawame dan Alfisu Wamang – menderita dengan menurunnya kesehatan. Permintaan dari keluarga mereka kepada Anggota Polres Mimika untuk menyediakan perawatan medis yang memadai di rumah sakit telah tidak direspon.

Empat tokoh masyarakat di Sorong didakwa makar menerima dukungan hukum

Seperti dilaporkan dalam update Agustus kami, empat tokoh masyarakat – Apolos Sewa, Yohanis Goram Gaman, Amandus Mirino dan Samuel Klasjok – ditangkap setelah melakukan ibadah dan pernyataan pers dalam aksi solidaritas dengan Freedom Flotilla dan didakwa dengan makar dan penghasutan. Sebuah koalisi pengacara HAM memberikan dukungan hukum kepada keempat aktivis yang sedang menjalani penyelidikan polisi di Sorong. Hal ini belum diketahui kapan mereka akan menghadapi pengadilan atas dakwaan terhadap mereka.

Aplikasi bebas bersyarat  untuk tahanan dalam kasus pembobolan gudang senjata di Wamena ditolak

Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP ) telah melaporkan bahwa aplikasi bebas bersyarat diajukan oleh salah satu pengacara atas nama lima tahanan dalam kasus pembobolan gudang senjata di Wamena telah ditolak. Pihak berwenang di Direktor Jenderal Permasyarakatan (Dirjen Pas) menyatakan bahwa aplikasi bebas bersyarat tidak diterima meskipun desakan pengacara telah disampaikan tahun lalu. Ketika diminta klarifikasi, pihak berwenang di Dirjen Pas menjelaskan bahwa aplikasi yang lengkap diperlukan untuk hal tersebut dapat dipertimbangkan. Ini berarti bahwa dua dokumen harus diserahkan – Surat Jaminan dan Pernyataan Kesetiaan kepada Republik Indonesia  – karena kelima tahanan didakwa makar. Ini adalah persyaratan berdasarkan peraturan pemerintah atas kejahatan terhadap negara. Para tahanan menolak menandatangani Pernyataan Kesetiaan, dengan demikian membatalkan aplikasi bebas bersyarat. Aplikasi bebas bersyarat melalui berbagai tahap pertimbangan, dan mulai dari pihak berwenang di LP ke Kanwil Kementerian Hukum dan HAM di Papua dan akhirnya kepada Dirjen Pas.

Kelima orang tersebut – Apotnalogolik Lokobal, Kimanus Wenda, Linus Hiel Hiluka, Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen – didakwa dengan makar berdasarkan Pasal 106 KUHP. Mereka ditangkap pada bulan April/Mei 2003, oleh karena operasi sweeping militer di mana sembilan orang tewas, 38 disiksa dan 11 ditangkap. Tiga dari mereka yang ditangkap telah meninggal saat menjalani hukuman mereka. Kelima tahanan yang tersisa sedang mejalani hukuman penjara 20 tahun atau seumur hidup.

Dua tahanan dalam kasus pembobolan gudang senjata di Wamena meminta pengurangan hukuman seumur hidup

Sebuah laporan yang diterima dari ALDP telah menyatakan bahwa permintaan untuk hukuman seumur hidup Jefrai Murib untuk diubah menjadi hukuman jangka waktu tertentu, telah diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM. Mereka meminta untuk  mengurangi hukuman Murib ke 20 tahun penjara. Karena kesalahan administrasi, permintaan serupa untuk pengurangan hukuman untuk Numbungga Telenggen telah ditolak oleh KanwilKementerian Hukum dan HAM. Pihak berwenang di LP Biak diwajibkan untuk mengirimkan dokumen lengkap ke Kanwil Hukum dan HAM di Jayapura sebelum proses pertimbangan dapat dilanjutkan. Kedua tahanan ditangkap pada bulan April 2003 di sebuah operasi sweeping militer di mana sembilan orang tewas dan 38 disiksa.

Jaksa Penuntut Umum memberikan tuntutan dalam sidang makar Sarmi

Pengacara HAM telah melaporkan bahwa setelah empat kali penundaan untuk sidang kasus makar di Sarmi, sidang dilanjutkan pada tanggal 9 Oktober dengan  tuntutan Jaksa untuk hukuman penjara empat tahun untuk Alex Makabori (alias Isak Demetouw), Niko Sasomar dan Sileman Teno, dan hukuman penjara satu tahun untuk Daniel Norotouw. Pada tanggal 23 Oktober 2013, pengacara HAM  menanggapi  tuntutan Jaksa. Sebagaimana dilaporkan dalam update Mei, menurut sebuah wawancara dengan keempat tahanan dengan seorang aktivis setempat, mereka ditangkap pada 3 Maret 2013 setelah sebuah acara sosialisasi kepada penduduk di Sarmi, ditujukan untuk meningkatkan kesadaran mengenai acara peringatan 1 Mei. Keempat orang menyatakan bahwa bukti ditanam oleh aparat keamanan untuk menuntut mereka. Mereka masih ditahan di LP Abepura sambil menunggu vonis.

Kasus yang menjadi perhatian

Panggilan untuk Pertanggungjawaban hukum dan transparansi dalam penyelidikan polisi atas penembakan di Waghete

Sebagaimana dilaporkan dalam update bulan September, pada tanggal 23 September empat warga sipil ditangkap di Waghete dalam operasi sweeping di mana dua anggota Brimob menembak mati Alpius Mote, seorang warga sipil. Informasi dari aktivis HAM setempat telah mengungkapkan bahwa keempat warga yang ditahan telah dibebaskan. Sebuah artikel di situs kelompok HAM Papua, Elsham Papua melaporkan bahwa salah satu dari empat pria, Yance Pekey, dipukuli oleh polisi saat ditahan di Polres Paniai.

Para keluarga korban dan kelompok masyarakat sipil, termasuk Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) telah menyerukan aparat kepolisianPaniai untuk dimintai pertanggungjawaban hukum atas insiden tersebut. Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRD) mengeluarkan pernyataan mendesak polisi untuk melakukan peyelidikan yang  transparan  atas insiden tersebut  dan untuk kedua pelaku untuk bertanggung jawab. Kapolres Paniai, Semmy Ronny TH Abba telah menyatakan bahwa ia siap untuk menerima pertanggungjawaban dan dicopot dari jabatannya jika investigasi yang dilakukan oleh PROPAM (Provos Pengamanan), pengaduan internal dan mekanisme penyelidikan kepolisian, membuktikan kesalahan polisi.

Berita

Rombongan Brisbane untuk Solidaritas untuk Papua Barat bertindak dalam solidaritas dengan tahanan politik Papua

Pada bulan September 2013, Rombongan Brisbane untuk Solidaritas untuk Papua Barat berpartisipasi dalam beberapa festival bahasa dan budaya di sekitar Australia, mengadakan kios-kios informasi untuk mengkampanyekan dan meningkatkan kesadaran untuk Papua Barat dengan menggunakan selebaran, petisi dan pameran foto. Rombongan aktivis tersebut meningkatkan kesadaran mengenai isu tahanan politik, menyediakan kartu pos yang disesuaikan dengan ukuran tertentu dan dikirim ke tahanan di Papua .

“Semalam tanpa Filep Karma, ” UK

Pada tanggal 18 Oktober 2013, sebuah acara yang diorganisasikan oleh Amnesty UK dan diadakan di Pusat Solidaritas Internasional Reading berkampanye untuk pembebasan Filep Karma, yang saat ini menjalani hukuman 15 tahun penjara atas keterlibatannya dalam upacara damai pengibaran bendera pada tahun 2004. Aktivis HAM  Peter Tatchell, Pendiri Pengacara Internasional untuk Papua Barat (ILWP, International Lawyers for West Papua) Melinda Janki , dan mantan tahanan politik dan pemimpin Free West Papua Campaign Benny Wenda berbicara di acara tersebut, menyoroti isu-isu yang dihadapi oleh tahanan politik Papua.

Tahanan politik Papua bulan Oktober 2013

  Tahanan Tanggal Penahan Dakwaan Hukuman Kasus Dituduh melakukan kekerasan? Masalah dalam proses persidangan? LP/Penjara
1 Piethein Manggaprouw 19 October 2013 106, 110 Unknown Third Papuan Congress demo in Biak Tidak Persidangan ditunda Biak Regional police station
2 Victor Yeimo 13 Mei 2013 160 3 tahun  (dijatuhkan pada 2009) Demo tahun 2009; Demo 13 Mei di Jayapura Tidak Ya Abepura
3 Astro Kaaba 3 Mei 2013 Makar Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Sidang tertunda Polres Serui
4 Hans Arrongear Tidak diketahui Makar Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Sidang tertunda Polres Serui
5 Oktovianus Warnares 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
6 Yoseph Arwakon 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
7 Yohanes Boseren 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
8 Markus Sawias 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
9 George Syors Simyapen 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
10 Jantje Wamaer 1 Mei 2013 106, 110, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei Ya Ya Biak
11 Domi Mom 1 Mei 2013 106, 110 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
12 Alfisu Wamang 1 Mei 2013 106, 110 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
13 Musa Elas 1 Mei 2013 106, 110 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
14 Eminus Waker 1 Mei 2013 106, 110 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
15 Yacob Onawame 1 Mei 2013 106, 110 Dalam persidangan Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei Tidak Sidang tertunda Timika
16 Hengky Mangamis 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
17 Yordan Magablo 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
18 Obaja Kamesrar 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
19 Antonius Saruf 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
20 Obeth Kamesrar 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
21 Klemens Kodimko 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
22 Isak Klaibin 30 April 2013 106, 107, 108, 110, 160 dan 164 Dalam persidangan Peringatan 1 Mei di Aimas Tidak Ya Sorong
23 Yahya Bonay 27 April 2013 Tidak diketahui Tidak diketahui Kematian para polisi di Yapen Ya Sidang tertunda Tahanan polres Serui
24 Atis Rambo Wenda 4 April 2013 170 10 bulan Aktivis disiksa di Waena, dituduh pidana kekerasan Ya Ya Abepura
25 Yogor Telenggen 10 Maret 2013 340, 338, 170, 251, UU Darurat 12/1951 Menunggu sidang Penembakan Pirime tahun 2012 Ya Ya Polda Papua
26 Isak Demetouw(alias Alex Makabori) 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Makar Sarmi Tidak Dalam persidangan Sarmi
27 Daniel Norotouw 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Makar Sarmi Tidak Dalam persidangan Sarmi
28 Niko Sasomar 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Makar Sarmi Tidak Dalam persidangan Sarmi
29 Sileman Teno 3 Maret 2013 110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Makar Sarmi Tidak Dalam persidangan Sarmi
30 Andinus Karoba 10 Oktober 2012 365(2), UU 8/1981 Hukum Acara Pidana 1 tahun 10 bulan Aktivis Demmak di Jayapura Ya Ya Abepura
31 Yan Piet Maniamboi* 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ya Serui
32 Edison Kendi* 9 Agustus 2012 106 Dalam persidangan Perayaan Hari Pribumi di Yapen Tidak Ya Serui
33 Jefri Wandikbo 7 Juni 2012 340, 56, UU 8/1981 8 tahun Aktivis KNPB disiksa di Jayapura Ya Ya Abepura
34 Timur Wakerkwa 1 Mei 2012 106 2.5tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
35 Darius Kogoya 1 Mei 2012 106 3 tahun Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012 Tidak Tidak Abepura
36 Bastian Mansoben 21 Oktober 2012 UU Darurat 12/1951 Dalam persidangan Kasus bahan peledak di Biak Kepemilikian bahan peledak Tidak Biak
37 Forkorus Yaboisembut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
38 Edison Waromi 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
39 Dominikus Surabut 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
40 August Kraar 19 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
41 Selpius Bobii 20 Oktober 2011 106 3 tahun Konggres Papua Ketiga Tidak Ya Abepura
42 Wiki Meaga 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
43 Oskar Hilago 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
44 Meki Elosak 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
45 Obed Kosay 20 November 2010 106 8 tahun Pengibaran bendera di Yalengga Tidak Ya Wamena
46 Yusanur Wenda 30 April 2004 106 17 tahun Penangkapan Wunin Ya Tidak Wamena
47 George Ariks 13 Maret 2009 106 5 tahun Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak Manokwari
48 Filep Karma 1 Desember 2004 106 15 tahun Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004 Tidak Ya Abepura
49 Ferdinand Pakage 16 Maret 2006 214 15 tahun Kasus Abepura tahun 2006 Ya Ya Abepura
50 Jefrai Murib 12 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Abepura
51 Linus Hiel Hiluka 27 Mei 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
52 Kimanus Wenda 12 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Nabire
53 Numbungga Telenggen 11 April 2003 106 Seumur hidup Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak
54 Apotnalogolik Lokobal 10 April 2003 106 20 tahun Pembobolan gudang Senjata Wamena Ya Ya Biak

 * Meskipun Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi kini telah dibebaskan dari tahanan, mereka masih sedang menghadapi hukuman penjara 2 tahun dan 18 bulan masing-masing. Putusan tersebut saat ini sedang dilakukan upaya banding. Sebagaimana dilaporkan dalam laporan bulan September kami, Kendi ditahan lagi dan diinterogasi dalam kaitannya dengan demonstrasi damai sebelum dibebaskan.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org

Share

Edison Waromi

Edison Waromi, lahir ditahun 1964, adalah seorang pengacara dan Executive President Otoritas Nasional Papua Barat, organisasi yang berkampanye untuk kemerdekaan rakyat Papua. Waromi sudah ditangkap beberapa kali dengan tuduhan makar. Pada tanggal 7 Juli 2011, dia ikut berpartisipasi dalam penyusunan Deklarasi Perdamaian Papua, yang merupakan bagian dari “Dialog Jakarta – Papua” yang difasilitasi oleh Dr. Muridan Widjojo dan Dr. Neles Tebay.

Kongres Rakyat Papua ketiga yang diadakan pada tanggal 17 – 19 Oktober 2011 dan dihadiri oleh lebih dari 4,000 peserta ini berlangsung di Lapangan Zakeus milik misi katolik Padang Bulan yang terletak berdekatan dengan Ibukota propinsi, Jayapura. Bendera “Bintang Kejora” dikibarkan dalam acara tersebut. Menurut Komisi HAM Asian (AHRC), sekitar 2,200 anggota TNI dan Brimob (Brigade mobil) berada disekitar lokasi acara. Sedikitnya 100 anggota penjaga keamanan dilaporkan mengelilingi lokasi acara dengan mobil polisi, mobil – mobil berlapis baja dan senjata api, sedangkan peserta acara hadir tanpa bersenjata.

Pada tanggal 19 Oktober 2011, menurut sumber dari Komisi Hak Asasi Asia (AHRC) dan Jakarta Globe, Edison Waromi terpilih menjadi Perdana menteri Negara Federasi Papua Barat yang baru dideklarasikan. Pada pukul 14.00 waktu setempat, Bapak Yaboisembut yang baru terpilih sebagai Presiden Negara Federasi Papua Barat, membacakan deklarasi politik menyatakan mampunya rakyat papua untuk berdiri sendiri. Juga dilaporkan beliau menyatakan bahwa tujuan diadakannya kongress tersebut bukan untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi untuk membicarakan hak – hak asasi masyarakat pribumi Papua.

Kongress berakhir setelah pendeklarasian tersebut dan para peserta mulai bubar dan kembali ke tempat masing – masing. Aparat keamanan mulai menembakkan senjata api diudara dan dilaporkan menggunakan gas air mata kepada para peserta yang hendak bubar sambil memukuli mereka. Kejadian ini meninggalkan lusinan orang terluka. Dari sekitar 300 peserta ditangkap dan ditahan dengan truk – truk aparat sebagian besar kemudian dibebaskan. Video rekaman acara tersebut, yang diperoleh dari LSM Down to Earth dan TAPOL, memastikan bahwa tidak sedikit tembakan dilepaskan aparat keamanan, dan bahwa para peserta dianiaya.

Menurut Asian Human Rights Commission (AHRC) dan Jakarta Globe, Bapak Waromi beserta istri dan anaknya dibawa ke penahanan, juga dengan empat anggota lain yang merencanakan kongres tersebut; Forkorus Yaboisembut, August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Gat Wenda. Pada tanggal 20 Oktober, Selpius Bobii, Ketua kongres, menyerahkan diri kepada polisi. Gat Wenda dituduh dengan UU 12/1951 tentang senjata tajam, sedangkan kelima orang lain dituduh telah melakukan tindakan makar (Pasal 106 KUHP), konspirasi (pasal 110 KUHP), dan penghasutan untuk melawan pihak aparat dengan menggunakan kekerasan (Pasal 160 KUHP). Hingga hari ini mereka masih ditahan di Kantor Polisi Jayapura untuk menunggu sidang.

Gat Wenda disidangkan dan dihukum dengan lima bulan dipenjara. Dengan menilai bahwa lima bulan sudah habis sebelum sidang, dia langsung dibebaskan. Sedangkan Waromi dan keempat terdakwa lain menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kelas I A Abepura sebanyak 13 kali, dimulai pada tanggal 30 Januari 2012. Pada tanggal 16 Maret 2012, kelima laki-laki diputuskan bersalah makar secara sah dan menyakinkan dengan hukuman penjara selama tiga tahun atau dua tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum(JPU). Tim Penasehat hukum dan JPU sama–sama telah menyatakan banding terhadap putusan tersebut pada tanggal 4 April ke Pengadilan Negeri 1 Jayapura dan akan diteruskan kepada Pengadilan Tinggi untuk diperiksa dari fakta–fakta persidangan. Pada tanggal 11 Mei 2012, pengajuan banding kelima tahanan politik ke Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura ditolak. Terkait penolakan tersebut, Penasehat Hukum (PH) Forkurus Cs akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada 24 Juli 2012, Mahkama Agung melalui Putusan MA No. 1029K/PD/2012 menolak permohonan kasasi dari pada pemohon kasasi/para terdakwa dalam kasus Kongres Rakyat Papua (KRP) III yakni Selpius Bobii, Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Dominikus Surabut dan August Magbrawen Sananay Kraar.

Penangkapan sebelumnya

Sebelum penangkapan pada tahun 2011, Waromi sudah menghabiskan dua puluh tahun sebelumnya di balik jeruji atas dasar kepercayaan politiknya. Herman Wanggai, teman Waromi menceritakan dalam blognya, bahwa Waromi dipenjara pertama kali pada tahun 1989 dan divonis 12 tahun. Sesudah itu, pada tahun 2001 dia dipenjara selama enam bulan, lalu pada tahun 2002 dia ditangkap lagi.

Penangkapan pada tahun 2002 terjadi sesudah pengibaran bendera Negara Melanesia Barat. Waromi ditangkap bersama dengan Herman Wanggai dan Yordan Ick. Menurut sebuah artikel di koran Jakarta Post, kegiatan ini berlangsung di Universitas Cenderawasih sebagai peringatan 14 tahun sejak proklamasi Thom Wanggai (paman Herman Wanggai) bahwa Melanesia Barat adalah Negara independen. Edison Waromi dan Yordan Ick hadir pada perayaan itu pada tahun 1988, ketika mereka ditangkap dan dipenjarakan untuk pertama kali.

Waromi dituduh melakukan makar berdasarkan pasal-pasal 106 dan 110 KUHP. Koran lokal Cenderawasih Pos mengikuti proses persidangan mereka. Menurut Cenderawasih Pos, ketiga terdakwa mengajukan eksepsi yang memperkuat keyakinan mereka tentang Negara Melanesia Barat dan menyatakan bahwa proses penangkapan, penahanan dan sidang adalah pelanggaran hak asasi manusia. Eksepsi dari Waromi berjudul “Orang Melanesia di dalam pengadilan Malay.”

Pada 9 Oktober 2003, Waromi sama Wanggai divonis dua tahun di penjara, sesuai dengan tuntutan maksimal dari kejaksaan. Cenderawasih Pos mengutip Edison Waromi pada saat menerima hukuman: “Hukuman ini bukan kali pertama yang saya terima, ini pembuktian bahwa masalah Papua tidak bisa hanya diselesaikan lewat jalur hukum dan peradilan, seperti apa yang diperjuangkan oleh Nelson Mandela bagi bangsanya, Timor Leste, kami akan berjuang terus apapun resikonya.”

Berapa lama kemudian, ketiga orang tersebut hilang dari LP Abepura. Menurut Cenderawasih Pos, Waromi ditangkap kembali di Abepura pada 1 Desember 2003 dan menjalankan sisa hukumannya. Pada waktu itu Herman Wanggai sudah pergi ke Sorong, tapi belum jelas apakah ia dikembalikan ke penjara atau tidak. Yordan Ick sudah menjalankan hukuman selama 10 bulan.

Sumber-sumber

Amnesty International, “Indonesia: release participants of peaceful gathering in Papua,” 20 October 2011,
http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA21/033/2011/en/5eb8e86b-1945-4f87-8ef2-d9c7022e7985/asa210332011en.pdf

Asian Human Rights Commission, “Papuan Peace Declaration,” 12 July 2007,
http://www.humanrights.asia/news/forwarded-news/AHRC-FST-041-2011/?searchterm=

Asian Human Rights Commission, “Security forces open fire at the Third Papuan People’s Congress,” 19 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/press-releases/AHRC-PRL-042-2011

Asian Human Rights Commission, “Troops open fire on Papuan gathering,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/forwarded-news/AHRC-FAT-055-2011/?searchterm=

Asian Human Rights Commission, “Indonesia: one person killed, hundreds arrested, and five persons charged with rebellion at the Third Papuan People’s Congress,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/urgent-appeals/AHRC-UAC-213-2011

East Timor and Indonesia Action Network, “Congressman Faleomavaega calls upon government of Indonesia to ensure safe and humane treatment for West Papuans in custody and to work for their release,” 21 October 2011,
http://www.etan.org/news/2011/10faleo.htm

Jakarta Globe, “Dozens injured as Papua group declares independence from Indonesia,” 19 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/home/dozens-injured-as-papua-group-declares-independence-from-indonesia/472697

Jakarta Globe, “At Papuan Congress, a brutal show of force,” 22 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/editorschoice/at-papuan-congress-a-brutal-show-of-force/473327

Jakarta Post, “Two Papuans sentenced to jail for state treason,” 10 October 2003,
http://www.thejakartapost.com/news/2003/10/10/two-papuans-sentenced-jail-state-treason.html

Nethy Dharma Somba, “Papuan people warned against celebrating independence,”Jakarta Post, 14 December 2004,
http://www.thejakartapost.com/news/2004/12/14/papuan-people-warned-against-celebrating-independence.html

TAPOL, East Timor and Indonesia Action Network, West Papua Advocacy Team, “Indonesian crackdown on Papuan Congress sparks outrage,” 20 October 2011,
http://www.etan.org/etanpdf/2011-13/TAPOL%20WPAT%20ETAN%20Crackdown%20sparks%20outrage.pdf

Video : Metro TV, PolisiBuruPesertaKongresPendirian Negara Papua,» 19 October 2011,http://www.youtube.com/watch?v=9eB_lHvxGdg

Video: West Papua Media, “Edison Waromi during long march to Papuan People’s Congress,” 18 October 2011,
http://vimeo.com/30762338

Share

Gat Wenda

Gat Wenda adalah seorang anggota Penjaga Tanah Papua (PETAPA), suatu organisasi keamanan masyarakat adat. Dia juga ikut berpartisipasi dalam organisasi untuk Kongres Rakyat Papua III pada Oktober 2011 yang berujung kepada penangkapannya atas tuduhan makar.

Kongres Rakyat Papua III diadakan pada tanggal 17–19 Oktober 2011 dan dihadiri oleh lebih dari 4,000 peserta. Kongres ini berlangsung di Lapangan Zakeus milik misi katolik Padang Bulan yang terletak berdekatan dengan Ibukota propinsi, Jayapura. Bendera “Bintang Kejora” dikibarkan dalam acara tersebut. Menurut Asian Human Rights Commission (AHRC), sekitar 2,200 anggota TNI dan Brimob (Brigade Mobil) berada disekitar lokasi acara. Sedikitnya 100 anggota penjaga keamanan dilaporkan mengelilingi lokasi acara dengan mobil polisi, mobil-mobil berlapis baja dan senjata api, sedangkan peserta acara hadir tanpa bersenjata.

Pada tanggal 19 Oktober 2011, sekitar pukul 14:00 waktu setempat, deklarasi politik tentang mampunya rakyat Papua untuk berdiri sendiri dibacakan oleh Bapak Yaboisembut dan Bapak Waromi, yang sebelumnya telah dipilih sebagai presiden dan perdana menteri Negara Federasi Papua Barat.

Setelah pendeklarasian, kongres berakhir dan para peserta mulai bubar dan kembali ke tempat masing-masing. Aparat keamanan mulai menembakkan senjata api diudara dan dilaporkan menggunakan gas air mata kepada para peserta yang hendak bubar sambil memukuli mereka. Kejadian ini meninggalkan lusinan orang terluka. Sekitar 300 peserta ditangkap dan dibawa ke tahanan dengan truk-truk aparat namun sebagian besar kemudian dibebaskan. Video rekaman acara tersebut, yang diterima oleh LSM Down to Earth dan Tapol, memastikan bahwa tidak sedikit tembakan dilepaskan aparat keamanan dan bahwa para peserta dipukuli.

Bapak Wenda ditahan beserta empat anggota lain yang merencanakan Kongres tersebut; Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Dominikus Sorabut, dan August Makbrawen Sananay Kraar. Pada tanggal 20 Oktober, Selpius Bobii, Ketua Kongres, menyerahkan diri kepada polisi.

Meskipun kelima orang lain dituduh dengan pasal 106 untuk maker, Wenda ditutuh dengan UU 12/1951 untuk pemilikan senjata tajam, dan dihukum lima bulan di dalam penjara. Wenda dibebaskan tanggal 15 Maret 2012 karena masah tahanan hamper sama dengan vonis. Lima laki-laki yang lain divonis dengan tiga tahun di penjara.

Sumber-sumber

Amnesty International, “Indonesia: release participants of peaceful gathering in Papua,” 20 October 2011,
http://www.amnesty.org/en/library/asset/ASA21/033/2011/en/5eb8e86b-1945-4f87-8ef2-d9c7022e7985/asa210332011en.pdf

Asian Human Rights Commission, “Security forces open fire at the Third Papuan People’s Congress,” 19 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/press-releases/AHRC-PRL-042-2011

Asian Human Rights Commission, “Troops open fire on Papuan gathering,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/forwarded-news/AHRC-FAT-055-2011/?searchterm=

Asian Human Rights Commission, “Indonesia: one person killed, hundreds arrested, and five persons charged with rebellion at the Third Papuan People’s Congress,” 20 October 2011,
http://www.humanrights.asia/news/urgent-appeals/AHRC-UAC-213-2011

East Timor and Indonesia Action Network, “Congressman Faleomavaega calls upon government of Indonesia to ensure safe and humane treatment for West Papuans in custody and to work for their release,” 21 October 2011,
http://www.etan.org/news/2011/10faleo.htm

Human Rights Watch, “Indonesia: independent investigation needed into Papua violence,” 27 October 2011,
http://www.hrw.org/news/2011/10/28/indonesia-independent-investigation-needed-papua-violence

Jakarta Globe,“Dozens injured as Papua group declares independence from Indonesia,” 19 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/home/dozens-injured-as-papua-group-declares-independence-from-indonesia/472697

Jakarta Globe, “At Papuan Congress, a brutal show of force,” 22 October 2011,
http://www.thejakartaglobe.com/editorschoice/at-papuan-congress-a-brutal-show-of-force/473327

Tapol, East Timor and Indonesia Action Network, West Papua Advocacy Team, “Indonesian crackdown on Papuan Congress sparks outrage,” 20 October 2011,
http://www.etan.org/etanpdf/2011-13/TAPOL%20WPAT%20ETAN%20Crackdown%20sparks%20outrage.pdf

Video : Metro TV, “PolisiBuruPesertaKongresPendirian Negara Papua,» 19 October 2011,http://www.youtube.com/watch?v=9eB_lHvxGdg

Di update: 4 Januari 2013

Share